42. | T E R L A L U B A I K |

72 13 1
                                    

"Dia terlalu baik, sehingga aku tidak tahu bagaimana cara untuk menyakitinya." - Anindya Valeria.

Dengan panik, Chasel menelpon orang rumahnya agar segera menjemputnya didepan sebuah toko. Tubuh Anindya menggigil, wajah perempuan ini pucat pasi.

"Dya, sadar ayo." Chasel mengusap tangan Anindya, jantungnya berdetak begitu cepat. Chasel sangat khwatarir, ditambah Anindya mimisan sebelum kehilangan kesadaran.

"Anindya jangan buat gue khawatir, please."

Sebuah mobil terparkir tepat dihadapannya, Elizha berlari membawa payung untuk turun menghampiri Chasel.

"Anindya kenapaaa?" Elizha menggoyang-goyangkan tubuh Anindya.

Tanpa menunggu lama, Chasel langsung membopong tubuh Anindya agar segera masuk ke mobil, dan membawa perempuan ini kerumah Chasel.

"Gak usah kerumah sakit bang?" tanya Elizha yang menyetir mobilnya.

"Gak usah," ujar Chasel yang memangku kepala Anindya.

Setiba dirumah Chasel, laki-laki ini segera membawa Anindya masuk kedalam kamar Elizha. Karena Chasel juga paham, Anindya tidak pernah suka untuk masuk kekemar cowok.

"Dia kenapa?" tanya Jinan panik, yang menghampiri kedua anaknya.

"Pingsan bunda," ucap Chasel yang duduk disamping kepala Anindya, ditemani dengan Elizha yang memberikan minyak kayu putih pada indra penciuman Anindya.

"Kenapa gak dibawa kerumah sakit, nanti Anindya kenapa-kenapa." Jinan lalu mengambil alih kegiatan yang dilakukan Elizha. "Ambil air dulu sayang."

Elizha langsung menuruti perintah Jinan, Elizha juga sangat khawatir, sahabatnya itu kenapa.

"Anindya perempuan kuat, dia pasti bisa tanpa ke RS." Chasel mengusap puncak kepala gadis ini. "Dya, ayo bangun."

"Kenapa bisa begini?" tanya Jinan yang meminta penjelasan putranya.

"Tiba-tiba hujan, katanya Anindya trauma sama bunyi guntur dan petir." Jinan mengangguk paham.

"Memang dari raut wajah Anindya, seperti mencerminkan suatu ketakutan, ketakutan yang sangat sulit untuk disembuhkan." Jinan pernah bersekolah psikolog, jadi dia akan paham tentang mimik wajah seseorang, oleh karena itu anak-anaknya tidak ada yang berani berbohong.

"Obatnya?" tanya Chasel.

"Kebahagiaan, Anindya terlalu sering menampung rasa sakitnya seorang diri," ungkap Jinan. "Jangan pernah sakitin dia." Jinan menepuk bahu putranya, lalu meninggalkan kamar ini, menyisakan Anindya dan Chasel berdua di kamar Elizha.

"Sayang," bisik Chasel. "Ayo bangun."

Tidak ada pergerakan, tetapi Chasel tidak akan berhenti berusaha. Chasel mengoleskan minyak-minyak pada tubuh Anindya.

"Enggh." Suara yang membuat Chasel menoleh, mata Anindya mulai terbuka secara perlahan.

"Gue ngapain disini?" tanya Anindya dengan suara seraknya.

"Lo pingsan, jangan buat gue khawatir lagi yah." Chasel menicum puncak tangan Anindya, sementara Anindya yang baru sadar dari pingsannya tidak tahu harus breaksi seperti apa lagi.

"Khem .... Ini airya." Elizha langsung meninggalkan kamarnya, setelah membawa air minum itu. Elizha tidak ingin berlama-lama melihat ke bucinan orang di kamarnya.

ANINDYA | EFEMERAL SERIES [ END ]Where stories live. Discover now