Ch 20

158 29 5
                                    

Flashback

Kabar kematian orang tua Woojin dan Jihoon benar-benar mengguncang kedua anak itu, disebutkan bahwa ketika perjalanan pulang kedua orang tua mereka dirampok dan dibunuh ditempat.

Woojin dan Jihoon terpaksa harus membiayai hidup mereka seorang diri meskipun orang tuanya kaya tetapi mereka tetap butuh mencari uang ketika persediaan bahan makanan dan peralatan rumah menipis.

Tidak ada sanak keluarga atau tetangga yang pernah mengunjungi mereka, salahkan rumah yang berada di tengah hutan sehingga jarang sekali ada orang lewat paling hanya pengembara atau orang pasar.

Beruntung rumah mereka dikelilingi kebun sayur-mayur yang bisa dijual setidaknya akan ada orang dari pasar yang membeli dari mereka.

Woojin belajar berbagai senjata untuk jaga-jaga apabila ada maling atau sesuatu, Jihoon yang takut akan hal semacam itu mau tak mau harus ikut belajar dikarenakan Woojin yang ngotot berceramah bahwa senjata itu perlu.

Mereka berdua bahkan belum 15 tahun kala itu.

Hidup kedua anak itu relatif baik karena terbiasa ditinggal orang tuanya berdagang, mereka bisa mengurus diri mereka sendiri.

Suatu hari ketika keduanya berumur 14 tahun entah kenapa pedagang dari pasar tidak pernah datang untuk membeli sayur dari mereka padahal uang sudah semakin menipis.

Mau tak mau salah satu dari mereka harus berdagang ke pasar yang cukup jauh dari rumah.

"Aku akan pergi ke pasar," ucap Woojin sambil memasukkan sayur-mayur ke dalam bakul.

"Apa tidak mau pergi berdua saja?" tanya Jihoon.

"Siapa yang akan merawat tanaman kalau begitu?" tanya Woojin kembali yang kemudian disambut oleh wajah cemberut milik Jihoon.

"Jangan lama-lama! besok harus langsung pulang!" seru Jihoon.

"Iya-iya, sudah dong jangan cemberut ini aku mau berangkat," balas Woojin terkekeh kemudian berjalan keluar.

"Hati-hati!" ucap Jihoon sambil mengulas senyum manis.

Woojin membalas senyuman itu sembari berjalan menuju jalan besar untuk mencari tumpangan.

***

Mobil pengangkut bawang yang Woojin tumpangi sudah sampai di pemukiman, mata anak itu membulat ini pertama kalinya Woojin melihat begitu banyak orang.

Woojin adalah anak yang berpendidikan namun ia tidak pernah pergi ke sekolah formal dan bertemu banyak orang karena orang tuanya memilih memanggil guru untuk mengajari kedua putranya.

Entah apa motivasi kedua orang tua mereka tidak memperbolehkan Woojin dan Jihoon pergi melihat dunia luar.

Langkah Woojin terasa ringan sesampainya ia di pasar, meski sedikit canggung ia bisa melakukan transaksi disana-sini hingga tanpa sadar matahari sudah semakin meninggi.

Dagangan Woojin belum habis namun mengingat Jihoon yang akan kecewa jika ia pulang dengan sisa sayuran, pemuda itu-pun berjalan keliling pemukiman untuk menjual sayuran, ia berjualan dari pintu ke pintu.

Berbekal senyum yang manis dan baju yang lusuh, dagangannya pun habis, entah karena memang ingin membeli atau mereka hanya iba dengan Woojin yang penting dagangannya habis.

Woojin tidak bisa pulang di sore hari karena tidak ada mobil yang menuju ke rumahnya, ia baru bisa pulang keesokan harinya. Malam itu Woojin habiskan di sebuah pos dekat pasar yang biasa digunakan untuk jaga malam.

"Nak, besok mau ikut tidak?" tanya bapak yang sedang berjaga disana, namanya pak Yunho.

"Kemana pak?" tanya Woojin kembali.

