2: December

952 193 17
                                    


Memasuki pertengahan bulan Desember salju masih bisa dilihat turun melapisi permukaan bumi. Potongan-potongan bunga putih yang indah itu membawa kebahagiaan bagi segelintir orang yang jatuh hati dengan musim dingin. Sementara sebagian terdengar mengeluh karena mobilitas mereka yang harus terhambat.

Jeongin disini, menjadi pihak yang mencintai butir-butir kecil yang cantik itu. Bibirnya menyunggingkan senyum meski terasa sulit karena hawa dingin membuat wajah seakan menjadi beku. Tapi Jeongin tidak memusingkan hal itu, diambilnya langkah lebar tanpa takut terpeleset karena sang Bunda sudah menyiapkan sepatu dengan alas yang sudah disesuaikan.

Teman-temannya menyapa dengan senyum hangat. Ya, beberapa bulan berlalu dan Jeongin mengalami perubahan yang cukup drastis dalam lingkar pertemanannya. Suatu hari Felix menceramahinya habis-habisan tentang bagaimana ia harus lebih terbuka terhadap sekitar.

Felix bilang bahwa semakin banyak teman maka semakin bagus, dan Jeongin menurut saja dengan anggukan polos. Dia mulai mencoba berkenalan dengan teman-teman lain, terimakasih kepada Felix yang sudah bersedia menjadi jembatannya.

"Jeongin!"

Si manis menoleh, kepalanya bergerak kesamping guna mendapati sosok kakak kelas yang akhir-akhir ini gencar mendekatinya. Jeongin tidak tahu pasti ada modus apa dibalik sikap ramah sang kakak kelas, tapi memang pada dasarnya Jeongin itu polos, maka dia tak mau ambil pusing akan hal itu.

"Coklat untuk hari yang dingin?" Pria itu, Bangchan, mengulurkan sebatang coklat dengan bungkus berwarna emas dari kantung coatnya. Tanpa ragu menyodorkannya kearah Jeongin.

"Kak, nanti aku gendut, kakak terlalu sering menawariku coklat." Ujar Jeongin menolak halus.

"Oh, hahaha, Jeongin, aku suka kalau pipimu semakin gembul! Ayo makan lebih banyak."

Jeongin hanya bisa tersenyum hambar ketika si kakak kelas mencubiti pipinya gemas. Sejujurnya ia risih, tapi untuk menolakpun rasanya tak nyaman. Dia tidak ingin membuat Bangchan tersinggung.

Manik rubahnya mengalihkan atensi pada sosok tinggi nan tampan yang tengah bersandar di sudut dinding. Pria itu terlihat serius dengan buku di genggaman tangan sementara satu tangannya dimasukkan ke dalam celana.

Hwang Hyunjin.

Banyak hari sudah terlewat semenjak kejadian di lab Biologi. Hubungannya dengan si pria misterius semakin memburuk. Kalau boleh jujur sebenarnya Jeongin yang sengaja menjauh, ia agak kesal dengan tingkah aneh Hyunjin. Boleh saja marah karena praktikum waktu itu menyangkut nilai mereka, tapi tidak harus menyakiti Jeongin juga kan?

Si manis gelagapan saat manik tajam pemuda Hwang menatap matanya. Dingin, auranya begitu mendominasi hingga membuat Jeongin melemah, kakinya seperti jelly dan seluruh persendiannya terasa kaku. Ia seperti takluk dibawah tatapan itu, padahal Hyunjin sama sekali tidak melakukan apapun.

Ocehan-ocehan panjang lebar dari Bangchan tidak dia dengarkan, otaknya hanya berpusat pada satu makhluk bervisual dewa yang juga tengah menatapnya.

"Jeongin, hey, kamu oke?"

Goyangan telapak tangan kakak kelas di depan wajahnya menyadarkan Jeongin. Si manis mengangguk kikuk, merasa konyol dengan dirinya sendiri.

"Uh, apa dia gak kedinginan cuman pakai seragam tipis kayak itu?" Gumamnya pelan.

"Uh, apa dia gak kedinginan cuman pakai seragam tipis kayak itu?" Gumamnya pelan

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.
YOUR BLOOD • HyunJeong ✔Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang