Cerita 63

14.7K 856 9
                                    

Resiko mengajak Nadia menginap memang selalu membuat Ara menyesal, tidak di kost tidak di apartment Andra gadis itu selalu saja banyak bicara. Apa saja bisa di dijadikan topik. Mulai dari kucing yang entah kemana saat banjir atau populasi gajah di afrika, semuanya di bahas. Karna tidak punya pilihan lain, maka Ara dengan lapang dada harus terima semua ocehan dan kebawelan Nadia sepaket dengan orangnya. Ara heran, kenapa dia betah dengan Nadia?

"pak Andra gak pernah komentar masakan lo ya?" Ara memasak kari ayam untuk makan siang Nadia selepas kuliah, Ara sendiri lebih memilih makan mie instan cup karna tidak terlalu lapar. Mereka makan di meja makan yang tidak jauh dari dapur.

"gak dong" Apapun yang Ara masak, Andra selalu makan dengan baik. Tidak pernah komentar yang tidak-tidak, yang membuat Ara berujung sakit hati dan badmood masak.

"Tapi ini potongannya acak adul banget Ra"Ara memang tidak pernah mencoba masakannya bila itu adalah kari, karna tidak seperti suaminya. Ara justru tidak terlalu suka kari, entah karna apa, Ara juga bingung. terakhir ia makan Ara merasa mual. Tapi soal potongan, Ara memang tidak begitu peduli. Toh, yang makan Andra bukan Mira.

"jangan kaya mertua gue deh lo"  Nadia nyengir, lalu kembali menyuap nasi ke mulutnya.

Dua hari sudah Andra di surabaya, selama itu pula Ara dibuat pusing dan kesal karna Andra menelponnya hampir tiap detik, jika Ara sudah di rumah. Iya karna Andra tau jam kuliah Ara.

"Lo mau baikan sama mertua lo?"  kata baikan agak terdengar aneh, Ara tidak tau jenis hubungan yang dia dan Mira punya. Yang jelas, Mira tidak suka padanya karna berfikir Calista lah yang seharusnya menikah dengan Andra.

"gimana caranya? bunuh Calista gitu biar gak ada lagi yang bisa di banggain selain gue?"  celetuk Ara asal, tidak melihat wajah Nadia karna fokus pada mie-nya. Kalau Andra liat dia makan mie lebih dari dua kali sehari pasti ia di ceramahi. Ara sudah tiga kali makan mie minggu ini.

"iya abis itu lo jadi narapidana, emang pak Andra masih mau sama pembunuh?" Ara justru tertawa, membayangkan hidupnya yang punya konflik seperti sinetron.

"coba lo datengin mertua lo, minta diajarin masak atau rutin kunjungin dia. Kasih yang dia suka. Lama-lama juga luluh" ara tidak seberani itu, memberikan apa yang Mira suka? kalau Mira sukanya barang-barang mewah? Ara harus apa? Andra memang kaya, tapi bukan berarti Ara bebas minta apapun.

"kalo dia sukanya tas hermes? chanel? atau merk mahal lain, gue harus gimana?" 

"ya minta sama suami lo, atau lo ngepet aja, ngapain kek biar lo bisa"  ingin sekali Ara menepuk bibir Nadia dengan wajan di belakangnya.

"gak bisa bego"

Nadia sudah selesai makan, satu kakinya naik diatas kursi menunggui Ara selesai minum.

"atau lo ajak dia ngobrol, apa yang dia suka, apa yang bikin dia tertarik buat ikut campur" kata Nadia lagi, Ara berfikir sejenak.

"obrolin Calista? pasti tertarik dia"

"gak begitu juga cerdas!"  lalu apa? silahkan saja salahkan Andra yang tidak memberikan mereka waktu untuk saling mengenal lebih jauh. Andra menolak menunggu lama untuk menikah dengan Ara

"emang Calista secantik apa sih? cantikan dia atau lo? Atau gue? Atau bu Naomi?"  alis Ara hampir bertaut, kenapa nama Naomi turut tersebut?

"kalo di bandingin sama lo atau gue ya cantikan kita dong" Ara Nadia tertawa bersama, menikmati obrolan yang lebih mengarah ke ghibah dengan ringan.

"kalo sama bu Naomi"? Ara menggeleng pelan "gak tau, imbang kali" lalu mereka tertawa lagi.

Bel pintu apartment Ara terdengar, jam telah menunjukkan pukul dua siang. Siapa gerangan yang bertamu saat siang sedang bolong-bolongnya?

"siapa?"

"gak tau kan belum gue buka" Ara melangkah buru-buru, membuka pintu cerdas apartment Andra dan menemukan Mira berdiri dengan tampang datarnya. Mira tau Andra sedang di surabaya, pasti ada sesuatu yang akan terjadi.