"Besok akan ada diskon besar-besaran di toko kampung sebelah, kalau kamu mau ikut nanti bisa sama bapak kan lumayan sekalian belanja kebutuhan rumah," jelas pak Yunho.

Woojin jadi ingat ia belum membeli apapun seharian ini karena terlalu sibuk berjualan.

Haruskah ia pergi? tapi ia sudah berjanji akan pulang besok.

"Oh iya sekalian juga bapak mau minta dibawakan belanjaan besok nanti bapak bayar deh."

"Baik pak," jawab Woojin.

Mungkin menunda kepulangan satu hari untuk uang yang lebih banyak adalah pilihan yang baik, Woojin akan membelikan Jihoon banyak makanan nanti.

Benar saja keesokan harinya Woojin mengikuti pak Yunho pergi ke kampung sebelah.

Kepergian Woojin tidak sia-sia, banyak orang yang ikut serta menggunakan jasa Woojin sehingga uang yang ia dapat meningkat dua kali lipat.

Hari itu Woojin berbelanja sangat banyak, rasanya tak sabar untuk kembali ke rumah.

***

Woojin turun dari mobil pengangkut bawang dengan senang hati, kedua tangannya penuh dan senyum lebar terulas di bibirnya.

Tapi itu hanya beberapa saat.

Ia langsung melempar seluruh belanjaannya melihat tanaman di depan rumah sudah rusak parah, pintu rumahnya pun terbuka.

Woojin lari ke dalam rumah dan menemukan isinya yang porak-poranda.

"Jihoon! Jihoon! Jihoon!" ia terus meneriaki nama saudara kembarnya sembari terus berlari di dalam rumah berharap bisa melihat wajah Jihoon disana.

Namun nihil.

Tidak ada siapapun.

Tak putus asa, Woojin berlari keluar rumah dan mencari ke sekitar, ia juga masuk ke tengah hutan berharap Jihoon sedang mencari kayu bakar atau sejenisnya.

Teriakan Woojin semakin lama semakin serak, ia kembali berlari ke dalam rumah, ujung matanya menangkap baju  Jihoon diatas sofa dengan bekas darah dan cairan putih kental.

"Astaga.." lutut Woojin mendadak lemas, air mata meleleh dari kedua matanya.

Woojin memeluk baju Jihoon dengan sangat erat, rasa bersalah menghantamnya dengan luar biasa keras.

Andai saja ia memilih untuk pulang lebih cepat.

Andai saja ia menerima ajakan Jihoon untuk pergi berdua.

Andai saja ia tak pergi ke pasar hari itu.

Woojin menggeleng keras, ia memasukkan baju Jihoon ke dalam bakul kemudian tangannya mencari-cari foto Jihoon di dalam laci.

Mata Woojin kembali berair melihat foto Jihoon dan dirinya yang saling berangkulan.

Tidak, ini bukan saatnya menangis, Woojin membatin.

Ia bangkit dan berlari keluar rumah menuju jalan besar, Woojin menelusuri jalanan dan menanyai siapapun yang ia temui tentang Jihoon.

Woojin memaksa kakinya untuk terus berlari meskipun jatuh berkali-kali, ia harus menemukan Jihoon.

Kondisi Woojin sudah sangat memprihatinkan sesampainya ia di pemukiman terdekat, lututnya berdarah, tubuhnya lusuh, rambut yang acak-acakan, dan mata yang sembab.

"Kumohon bantu aku mencari saudaraku," ia memohon dengan suara serak kepada pak Yunho.

Woojin beruntung pak Yunho dan warga yang ada disitu mau ikut mencari Jihoon, seharian penuh mereka mencari bahkan yang memiliki koneksi mulai mencari info, poster anak hilang sudah disebar oleh aparat setempat.

Namun nihil.

Tidak ada apapun.

.
.
.

TBC

Yayımlanan bölümlerin sonuna geldiniz.

⏰ Son güncelleme: Dec 26, 2020 ⏰

Yeni bölümlerden haberdar olmak için bu hikayeyi Kütüphanenize ekleyin!

Anomaly +2ParkHikayelerin yaşadığı yer. Şimdi keşfedin