21

15 4 0
                                    


  Hana kembali membuka buku catatannya dari awal, membaca perlahan tulisan tangannya sendiri, lalu sesekali mengangguk kecil. Sunghoon yang melihat itu hanya menatap lelah Hana. "Han, sudah ya belajarnya. Sekarang ayo ke cafetaria, aku ingin membeli sesuatu."

"Eoh? Tapi belum bel istirahat. Lihat! Tunggu 10 menit lagi, Hoonie. Lebih baik kau ikut belajar, sini!" Ajak Hana. Sunghoon menggeleng, kembali menidurkan kepalanya dimeja. Sekarang adalah jam kosong, tidak sedikit anak kelas yang sudah keluar entah kemana. Tapi gadis ini, Hana memilih untuk tetap belajar sendiri. Sunghoon awalnya juga ikut belajar, tapi lama kelamaan dia bosan, perutnya juga sudah minta di isi.

"Sunghoon?"

  Sebuah suara memanggil Sunghoon, membuat Sunghoon mau tak mau menatap asal suara itu. Namun Sunghoon sungguh tidak berniat membalas saat melihat siapa yang memanggilnya.

"Aku ingin ke cafetaria, kau mungkin mau pergi bersamaku?" tawar Jina. Baru saja Sunghoon ingin menolak, suara Hana lebih dulu menghentikannya.

"Benar Jina, ajak Sunghoon saja. Dia ribut sekali dari tadi minta kesana."

"Han?!"

  Jina berdiri, seakan mendapat lampu hijau ia segera menarik tangan Sunghoon.

"Eh! Tidak. Aku nanti saja kesananya. Kau bisa duluan saja." tolak Sunghoon, matanya melirik kearah Hana yang justru tersenyum.

"Sudah pergi sana, aku nitip belikan roti dan susu strowberry saja." suruh Hana, ia bahkan membantu Jika mendorong Sunghoon menjauh.

"Han serius, aku tidak mau pergi sekarang." pinta Sunghoon, namun Hana memilih acuh dan tetap membiarkan Jina menarik Sunghoon keluar.

  Tepat sampai di pintu, Hana melihat ada yang berbeda dengan cara tatap Sunghoon padanya. Seperti.....kecewa? Entahlah. Hana tidak mau ambil pusing.









  Ada yang membuat Hana bingung selama didalam bus. Sunghoon diam saja, padahal dia sudah berusaha mengajaknya bicara.

"Hoonie, nanti mampir dikedai tteobeokki ya?"

"Hm." hanya itu jawabannya. Hana menghela nafas jengah, kesal sudah dirinya merasa diabaikan oleh Sunghoon.

"Kau kenapa sih?!"

  Sunghoon menoleh sebentar, lalu kembali menatap layar ponselnya. Menurut Hana, hari ini Sunghoon sering sekali melihat ponselnya. Padahal biasanya pria itu sangat jarang memainkan ponselnya.

"Aku kenapa?!" balasnya acuh. Hana mau nangis saja rasanya kalau sudah begini. Ia sungguh tidak tahu apa yang membuat mood Sunghoon jadi seperti ini.

"Aku berbuat kesalahan ya?" Hana tidak menyerah, ia harus tahu dulu kenapa Sunghoonya jadi begini.

"Menurutmu?"

  Hana mengusak rambutnya frustasi, "Jangan kekanak-kanakan Hoon. Bilang padaku aku salah apa? Biar aku bisa meminta maaf padamu. Jangan buat aku bingung seperti ini."

  Sunghoon mematikan ponselnya, tangannya memecet bel yang berada tepat diatas Hana. "Aku tidak menyukai Jina atau siapapun itu."

  Hana terdiam, jadi karena ini alasannya? Apa ia salah? Jina yang meminta bantuannya, lagi pula Sunghoon belum memiliki kekasih bukan?

"Lalu kau mau kemana? Halte berikutnya bukan tempat kita turun."

"Aku mau jalan kaki saja."

  Dan Sunghoon pergi, meninggalkan Hana tanpa menoleh lagi. Hana juga memilih untuk tidak mengejar Sunghoon, ada rasa bersalah dihatinya. Harusnya ia meminta persetujuan Sunghoon dulu untuk mendekatkannya dengan perempuan lain. Ia menatap Sunghoon yang mulai berjalan menjauhi bus. Sepertinya Sunghoon benar-benar marah padanya.

  Bus kembali melaju, ia dapat melihat Sunghoon yang bahkan tidak menatapnya saat bus ini melewatinya.

"Maafkan aku Hoonie." Gumamnya pelan. Tangannya segera meraih ponsel yang ia simpan di sakunya lalu berniat menelpon Sunghoon. Namun nihil, bahkan panggilannya pun ditolak. "Ish! Dasar kekanak-kanakkan sekali. Kan kalau tidak suka ya bilang saja. Kenapa sampai marah sih!" gerutu Hana. Ia menutup kembali ponselnya dan memilih untuk mendengarkan lagu dengan earphone saja.

  Baru saja beberapa detik setelah lagu terputar dan ia memejamkan mata, ia merasa seperti tubuhnya tertabrak sesuatu yang keras, ponsel ditangannya seperti tertarik paksa dan lepas dari genggamannya. Badannya terasa melayang selama beberapa detik sebelum akhirnya ia merasa terhempas kasar. Ia membuka matanya dan apa yang dilihatnya berhasil membuatnya takut. Dapat dirasakannya cairan hangat menetes dari matanya, namun tubuhnya seperti mati rasa. Ia tidak merasakan apapun padahal pandangan nya semakin memburam. Saat ia mencoba membuka bibirnya, lehernya terasa seperti tercekik. Seakan oksigen disekitarnya menipis, dadanya terasa sesak. Ia ingat, hal yang terakhir terlintas difikirannya adalah wajah dingin dan datar Sunghoon beberapa menit yang lalu.

"S-sung-h-hhoon..."









  Suara benda saling bertabrakan itu seakan memekakkan telinga. Banyak yang menjerit histeris seiring dengan suara benda terhempas di jalan raya. Getarannya juga cukup kuat, membuat Sunghoon yang sedang berjalan santai sambil mendengarkan lagu dengan headset menghentikan langkahnya. Ia melihat orang disekitarnya berlari panik ke satu arah. Memilih mematikan lagunya, ia mengikuti kemana orang-orang itu berkerumun.

  Saat sampai ditujuannya, dapat dilihat pemandangan mengerikan didepan sana. Sebuah truk yang bagian depannya hancur setelah menabrak sebuah bus hingga terguling. Sunghoon begidik ngeri lalu memilih melanjutkan jalannya, tidak mau lama-lama menyaksikan kejadian menggenaskan itu.

  Namun sesuatu membuatnya berhenti. Matanya bergetar, tubuhnya terasa panas dan dingin disaat bersamaan. Dengan perlahan, ia kembali membalik tubuhnya. Melihat kembali kearah bus itu dengan takut. Tepat setelah matanya menangkap seluruh kondisi bus itu, tubuhnya merosot kebawah. Kakinya terasa lemas dengan jantungnya yang berdenyut keras. Maniknya memburam karena air mata yang tertahan.

"H-han-na..."




















  -20 DESEMBER 2020-

LET ME INWhere stories live. Discover now