Dua Belas

30 8 0
                                    

Van dan yang lainnya malam itu masih di dalam pondok, sedangkan Liz tengah keluar mencari bahan makanan untuk makan malam nanti. Mereka menunggunya sembari bersantai, beberapa dari mereka ada yang berlatih kekuatan. Saat itu, Van dan Liz sudah memasang sebuah kubah pelindung, juga sihir yang bisa merekam seluruh kejadian dalam kurun waktu 72 jam sejak diaktifkan. Karena Van khawatir akan terjadi sesuatu pada Liz, maka ia telah mengaktifkan kubah pelindung tersebut.

Saat itu, Liz tengah berjalan pulang dengan santai. Tangannya tengah membawa sebuah tas berisi bahan makanan. Matanya bercahaya, karena ia telah menggunakan mantra nokturnal, agar dirinya bisa berjalan tanpa menabrak pohon atau tersesat.

Begitu tiba di depan pondok tersebut, otomatis Liz langsung membuka pintu. Namun, ledakan kecil terdengar dari belakangnya. Ia terlonjak, dan refleks memutar balikkan tubuhnya. Disaat itu juga, sebuah tali mencekik lehernya kuat. Ia refleks menghantamkan kepalanya ke belakang, tali berubah longgar, dan Liz memanfaatkan hal tersebut dengan menyikut perut dan kepala orang di belakangnya, kemudian melepaskan diri dari jeratan tali tersebut.

Batu permata amethyst miliknya bersinar terang, menandakan sang empunya sedang dalam bahaya. Sehingga tidak butuh waktu lama bagi teman-temannya untuk keluar dari pondok dan menghampirinya.

"Kau tak apa? Apa yang terjadi?" tanya Jess panik.

"Mereka berhasil menemukan pondok ini, satu menyerang. Namun aku tidak tahu mereka ada berapa banyak lagi," jelas Liz dengan napas sedikit terengah.

"Sebaiknya kita perluas dulu jangkauan kubah pelindung, kemudian bentuk formasi satu. Lalu jika terjadi serangan baru kita jalankan strategi," usul Stef yang mendapat respon positif dari yang lainnya.

"Kapan yang lainnya akan datang?" tanya Jess.

"Siapa?" tanya Ray heran.

"Bantuan tentunya, jangan kira kita bisa mengalahkan mereka dengan tangan kita sendiri. Bantuan akan selalu dibutuhkan," jawab Ran sedikit kesal karena Ray melontarkan pertanyaan sebodoh itu.

Benar saja, setelah itu ada sekitar tiga puluh orang berdatangan masuk ke dalam kubah. "Apakah pertempuran benar akan terjadi malam ini?" tanya Ken antusias.

"Ada seseorang yang berhasil menerobos kubah pelindung, dan menyerang Liz." Jelas Ben singkat.

"Mungkinkah ada pengkhianat? Kurasa kubahmu tidak semudah itu untuk diterobos, apalagi Liz juga ikut membuatnya," komentar Jean.

"Bisa jadi, tapi biarkan saja. Kita juga tetap akan menang!" gurau Ray.

"Baiklah. Jean, aku serahkan padamu untuk mengevaluasi mereka," ujar Van acuh tak acuh, ia tahu betul jika Jean paling tidak suka dengan pengkhianat. Maka Van percaya, gadis itu bisa menyelesaikannya dengan cermat juga cepat.

Karena mereka dikejar waktu. Van, Liz, Jess, Ray, dan Ran pergi ke perbatasan kubu pelindung. Van dan Liz merapal mantra agar kubah tersebut melebar, sedangkan Jess dan Ray membantu memperkuat kubah tersebut. Mereka berdua sama-sama mengendalikan tumbuhan berduri agar melingkari kubah tersebut secara acak. Jess dengan kemampuan berbicara dengan alam, sedangkan Ray dengan kemampuan mengendalikan tumbuhan. Berbeda dengan Ran yang justru memanggil banyak hewan agar masuk ke dalam kubah, seperti serigala, rubah, macan kumbang, beruang, ular, juga banyak serangga. Mereka benar-benar memperkuat pertahanan agar tidak kewalahan jika terjadi serangan mendadak.

Setelah semuanya selesai, mereka kembali berkumpul di depan pondok tersebut. Pertanyaan yang pertama ingin mereka semua tanyakan adalah, "Kau sudah menemukan pengkhianatnya?" Telah terwakilkan oleh Liz yang tengah memendam rasa kesal.

"Berhasil." Jean mendorong seorang pemuda bernama Roy, makhluk mitologi yang berasal dari kaum Demon.

Liz tersenyum miring. "Bagaimana caraku membalasmu? Haruskah kucekik ... hingga mati?" tanyanya dengan nada menyeramkan.

FATE OF LIFE (END)Where stories live. Discover now