4 - Kesan pertama

37 9 7
                                    

"Arsen! Jadi lo sama Bunda kenal karna Bima? Sejak kapan?"

Tanpa diduga aku malah mengintrogasi kedekatan Arsen dengan bunda. Bunda tak kunjung kembali setelah mengatarkan banyak kue yang ia persembahkan untuk Arsen dan menyuruhku untuk tetap disini menemani Arsen. Sepertinya sudah waktu jam makan siang, jadi toko roti semakin ramai. Di lantai atas pun kini kursi telah terisi oleh beberapa pengunjung.

"Udah tiga bulan."

hampir setengah jam aku menemani Arsen, ia tak begitu banyak bicara, hanya menanyakan bagaimana kabar Ellena dan Bima, setelahnya hanya aku yang bertanya dan ia menyauti seadanya.

'Tipe yang gak suka basa-basi, gua pergi aja kali ya?'

"Arsen, gue tinggal gak pa-"

Belum sempat aku menyelesaikan ucapanku, kini datang dua orang wanita yang mendekat kearah meja kami, sambil menatap kearah kami penasaran.

"Loh, Arsen ya?! Arsen Alta bener kan?!" Tanya salah satu wanita itu heboh. Karenanya, kini banyak pasang mata menatap kearah kami penasaran, mencari kebenaran apa Arsen Alta sedang makan disini.

Sebenarnya sedari tadi kami aman-aman saja duduk disini, letaknya agak terpojok jadi tidak banyak orang yang akan menyadari keberadaan Arsen. Apa karena tadi aku memanggil Arsen terlalu kencang ya?

"Wahh, iya ini Arsen! Perempuan ini siapa, Sen? pacar kamu ya??"

Loh-

"Eh, bu-bukan bukan, Mbak!"

Aku menatap Arsen menuntut, memintanya untuk memperjelas keadaan karena kini terlihat kerumunannya semakin ramai, takut-takut malah menimbulkan gosip tidak benar tentang ku nantinya.

Arsen menatapku sekilas, lalu ia tersenyum simpul kearah kerumunan yang semakin bertambah.

"Hanya teman." Jelas Arsen singkat.

"Arsen minta foto dong!"

"Arsen boleh tanda tangan disini?"

"Gue duluan yang foto sama Arsen!"

"Sen, katanya masih deket sama Clara ya? Kalian pacaran?"

"Perempuan ini beneran cuma temen kamu, Sen?!"

Begitu banyak pertanyaan yang diajukan membuatku semakin pusing mendengarnya, padahal berbagai pertanyaan itu ditujukan untuk Arsen. Khawatir melihat keadaan yang semakin ramai dan tidak karuan aku memberanikan diri untuk berdiri dan mulai membuka suara.

"So-sorry, tapi Arsen masih ada jadwal setelah ini." Kataku yang kini membelah kerumunan dan menarik Arsen keluar dari sana. Aku merasa sedikit bertanggung jawab karena mungkin penyebab orang-orang menyadari keberadaan Arsen adalah karena aku. Seharusnya aku tadi tidak menyebut namanya terang-terangan.

Agak sulit membawa Arsen keluar dari sana, bahkan begitu kami berhasil sampai di lantai satu malah semakin banyak orang berkumpul karena penasaran. Beberapa pegawai membantu ku membelah kerumunan, walaupun mereka juga terlihat kebingungan tidak tahu apa yang sedang terjadi. Aku membawanya sedikit berlari kearah mobil yang aku ketahui merupakan milik Arsen.

'Tunggu- kenapa gue kayak pengawal gini?'

"Lo cepetan masuk dong, buruan!" Kataku yang juga ikut masuk ke dalam mobil Arsen.

Tidak-tidak, bukan aku yang masuk sendiri. Arsen yang sedikit mendorong ku untuk masuk kedalam dan tanpa aku sadari aku sudah duduk disebelah kursi kemudi.

'Kenapa gue ikutan masuk?'

"Eh, tunggu! Kok gue ikutan masuk?!" protesku begitu Arsen telah menduduki kursi kemudi.

"Makin rame." Jelas Arsen, lalu melajukan mobilnya cepat dan keluar dari toko roti. Ntah kemana tujuannya, yang jelas kami terdiam beberapa saat, lebih jelasnya aku yang terdiam karena sedikit mengalami shock.

'Gimana kalo ada gosip gak baik soal gue?'

Kekehan kecil Arsen menyadarkan ku dari lamunan, ku alihkan pandangan ku ke arahnya.

'Senyumnya ganteng banget...'

Eh- apa sih aku. Bukan saatnya aku terlena seperti ini.

"Kenapa lo ketawa?"

"Muka lo tadi, se kaget itu?" Balasnya masih terkekeh kecil.

Ya menurut dia saja, kira-kira kenapa wajah ku panik dan bingung seperti tadi.

"Kalo ada berita gak jelas, lo harus tanggung jawab!" Kataku jujur pada akhirnya, karena sedari tadi itu yang aku takutkan.

"Ya, tenang aja."

"Turunin gue di depan."

Bukannya memperlambat laju kecepatan mobil, Arsen justru melajukannya semakin cepat. Aku menatapnya panik, meminta penjelasan.

"Ada yang ngikutin, nanti aja di depan."

Ku alihkan pandangan ku ke belakang mobil, benar saja ada mobil berwarna putih yang sedari tadi mengikuti kami, lebih tepatnya mengikuti Arsen. Aku yang tidak pernah merasakan hal ini sedikit panik, rasanya seperti dikejar-kejar oleh penagih hutang. Apa Arsen sudah biasa menghadapi kondisi seperti ini?

Arsen menatapku sekilas, sepertinya ia sadar dengan kepanikan ku. Ia berusaha menenangkan ku dengan mengatakan tidak akan terjadi apapun, tidak ada yang perlu di khawatirkan. Mereka tidak akan mampu mengikuti terus.

'Ya gak papa kalo lo sendiri di mobil ini.' sebalku dalam hati.

Hingga akhirnya semakin jauh mobil itu tidak terlihat lagi. Sedari tadi kami sama-sama terdiam cukup lama, sampai akhirnya Arsen menghentikan mobilnya di depan bangunan bertingkat empat dan menyuruh ku untuk ikut turun bersamanya.

"Ini dimana?" Tanyaku saat sudah mensejajarkan langkah ku dengan Arsen.

Tempat ini sedikit asing karena memang letaknya bukan dijalanan besar, terlihat seperti daerah pemukiman yang bersih dan sederhana, tetapi diantaranya terdapat rentetan ruko berlantai empat.

"Studio."

___

Hay hayy, gimana ceritanya?

Boleh banget buat kalian yang mau ngasih kritik dan saran untuk penulis amatiran seperti aku, terimakasii banyak^^

True ScandalTahanan ng mga kuwento. Tumuklas ngayon