Tiga Puluh

13 6 0
                                    

Mobil berhenti, mengikuti arahan lampu merah di perempatan jalan. Mengetuk jemarinya bosan di atas bangku mobil, Tania menatap keramaian di luar sedikit enggan. Memperhatikan salah seorang pejalan kaki, awalnya ia merasa biasa saja, namun perlahan terasa aneh ketika ... tatapan takut yang disembunyikan berhasil ditangkap olehnya.

Senyum kecut terukir tanpa diminta, ngilu rasanya ketika menjadi salah satu alasan di balik ketakutan seseorang.

"Kau tahu?" suara Lidya memecah keheningan, menarik perhatian semua orang termasuk sang pengemudi.

"Ada dua tipe, yang takut identitasnya terungkap, dan takut akan titah Darren."

"Titah Darren?" tanya Tania penasaran.

Lidya mengangguk. "Manusia semakin naif seiring berjalannya waktu, namun mereka juga semakin pandai."

"Jika aku menjadi mereka, aku lebih memilih bersekutu dengan mutan dan makhluk mitologi. Membentuk peraturan pembatas, lalu hidup tentram bersama," celetuk Kevin.

"Desas-desus bahwa Darren akan ikut menjadikan mereka bahan eksperimen jika tidak mendukung, adalah alasannya." Jelas Lidya membawa kejutan baru untuk mereka semua.

"Kejam sekali manusia yang satu itu!" ketus Tania tidak terima.

Perlahan, mobil maju melanjutkan perjalanan, begitu lampu merah berubah warna menjadi hijau. "Kau tahu soal itu dari mana?" tanya Leo curiga dari kursi kemudi, matanya memicing menatap Lidya melalui kaca spion tengah.

Gadis itu terkekeh kecil, ujung jarinya naik mengetuk sisi kanan kepala. Mengejutkan, karena hal itu berhasil membuat mobil berhenti mendadak, hingga tubuh mereka terlempar sedikit ke depan. Mobil di belakang juga jadi ikutan berhenti.

"Kenapa lagi?" tanya Aru ketus.

"Tidak, tadi ada binatang lewat." Jawab Leo kentara terdengar gugup, bahkan ia terus melirik ke arah Lidya. Padahal gadis itu tengah memasang wajah lugu, terlihat bingung akan reaksi Leo yang berlebihan.

Leo kembali menancap gas, berusaha mengenyahkan pikiran buruk yang semakin berkecamuk di dalam ketiga pikirannya.

[]

"M-menjual mereka?" tanya Leo gugup.

"Ya, agar masalahnya cepat selesai dan tidak mengakar ke mana-mana." Jawab Pak Akbar dengan suara beratnya.

"Bukankah itu justru akan menimbulkan masalah baru? Joko mungkin akan mengirim lebih banyak orang untuk mencari—"

"Mereka? Bocah ingusan yang tidak tahu apa-apa itu?" potong Pak Akbar dingin dan remeh.

"Pak, kita sudah berada di ambang kehancuran. Jika menjual mereka ke Darren, tidakkah itu ...." Tatapan tajam yang menghunusnya bak pedang, berhasil membuat nyalinya menciut.

"Baiklah. Akan segera saya laksanakan," cicit Leo, kemudian melangkah keluar.

[]

"Leo akan menjual kita ke Darren," bisik Lidya ke dalam benak teman-temannya.

Mereka semua saling melempar pandangan.

Ia kemudian memandang Aru. "Kendalikan setirnya, aku akan berusaha mengendalikan orangnya."

"Biar Nathan saja," celetuk Aru, lalu dibalas anggukan olehnya beberapa saat kemudian.

Lidya kali ini menatap Nathan, ia mentransfer seluruh isi pikiran Leon padanya, dan membiarkan pemuda itu bertindak sesuka hatinya.

"Sekarang!" komando Aru.

Setir perlahan bergerak ke kanan, dengan tangan Leo yang masih mencengkeram erat—berusaha mengendalikan arah, namun tak kunjung berhasil.

Hal yang sama terjadi pada salah satu kepalanya, yang penasaran dan akhirnya menoleh ke belakang. Nathan langsung melayangkan tatapan setajam elang, guna mengendalikan atau memanipulasi isi pikiran Leo agar berganti pihak dan mengantar mereka ke Laboratorium, seperti rencana awal.

Tangan Aru yang awalnya terangkat, perlahan kembali turun. Pegangan Leo pada setir kemudi mulai merileks, pandangannya juga perlahan terlihat kosong ....

"Oh, oh, biar aku yang ambil alih pikirannya," sahut Lidya sedikit panik.

"Tidak usah, kau akan kewalahan mengendalikan tiga pikiran sekaligus!" tolak Nathan acuh tak acuh.

"Kalau begitu, serahkan yang utama. Aku harus menggali informasi lebih," ujar Lidya bersikeras.

Nathan menatapnya sedikit bimbang, namun akhirnya mengangguk setuju. "Bersiaplah."

Lidya mulai memfokuskan pandangan dan seluruh pikirannya pada Leo. Perlahan namun pasti, ia mulai menyelam masuk ke dalam pikirannya.

[]

"Laboratorium Barat, sebar semua hasil sampel dan sumbernya. Aktifkan keamanan tertinggi, jangan sampai ada yang masuk."

"Baik, Pak." Pemuda dengan balutan jas hitam itu membungkuk kecil lalu melangkah pergi, menuruti perintah tuannya.

"Mereka siapa yang ayah maksud?" tanyanya dengan napas memburu.

"Legenda Krushter."

Tubuhnya bergerak gelisah, tangannya naik melonggarkan cekikan dasi di kerah kemeja. "Mereka?" tanyanya gugup.

"Ayah ingin kau cepat-cepat menyingkirkan mereka, apa pun dan bagaimanapun caranya."

"Kenapa harus aku?"

Pak Akbar menatapnya tajam, "Kau yang memulai semuanya, membuat situasi semakin runyam. Bertindak gegabah, dan menggagalkan rencana Ayah. Kau harus bisa bertanggung jawab, itu titah."

Pak Akbar beranjak dari duduknya, pergi keluar ruangan meninggalkan anak semata wayangnya itu, Darren. Bersama salah satu sekretarisnya, Leo.

"J-jadi, apa yang har—"

"Diamlah!" bentak Darren kesal.

"Bawa mereka ke Laboratorium Utama, kirimkan agen terbaik. Kawal mereka masuk ke dalam, sebisa mungkin jangan sampai mereka membaca gerak-gerik kita. Detailnya akan kuberikan lewat email, kau boleh pergi."

Leo membungkuk hormat, lalu mengundurkan diri.

Pria itu benar-benar menyeramkan.
Begitu batinnya.

[]

Tubuhnya tersentak, sehingga Tania buru-buru merengkuhnya. "Apa yang kau temukan?"

"Tujuan kita ke Laboratorium Barat," jelasnya dengan napas tersengal.

Nathan tanpa pikir panjang kembali mengutak-atik isi kepala Leo. Memastikan bahwa orang itu benar-benar ada di bawah kendalinya, dan tidak akan memberontak—ya, setidaknya tidak dalam waktu dekat.

Rencana awal di benak Leo adalah mengantarkan mereka ke Laboratorium Utama alih-alih ke Laboratorium Barat. Jika ia tadi tidak berhasil mendapatkan kejelasannya, mungkin mereka benar-benar akan berakhir di sana.

Setelahnya ia menghubungkan mind link sesama makhluk mitologi, dan mulai menjelaskan keadaan sesingkat mungkin juga arahan akan apa yang harus mereka lakukan selanjutnya.

[]

To Be Continued

Jangan lupa untuk mengklik vote dan komen ya, karena author pasti ga sabar untuk ketemu kalian lagi👍🏻

See u next part🌷

FATE OF LIFE (END)Where stories live. Discover now