Masa Lalu

2.3K 208 48
                                    

Seorang gadis cantik menangis terisak-isak mengapa kehidupannya tidak pernah bisa bahagia. Ia sudah seperti boneka yang harus menuruti lelaki tua yang berada di hadapannya.

Plak!

Suara tamparan menggema di seluruh penjuru ruangan. Ia merasakan sakit namun baginya rasa sakit itu tidak seberapa dengan rasa sakit di hatinya. Sosok ayah yang seharusnya melindungi anaknya namun itu semua tidak berlaku bagi ayahnya yang begitu kejam. Lelaki tua itu menyiksanya tanpa sedikitpun rasa iba yang terselip di hatinya.

"Dasar bodoh!" umpat pria tua itu.

"Ma-af pa-h hiks hiks ak-u ga-k ta-u ka-lau me-reka a-da di-sana," ucap gadis malang itu sambil sesegukan.

"Kalau kau lebih hati-hati mereka tidak akan tau bodoh!"

Pria tua itu menarik rambut gadis itu dengan kasar. Gadis itu meminta ampun tapi pria tua itu seakan tuli bahkan dengan kejamnya ia membenturkan kepala anaknya ke lantai hingga darah segar mengalir.

"Pa-h sa-kit hiks ud-ah kep-ala a-ku pu-sing pa-h lia-t pah hiks a-da dar-ah hiks." Gadis itu mengusap darah yang terus mengalir.

"Saya tidak peduli jika kamu masih mau hidup turuti perintah saya. Apa kamu mau menyusul mamah kamu hah!"

"Hiks a-ku ma-u ik-ut ma-mah hiks aj-a pah hiks hiks ...."

Sakit, lelah, putus asa itu lah yang ia rasakan. Apa tidak pantas dirinya mendapatkan kebahagian? Mengapa kebahagian itu sekakan tidak mau menghampirinya? Apa salah ia mengharapkan kebahagian itu datang sebelum ia menyerah dengan sebuah keputus asaan?

"SAYA TIDAK AKAN MEMBIARKAN KAMU PERGI SEBELUM APA YANG SAYA MAU BISA TERCAPAI HAHAHA."

"Ka-lau hiks keing-inan pa-pah su-dah hiks ter-capi a-ku bo-leh hiks k-e ma-mah?" tanyanya dengan mata sendu menatap sang ayah namun pria tua itu hanya menganggukan kepalanya.

"Cepat selesaikan tugas mu jika kau mau ketemu mamah mu yang sudah menyatu dengan tanah itu hahaha."

Pria tua itu pergi namun sebelum itu ia menendang kepala anaknya hingga tubuh gadis itu telungkup di lantai tidak lupa darah segar terus mengalir.

"Hiks pa-pah ak-u ca-pe hiks ma-mah je-mput a-ku mah hiks pa-pah ja-hat ma-h hiks ka-rya pa-pah ud-ah ba-nyak hiks di ba-dan a-ku hiks su-ngguh i-ni sak-it ma-h hiks hiks ...."

Wanita paruh baya yang memang sedari tadi mengintip aksi pria jahanam itu tidak kuat melihat kondisi anak majikannya. Segera ia menghampiri gadis itu membalikan badan gadis itu hingga terlihat darah segar mengalir dari pelipis tidak lupa bibir yang menampilkan senyum mirisnya tangisnya pun pecah melihat keadaan gadis itu. Ia segera menempatkan kepala gadis itu di pahanya, racauan sang gadis yang selalu merintih kesakitan membuatnya lemas. Suara itu yang selalu merintih tanpa henti membuatnya tak berdaya. Betapa malangnya nasib gadis itu.

"Bi li-at pa-pah bu-at kar-ya la-gi hiks hiks ...."

"Non hiks ikut bibi aja kita pergi dari sini bibi gak mau non selalu di siksa sama pria jahanam itu." Ajaknya yang tidak tega melihat kondisi gadis itu.

"Syut bi-bi ga-k bol-eh gi-tu ba-gaimanapun i-tu pa-pah a-ku," ucapnya sambil menempatkan jari telunjuknya di depan bibirnya.

Wanita itu memeluk gadis malang itu dengan erat menumpahkan segala tangisannya disana. Ia sangat tau bahwa gadis itu sangat sayang pada lelaki jahanam itu namun lelaki itu tak pernah menyayanginya. Siksaan selalu di hadiahkan untuk gadis itu namun bukannya berontak justru gadis itu tampak pasrah baginya dengan begitu ayahnya akan bahagia.

