19

5.3K 450 37
                                    

🍁🍁🍁

"Kepala tembok lo, ngeyel terus."

Aska acuh dengan ocehan Gio dan Arfan, biarkan saja mereka terus nyerocos sampai Gala menabok mulut licin mereka.

"Mau masuk dulu?" Tanya Aska. Ya sekarang Aska, Gala, Gio, Arfan dan Raya berada di depan gerbang mansion Sandrika.

Setelah dirawat tiga hari akhirnya Aska bisa pulang sebenarnya masih harus dirawat tapi emang pada dasarnya Aska benci rumah sakit jadi ia terus merengek untuk pulang.

"Ga ada orang waras yang mau masuk neraka," ujar Gala santai.

"Jadi Aska ga waras gitu? Jahat banget si bang mulutnya," kesal Aska.

Gio, Arfan dan Raya sontak tertawa, memang mulut Gala itu patut diacungi jempol.

"Gala Gala, klo ngomong suka bener aja," timpal Gio.

"Udah-udah. Ka gih masuk istirahat, jangan sakit lagi oke," ucap Raya.

"Bucen eh bucen," hardik Arfan.

Aska melangkah masuk setelah sahabat-sahabat pergi.

Langkahnya terhenti saat melihat sosok yang mirip dengannya duduk dikursi roda menatapnya dengan tatapan yang sulit diartikan, sorot matanya sayup namun tajam dan yang membuat Aska membeku adalah karna dalam matanya penuh luka.

Tangan dan kepala yang diperban membuat Aska meringis pasti sangat sakit. Aska jadi merasa bersalah.

"Lo ... Aska?"

Suara Aksa melantun begitu serak dan berat, Aska menggigit bibir bawahnya. Jadi benar Aksa, kembaranya hilang ingatan, Aska mencoba menghalau sesak dalam dadanya. Ia salah ini salahnya.

"I-iya ini gw Aska," ucap Aska dengan nada yang bergetar karna menahan tangis. Aska hendak mendekati Aksa namun Akasa mengangkat tangannya yang bebas dari perban.

"Stop, jangan deketin gw. Lo jahat."

Entah yang keberapa kalinya dunia Aska hancur, Aska seolah kehilangan pijaknya saat itu juga. Kenapa ini harus terjadi padanya? Tak cukup kah Ayah, Bunda dan Mudra yang membencinya? Kenapa harus Aksa juga.

"Aksa ..."

"Jauh-jauh lo dari sepupu gw!"

Aska menoleh, Raka berjalan mendekat lalu berdiri dibelakang Aksa memegang kursi rodanya dan menatap sinis ke arah Aska.

"Aksa, lo harus jauh-jauh dari pembunuh itu. Ingat dia yang bikin lo kecelakaan dan lupa ingatan kaya gini," bisik Raka tepat ditelinga Aksa.

Tatapan Aksa berubah tajam, menatap Aska nyalang penuh amarah.

"Aksa ..."

"Diem. Gw amnesia, gw lupa lo siapa tapi yang gw tahu dan gw yakin lo adalah orang yang paling gw benci dulu dan sekarang pun akan tetap seperti itu."

Hal yang Aska takutkan sekarang benar terjadi, Aksa membencinya benar-benar membenci dirinya. Aska harus apa? Satu tangan yang terulur kini tertarik kembali meningglkannya sendiri dengan rasa sakit yang tak nyata.

Raka mulai mendorong kursi roda Aksa membawanya pergi meninggalkan Aska. Sebelumnya Raka tersenyum sinis merasa puas dengan terpecah belahnya persaudaraan.

"Bodoh," gumam Raka.

🍁🍁🍁

Aska berdiam diri dibalkon kamarnya menatap langin malam yang kelam tanpa bintang dan bulan. Langit itu kosong hanya dipenuhi gumpalan hitam.

Tatapannya kosong namun penuh luka, dalam pikiranya banyak hal yang runyam. Sampai kapan semua ini berlangsung? Sampai kapan ia harus seperti ini? Sampai kapan ia harus menjadi benalu didalam keluarganya?

Cerita Aska✔endTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang