9. Rubah Kecil

2 1 0
                                    

Seorang gadis duduk di kursinya sambil sesekali menyesap teh. "Saya mencari adik saya," ucapnya.

Senja menyunggingkan seulas senyum tipis dan berkata, "Kamu sebaiknya lapor polisi."

"Saya sudah melaporkannya, tetapi belum membuahkan hasil. Saya pikir, adik saya hilang karena makhluk halus atau semacamnya. Sehari sebelum menghilang, dia mengatakan mempunyai teman baru, tetapi saya tidak tahu siapa temannya," jelas gadis itu memasang wajah khawatir. "Tidakkah Anda tahu di mana dia? Anda roh pikiran berusia ribuan tahun itu 'kan?"

"Saya roh pikiran, tetapi saya tidak bisa membantumu menemukan adikmu. Telusuri setiap tempat dan pahami kata-kata yang keluar dari mulutnya, maka kamu akan temukan di mana dia," jelas Senja lembut. "Kamu bisa pulang sekarang. Cari dan temukan adikmu. Saya yakin dia berada tidak jauh dari rumah. Setelah menemukannya, datang ke sini lagi. Saya ingin mendengar ceritanya."

"Baiklah, saya permisi, Nona Senja." Gadis itu undur diri dengan tangan kosong. Dia menatap kedai teh milik Senja selama beberapa detik sebelum pergi dari sana.

Gadis itu kembali ke rumah dengan raut wajah sedih. Dia ingat dengan jelas saat adiknya mengatakan dia bertemu dengan teman baru. Namun, karena tidak melihat siapa teman yang dimaksud adiknya, dia tidak percaya dan berkata bahwa adiknya hanya berimajinasi.

"Ansel, kamu di mana?" lirihnya sembari menatap lurus jalanan depan rumah.

Gadis itu menggantung lampu di depan pintu sebagai penerangan bagi Ansel agar tidak tersesat. Dia merapikan tempat tidur Ansel yang sudah tiga hari tidak ditempati. Aktivitas merapikan tempat tidur itu terhenti.

"Bukankah Ansel bilang kalau dia bertemu temannya di hutan belakang?" 

Meninggalkan tempat tidur dan rumah yang bahkan tidak terkunci, dia mengambil lampu yang digantung di depan pintu kemudian melangkah memasuki hutan belakang rumah. Menyibak dedaunan, menghiraukan ranting yang menggores tangan serta akar yang mengganggu perjalanan, dia masuk menjelajah hutan lebih dalam.

"Ansel, kamu di mana?" teriaknya.

"Ansel?!"

"Ansel?!"

Nama adiknya terus dipanggil berulang kali tanpa lelah. Namun, tidak ada sahutan dari sang empunya nama.

"Ansel, kamu di mana? Kakak cemas," lirihnya lemas.

"Kakak...."

Suara itu berdengung di kepalanya. Gadis remaja itu melihat sekeliling. Tidak ada siapa pun di sana, tetapi dia mendengar seseorang memanggil kakak berulang kali.

"Ansel, kamu di mana? Kakak di sini!" teriaknya. Dia tahu jika suara itu adalah milik adiknya.

"Kak Disya, Ansel di dekat pohon besar."

Suara itu terdengar jelas. Gadis remaja bernama Disya itu bergegas mencari pohon besar.

"Apa ini pohonnya?" tanyanya mengamati pohon besar di hadapannya. "Tapi di mana Ansel?"

"Kak Disya, tolong!"

Disya mendongak, seorang anak laki-laki tergantung dengan tangan mencengkram ranting pohon erat.

"Lepaskan saja pegangan tangannya. Kakak akan tangkap kamu," ucap Disya dengan tangan yang dibuka lebar.

Anak laki-laki itu melepaskan pegangannya dari ranting pohon. Disya berhasil menangkapnya dengan selamat.

"Ansel, Kakak mencarimu ke mana-mana. Bagaimana bisa kamu berada di atas pohon itu?" tanya Disya tidak sabaran.

"Ansel mau ambil buah untuk teman Ansel, Kak," jawab Ansel.

"Teman? Sekarang dia di mana?"

Ansel menunjuk ke sebelah kiri. Disya mengikuti arah jari telunjuk Ansel. Seorang gadis kecil dengan telinga dan ekor terlihat memeluk banyak buah. Dia mendekat pada Ansel dan Disya lalu menyerahkan buah itu pada Disya. Setelahnya, dia kabur meninggalkan kedua kakak beradik itu begitu saja.

"Kenapa dia kabur?" tanya Disya heran.

"Namanya Rosella, Kak," ucap Ansel yang sama sekali tidak menjawab pertanyaan Disya.

"Kamu main dengan Rosella sampai lupa waktu?" Disya menoleh pada Ansel dengan tampang serius.

"Ansel bermain dengan Rosella selama tiga jam, Kak," jawabnya jujur.

Disya mengernyit heran. Dia menghiraukan fakta bahwa tiga jam waktu bermain Ansel bersama Rosella itu adalah tiga hari.

"Ayo kita pulang," ajak Disya dibalas anggukan dari Ansel.

Sesampainya di rumah, Ansel langsung tertidur di kasurnya. Disya memikirkan Rosella, gadis kecil dengan telinga dan ekor yang bermain bersama Ansel. Saat dia memberikan buah padanya, tangan secara tidak sengaja tangan mereka bersentuhan. Saat itu dia dapat melihat kehidupan Rosella.

Dia adalah siluman rubah yang hidup bahagia bersama orang tuanya. Namun, kebahagiaan itu tidak berlangsung lama. Rumahnya terbakar yang membunuh semua anggota keluarga di rumah itu. Rosella yang sedang bermain selamat dari kebakaran itu.

Rosella yang sendirian dirawat oleh seorang nenek yang juga hidup sendiri. Nenek hidup tenang dan damai bersama Rosella. Hingga suatu hari, nenek itu meninggal. Rosella kembali sendirian, dia berjalan tanpa arah tujuan guna mencari dan menemukan teman yang dapat bermain bersama. Rosella hanyalah rubah kecil kesepian yang menginginkan seorang teman.

***

"Ansel, bangun. Ikut Kakak yuk," ajak Disya membangunkan Ansel yang masih bergulung dalam selimut.

Ansel bangun lalu mengucek mata. "Ke mana, Kak?" tanyanya.

"Kita makan kue dan minum teh di sebuah kedai," jawab Disya.

Ansel menjawab dengan semangat, "Mau, Kak. Kita ajak Rosella juga, ya, Kak?"

"Iya, kita ajak Rosella nanti," jawab Disya sembari mengelus pelan puncak kepala Ansel.

🍃 Selesai 🍃

Kedai Teh Senja [KumCer] ✓Where stories live. Discover now