"Tuhan angkatlah segala penderitaannya jika bersamamu ia bahagia maka ambilah lepaskan ia dari penderitaan ini."

               *****

Di dalam kamarnya Bara sedang berfikir keras kejadian tadi sore sangat nyata. Gadis itu telah kembali namun Bara sedikit aneh melihat perubahan fisik gadis itu dari mulai badan yang kurus tidak lupa ada berbagai macam luka di bagian wajahnya. Bara yakin luka seperti itu adalah luka pukulan namun mengapa bisa begitu.

"Gue harus cari tau sebelum semuanya terlambat," tekad Bara.

"Untuk apa dia kembali lagi kalau bukan ada sesuatu yang direncanakan."

Bara mengambil benda pipih yang berada di atas nakas melihat foto zaman dulu di mana di sana ada dirinya, Dirga, Rizki, dan gadis itu sedang tersenyum manis dengan tangan mereka yang saling bertautan.

"Gila dia yang sekarang bener-bener berubah. Ko gue jadi kasian ya liat dia yang sekarang tapi kalau sampe dia membuat rencana yang merugikan gue atau yang lain liat aja gak akan gue biarin dia hidup," ucap Bara sambil masih menatap foto itu.

"Andaikan dulu dia gak lakuin hal itu pasti gak akan kayak gini."

Bara menyimpan kembali benda itu ia harus memikirkan sebuah rencana untuk menangkap gadis itu.

Keesokan harinya Syaqilla memutuskan untuk kembali sekolah walaupun Dirga melarangnya namun ia enggan menuruti perintah pria itu. Sebenarnya ia tidak tega meninggalkan pria itu sendirian. Tapi, ia harus melakukan itu toh bentar lagi ia tidak akan sekolah lagi perutnya saja sudah mulai membuncit.

"Udah lo gak usah sekolah tuh perut udah buncit juga," ucap Dirga.

"Belum buncit banget ko," sahut Syaqilla.

"Yeelah sama aja kan itu buncit." Kesal Dirga.

"Iyah dah." Pasrah Syaqilla.

Syaqilla mulai merapihkan penampilannya hari ini ia akan memakai hoodie karena kalau ia tidak memakai itu maka orang lain bisa tau kalau ia sedang hamil. Setidaknya beberapa hari ini ia bisa sekolah dulu.

Saat Syaqilla menghadap ke kaca, Dirga memeluknya dari belakang tangannya tak henti-hentinya mengusap perut Syaqilla.

"Perlu bodyguard gak?" tanya Dirga serius.

Syaqilla menggeleng sambil melepaskan tangan Dirga.

"Gausah, kek apaan aja."

Dirga menarik kembali pinggang Syaqilla refleks tanggan Syaqilla melingkar sempurna di leher Dirga.

"Morning kiss."

Syaqilla melotot. " Engga mau kaka belum mandi."

"Ouh kalau udah mandi boleh nih?" Godanya sambil menaik turunkan alis tebalnya.

Pipi Syaqilla merona ia tersenyum malu-malu.

"Duh istri gue lucu banget sih." Dirga mencubit pipi Syaqilla dengan gemas.

Syaqilla menepis pelan tangan Dirga. "Lepas sakit tau."

Cup

Dirga mencium kedua pipi Syaqilla di lanjut mencium bibir Syaqilla sekilas dengan kurang ajarnya Dirga pergi ke kamar mandi meninggalkan Syaqilla yang sedari tadi menahan nafas mendapatkan serakan dadakan begini.

"LAIN KALI JANGAN NAHAN NAPAS GITU DONG SAYANG." Teriak Dirga dari dalam kamar mandi sambil cekikikan.

"KA DIRGA KURANG ASEM KAMU YA."

"GUE MAH BUKAN KURANG ASEM TAPI KURANG BELAIAN HAHAHA."

"DASAR GILA."

"APA SAYANG? LO MINTA DI CIUM? NANTI DULU YA GUE LAGI BOKER."

"KAKA IHK JOROK BANGET SIH."

"KALI-KALI SAYANG GUE KAYAK GINI CUMAN SAMA LO KO."

Karena sebal diledek terus, Syaqilla memutuskan langsung ke sekolah sepanjang perjalanan senyuman manis selalu terukir baginya pagi kali ini begitu indah.

Dirgantara (TAMAT)Where stories live. Discover now