blue and grey but it turns white

8 2 0
                                    

Pernah menaruh perasaan diam-diam terhadap seseorang, belum?
Pernah merasa kesal karena cemburu pada seseorang yang entah mengenal kita atau tidak, belum?
Pernah tidak kau berfikir kalau, memilikinya itu sesuatu hal yang jauh dari kata mustahil. Dia nyata tapi tak bisa kau gapai. Dan dirimu bagaikan ada dan tiada.

Kalau kau pernah, selamat. Kau termasuk seseorang yang kuat.

Menatapnya dari jauh adalah sebuah kebiasaanmu. Berubah menjadi stalker handal adalah rutinitasmu.

Kau pun tak tahu kapan semuanya akan berhenti. Entah kau yang sengaja berhenti, atau terpaksa berhenti.

Syukur-syukur kalau ia tahu perasaanmu, dan berniat memberi kesempatan untuk menetap. Tapi, kalau tidak? ya.. Itu memang konsekuensi dari menaruh harapan pada seseorang.

Aku beritahu kisah seorang gadis. Cantik sekali, tapi ia selalu rendah diri. Rambut panjang sebahu nya selalu menari-nari bila di terpa angin. Tawanya merdu sekali bila di dengar. Senyum nya juga diam-diam memikat para kaum adam.

Hanya satu yang kurang. Budak cinta. Iya. Bucin. Ia terlarut pada perasaan gamang antara sebuah rasa atau obsesi. Semuanya abu-abu. Obsesi diam-diam pada sesosok lelaki populer di sekolahnya.

Jajaran anak kesayangan guru, Presiden sekolah. Kapten klub Basket, Aktif ekstra kulikuler paduan suara. Semuanya terlihat sempurna bagi seorang Biru.

Ia dambaan semua orang. Ramah. Sangat ramah. Pintar semua bidang tak usah ditanya. Intinya, calon menantu idaman banget, kan?

Terlalu mustahil untuk disebut manusia ‘normal’. Semuanya terlihat imajinatif namun nyata disaat yang bersamaan. Ketika dunia menampakkan eksistensi seorang Biru, ia definisi dari “Sempurna”.

Dan disinilah, Tamara. Terduduk di jajaran atas tribun sekolahnya. Menonton Biru dan teman-temannya yang sedang latihan basket.

Tak ada yang menghiraukan Tamara. Karena memang lapangan indoor sekolahnya luas sekali. Tak sempat memperhatikan sudut-sudut lapangan. Kepalamu akan pening saking luasnya.

Tamara hanya diam memangku dagunya khidmat. Tatapannya tidak lepas dari seorang Biru.

Ya Tuhan. Kenapa kau bisa ciptakan makhluk sesempurna dia?

Saking senangnya melamun, ternyata kegiatan klub basket nya sudah selesai tiga menit lalu. Dan disini lah Tamara. Masih terdiam dengan bayang-bayang wajah Biru yang sangat sulit untuk di lupakan begitu saja.

Saat ia sudah di area lapangan hendak menuju keluar, ia menangkap sesosok siluet yang sangat ia kenali.

Perasaannya campur aduk. Jangan sampai dia orang yang selalu Tamara idam-idamkan?!. Tamara tidak akan sanggup barang melihatnya dari dekat.

Saat langkah Tamara semakin mendekat, Sesosok siluet didekat pintu itupun berbalik badan. Menangkap eksistensi lain yang ada di lapangan indoor sekolahnya ini. Tatapannya dingin dan tidak seperti tatapan yang ia biasanya ia beri pada orang lain. Menyeramkan kalau dilihat langsung.

Sontak Tamara menghentikan langkahnya. Karena mata miliknya menyiratkan Tamara untuk menghentikan langkahnya.

Hal ini memang hal yang diidam-idamkan seorang Tamara. Dihampiri pujaan hati tanpa alasan apa-apa. Biru berjalan mendekat. Tatapannya tak lepas dari diri Tamara. Seperti menerka-nerka apa saja yang ada ada diri Tamara.

Ia berhenti melangkah. Kami hanya berjarak sekitar satu meter. Jangan ditanya kondisi jantung Tamara seperti apa. Rasanya, seperti naik wahana histeria. Apa jangan-jangan lebih dari naik wahana histeria, ya? Yang jelas, Tamara keringat dingin.

sweeteensTahanan ng mga kuwento. Tumuklas ngayon