"ngapain kamu berdiri disitu? minggir saya mau masuk" Ara gelagapan, buru-buru menyingkir tepat saat itu Nadia juga menghampiri mereka.

"siang tante" sapanya kaku yang tidak di tanggapi oleh Mira, mertuanya itu langsung duduk di sofa.

"Lo tunggu di cafe bawah dulu deh Nad" Ara tidak akan mau membuat Nadia menyaksikan bagaimana sikap Mira padanya. Untungnya Nadia tidak protes, ia mengambil tas selempangnya lalu pamit pada Mira yang hanya di balas tatapan tanpa ekspresi. Perempuan setengah baya itu menuju dapur.

"Kamu sama temen kamu kalo abis makan jorok banget sih, berantakan gini meja apartemen anak saya" Ara meringis, bekas makannya dan Nadia memang belum sempat di bereskan. Belum lagi cup mie yang tergeletak diatas meja.

"Jangan stok mie disini, Andra gak suka makan mie instan begitu. Kalau kamu mau makan, makan diluar aja" Ara memejamkan kedua mata, berusaha bersabar untuk kesekian kalinya, lalu membersihkan meja dengan cepat, bahkan mencuci piring saat itu juga membiarkan Mira berkeliling.

"Kamu gak belanja?" Tanya Mira yang sedang berdiri di depan kulkas yang terbuka.

"Belum sempat ma" Ara selesai kuliah selalu sore, baru hari ini ia sampai rumah siang. Rencananya Ara akan belanja nanti malam di temani Nadia

"Gak sempat? terus kamu kapan sempatnya? pas Andra pulang terus mau makan gak ada apa-apa?" Nada sinis Mira amat menyebalkan di telinga Ara.

Sabar ra

Exhale, inhale

"Gak ma, nanti malam rencananya aku mau belanja" Mira menutup kulkas, membuka pintu di bagian lain dapur tempat pakaian kotor tersimpan, Ara tanpa sadar kembali meringis. Ada baju yang belum dicuci serta sprei dan selimut yang juga belum di cuci.

"Kamu jadi istri bisanya apa sih? kebiasaan buruk kamu di kost jangan dibawa di rumah ini. Anak saya itu cinta kebersihan, jangan numpuk pakaian begini dong" dan masih banyak omelan lain, sampai Mira pulang satu jam kemudian.

Satu jam, Mira habiskan hanya untuk mengomeli Ara dan mengomentari apa saja yang dia lihat, Ara bukan tidak bisa melawan, Ara cuma berusaha menahan diri. Ia sadar hubungannya sudah buruk. Jika kali ini Ara melawan lagi, Mira pasti akan tambah marah.

Ara bukan tidak mencuci, hanya belum sempat. Kuliah Ara bukan hal yang bisa Ara sepelekan belakangan ini. Lagipula baju kotor itu tidak banyak, dan soal debu di lantai rasanya hampir setiap malam Ara menggunakan vacuum untuk membereskan itu.

Nadia masih dibawah, Ara malas untuk turun setelah hatinya di siksa habis-habisan, di minta bersabar terlalu sering Ara tidak sanggup. Yang di lakukan sejak sepuluh menit lalu hanya menangis di depan smart tv yang menyala.

Andra cari istri yang bisa ngurus dia, bukan nyusahin kaya kamu. Kalo kamu gak bisa urus rumah tangga menyingkir, Calista siap gantikan kamu.

Ara tambah menangis mengingat kalimat terakhir Mira, apa sih yang ada pada Calista? kenapa Mira begitu memuja penghianat itu?

Dering ponsel ara terdengar, nama kali(aja)andra tertera di layar

"Halo?" ucap Ara setelah berdehem, berharap suaranya tidak serak.

Mama udah pulang?

"Kok kamu tau mama kesini?"  apa jangan-jangan Mira sudah izin ke Andra sebelum datang kesini?

Saya telpon kamu tadi, tapi gak di angkat. Jadi saya telfon Nadia, katanya dirumah ada mama.

Ara diam sebentar, karna terlalu fokus pada Mira ia sampai tidak dengar bunyi ponselnya.

"iya, udah pulang kok"

Mama bilang apa? Ingin sekali Ara mengadu, memberitahu Andra betapa menyebalkannya Mira yang terus mengoceh dan mencari-cari kesalahan Ara walau sekecil kutu.

"gak ngomong apa-apa, udah gak usah di bahas" pada akhirnya, Ara hanya bisa menyimpannya sendiri.

Saya usahakan pulang cepat, kerjaan tinggal dikit lagi kok. Saya usahakan

Ara mengangguk lalu kembali menangis, apa Ara harus bertemu Calista dan menyuruhnya memberi pengertian pada Mira?







Vote? Follow? Thanks 🥰

STRUMFREI✓Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang