5

3.3K 590 24
                                    

Chaca menggerutu di dalam kamarnya. Kakinya berlari kesana kemari mengintari setiap sudut kamarnya.

"Chaca! Turun dek, udah siang lho ini!" Tenia berteriak dari ruang makan.

Chaca berdecak kemudian menghampiri keluarganya di ruang makan.

"Loh dek, kok nggak pakai sepatu?" tanya Jaya.

Chaca membuka mulutnya pelan-pelan, "Sepatu item adek yang bulan kemarin baru beli mana?"

"Ibu kasih tetangga, itu lho yang deket ujung gang, kasian sepatunya udah rusak," jawab Tenia santai.

"Ibu kok nggak bilang Chaca dulu sih?! Kan itu masih kegedean makanya belom Chaca pakai. Ibu jangan gitu dong!" masa bodoh dengan gusinya yang nyeri akibat sariawan.

Jadi teringat kejadian kemarin saat Mark memberikan coklatnya pada Chaca, bedanya teriakannya ini disengaja dan kemarin tidak disengaja sehingga Chaca sampai menitikkan sedikit air matanya.

"Chaca! Ayah nggak pernah ya ngajarin kamu buat ngomong pakai nada tinggi ke ibu kamu!" peringat Jaya.

Chaca tidak menghiraukan omongan ayahnya. Ia memutuskan pergi ke kamar untuk mengambil sepatunya yang lain. Chaca kembali ke ruang makan lengkap dengan tas di punggungnya dan sepatu yang sudah terpasang di kakinya.

"Di makan, Cha. Ibu kamu masak buat dimakan, bukan buat diliatin." Jaya kembali menegur putrinya itu karena putrinya itu hanya menatap makanan di hadapannya tanpa minat.

Chaca diam saja, ia menyendok makanan di hadapannya. Menyampingkan rasa sakit saat ia membuka mulutnya, nanti juga terbiasa. Pikir Chaca. Chaca memakan makanannya pelan sambil mengusap perutnya. Perutnya nyeri karena ini hari pertamanya. Makanya tadi dia sensi hingga marah-marah ke sang ibu.

"Mark duluan ya, Yah, Bu." Mark berpamitan lebih dahulu karena Yeri sudah menyepam Mark dengan chat yang isinya menyuruhnya untuk cepat berangkat.

"Cha ayo buruan makannya," ucap Hayden.

Chaca hanya melirik sekilas ke arah kakaknya. Ia memilih diam dan segera menghabiskan sarapannya. Chaca meneguk habis susunya dan berpamitan kepada ayah dan ibunya.

"Itu anak kenapa sih yang? Kok marah-marah gitu masih pagi," celetuk Jaya setelah kedua anaknya pergi.

"Biasa, tanggal merah."

"Ohh pantes, ya udah. Aku berangkat ya." Jaya mencium kening istrinya dan berangkat bekerja.

🐻🐻🐻

Hayden berlari dengan tangannya yang menggandeng Chaca.

"Ayo dek bentar lagi gerbang tutup."

"Bentar mas, perut Chaca sakit."

Chaca melepaskan tautan tangan mereka. Mereka tadi memang berangkat menggunakam motor, namun ditengah perjalanan ban motor Hayden bocor dan mengharuskan mereka menaiki kendaraan umum. Saat ini mereka berlari dari halte depan sekolah.

"Pak bukain dong pak. Cuma telat dua menit lho. Kasian adek saya." Hayden memohon kepada satpam depan sekolah. Hayden memang berhasil masuk gerbang, tapi tidak dengan Chaca. Ia merasa bersalah karena meninggalkan adiknya di belakang tadi.

"Pak bukain ya, Chaca kan lagi telat sekali pak. Bukain yaa." Chaca memohon dengan puppy eyes andalannya.

"Nggak. Kembali ke pos satpam pak. Kamu Aden! Masuk ke kelas sekarang. Dan kamu Chaca, lari keliling lapangan sepuluh kali."

Tiba-tiba guru BK mereka menampakan dirinya dan memberi hukuman pada Chaca.

"Tapi bu, kan Chaca cuma telat dua menit."

"Telat ya tetep telat. Intinya kamu telat. Jalanin hukuman atau tidak ibu bukakan pintunya?" serunya galak.

"Ya udah deh Chaca bakal lari," pasrah Chaca pasrah.

Haihhh, sudah nyeri karena pms, dapat bonus berlari pula.

Chaca berjalan ke lapangan dengan guru BK di belakangnya. Padahal Chaca tidak berniat kabur. Lebih parahnya lagi, hanya Chaca yang telat hari ini.

Lapangan olahraga di pagi hari sudah diisi oleh murid-murid yang sebagiannya sedang melakukan pemanasa.

"Duh, ada mas Mark lagi. Chaca kan maluu," gumamnya dengan wajah memerah.

"Kamu ngomong apa Cha? Cepet lari. Ibu awasin," perintah guru BK.

Dengan berat hati Chaca berlari mengintari lapangan. Sepuluh putaran di lapangan luas itu sangat melelahkan dan memakan tenaga bagi Chaca. Di putaran ketiga, nafas Chaca sudah terengah. Semua mata yang ada di lapangan itu mengarah pada Chaca. Sungguh Chaca malu. Maluuuuuu.

Chaca berhenti sebentar lalu meremas perutnya. Nyeri di perutnya bertambah. Kepala Chaca pening, penglihatannya mulai mengabur. Chaca berusaha mempertahankan kesadarannya.

"Ayo dong, ini baru enam putaran," gumam Chaca. Ketika ia ingin kembali melangkah, kakinya terasa seperti jelly dan setelah itu gelap.

🐻🐻🐻

Pagi ini kelas Mark ada pelajaran olahraga, setelah melakukan pemanasan ia duduk dipinggir lapangan dengan Yeri disampingnya. Jujur, Mark risih diikutin terus, mana nempel-nempel. Tapi gak papa, karna Yeri cantik Mark terima.

"Kamu ngomong apa Cha? Cepet lari. Ibu awasin." Mark menoleh ketika mendengar suara guru terkiller disekolah ini, Bu Suzy.

Matanya mendapati Chaca yang memasang wajah cemberut, Chaca mengedarkan pandangannya lalu matanya tak sengaja bertubrukan dengan mata milik Mark, hingga detik setelahnya Chaca mengalihkan pandangannya. Mark terkekeh dibuatnya, menurutnya Chaca sangat lucu dengan bibir yang mengerucut.

Mark menatap Chaca lekat. Memperhatikan setiap gerakannya. Hingga tangan Yeri melingkupi kedua pipinya dan memalingkan wajahnya.

"Nggak boleh liatin cewek begitu, zina mata. Kalo liat aku nggak papa," ucap Yeri.

Bugh.

Mark mengalihkan tatapannya, ia melihat Chaca tergeletak di pinggir lapangan. Dengan segera Mark berlari ke arah Chaca dan membawanya ke uks. Mengabaikan Yeri yang berteriak memanggil namanya.

🐻🐻🐻

"Ibu?"

"Ibu-ibu mata lo dua, ini Mark."

"Hah?"

"Chaca dimana?"

"Oh uks."

Mark memandang Chaca aneh, dia yang nanya dia yang jawab.

"Nih minum dulu, lo kenapa bisa pingsan gini sih?"

"Mana saya tau, saya kan Chaca."

Mark memejamkan matanya lalu mengelus dadanya pelan, huft sabar, Chaca kalo lagi pms gini ngeselinnya bikin istighfar.





















































a.n
haiiiii, maaf baru up hehe. jangan lupa vomment nya yh hynkk!!!!

insyaallah lebih baik ; markhyuckTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang