15. Berlibur 2

156 23 0
                                    

Saat malam kami berdua terdiam ditempat tidur. Suasananya sepi sekali semua orang mungkin menghargai orang yang ingin berlibur. Ini memang bagus.

"Kemarin mama chat aku katanya Anya suka sama sekolah barunya. Semoga aja memang dia gak ada masalah ya," ucap Yara yang ku dengar sangat bahagia. Karena mungkin Anya masuk ditengah tengah semester takutnya malah tidak ada yang menemaninya.

"Kalau pun dia tidak nyaman, kita memang harus memindahkannya. Karena sebuah prestasi bisa diraih ketika nyaman dengan situasinya."

Yara tidur menghadapku dengan tangannya jadi sandaran dibantal. Aku melirik ke samping dan Yara tersenyum seperti ada yang diinginkan.

"Kenapa?"

"Aku lapar, mau makan mie gak? Sesekali yaa makan malam gini?" aku kaget karena kita baru makan jam 8 tadi dan sekarang baru pukul 10. Dua jam dan ingin makan berat lagi?

Aku tidak melarangnya. "Boleh."

"Yess!"

Dia segera mengambil dikoper dan menyeduhnya dua.

"Satu aja, nanti aku gak habis."

"Tapi kan aku laper kalo berdua nanti gak kenyang."

Akhirnya aku mengiyakan. Yara segera mengambil air panas yang ada di teko listrik dan menyeduhnya.

Kami memutuskan keluar untuk makan mienya. Tak lupa jaket dan kaos kaki mencegah kedinginan. Entah kenapa rasanya sejuk tapi dingin.

Aku mengambil punyaku dan mulai makan. