Dua Puluh Lima

9 6 0
                                    

"Keluarga Dirga, Keluarga Arkan, Keluarga Junaedi ...."

Kayla yang sedang mengabsensi para anggota dari keluarga masing-masing, mendadak berhenti karena untuk yang kesekian kalinya hari ini pintu masuk gudang besar kembali terbuka.

Ia mengembuskan napas lega melihat kedua temannya akhirnya datang setelah menjadi orang yang paling ditunggunya sedari tadi. Kayla mencampakan ponsel miliknya, dimatikannya benda pipih itu lalu disimpan.

Ia berjalan mendekat ke arah mereka kemudian bertanya, "Apakah kita sudah siap berangkat?"

"Ibumu belum tiba. Bibi Atika, kan?"

Jantung Tania berdebar lebih keras dari biasanya, cemas dan panik menyerang di saat yang sama. "Sudah berapa lama kalian menunggu?"

"Hampir satu jam sebelum kalian tiba," jawab Kayla setelah melihat jam tangannya.

Angin kembali berembus masuk, namun kali ini bersamaan dengan gemuruh di langit. Beberapa burung masuk ke dalam, sama halnya dengan sepasang rusa. Mereka mendekat ke arah Tania yang berdiri di dekat pintu.

"Bagaimana dengan Ibu?" tanyanya tanpa bisa menyembunyikan rasa cemasnya.

"Mobil? SUV?"

"Arah selatan? Bagaimana bisa?"

"A-apa?"

"Kenapa?" tanya Kayla jadi ikut cemas.

"Sesuatu terjadi!" jawab Tania dengan suara bergetar, rusa jantan di depannya berlari keluar dan ia segera mengikutinya.

Rusa itu mengarahkan mereka ke dinding pembatas antara gudang terbengkalai tempat mereka berkumpul dan pemukiman kecil di sebelahnya. Ada sebuah mobil dengan kondisi mengenaskan di situ, bagian depannya rusak karena menghantam dinding. Namun, tidak ada siapa-siapa di dalam sana.

Tania yakin itu mobil milik sang ibu, tapi di sisi lain ia juga merasa ada yang janggal. Ia melempar pandangan tanya pada Kayla, memastikan bahwa bukan hanya dirinya yang merasa aneh. Pandangannya juga ikut bertemu dengan mata Reza, jadilah sekarang mereka bertiga saling tatap.

"Kau yakin ini milik ibumu?" tanya Reza.

"Kalau yakin ini milik ibuku, maka tidak." Jawab Tania jujur.

"Mari kita kembali saja. Firasatku tidak enak," sahut Kayla.

Reza dan Tania mengangguk setuju. Tepat saat ketiganya akan melangkah pergi, sebuah helikopter terlihat terbang mendekat, bahkan memaksa mendarat walau tempatnya sangat tidak memadai.

Ketiganya tetap berdiam diri, mempertahankan posisi karena mengira itu orang-orang Pak Joko, atau malah beliau sendiri.

Begitu helikopter itu mendarat, semua orang langsung berhamburan keluar, ingin melihat apa yang sedang terjadi. Mereka semua menunggu, entah tentang matinya transportasi berisik itu dan keluarnya para penumpang yang ada di dalamnya.

Pintu terbuka, senyum terukir di wajah Kayla ketika sadar itu adalah Pak Joko. Secepat terukir, secepat itu pula luntur. Pak Joko sedang dibawa oleh beberapa pria berjas hitam dengan kedua tangannya yang tersampir di belakang, wajahnya juga menyiratkan rasa sakit.

Pak Joko didorong oleh mereka, membuat Tania mengerut kesal. Ia menghampiri Pak Joko dan menanyakan keadaannya.

"Sopan sedikit pada orang tua," desisnya tidak suka setelah Pak Joko dibawa pergi oleh Reza.

"Tak apa, Tania. Mereka berada di pihak kita," jelas Pak Joko lemas.

Tania masih mendelik tidak suka pada para pria berjas itu, hingga akhirnya ia memutus kontak dan kembali berdiri di sebelah Kayla.

FATE OF LIFE (END)Where stories live. Discover now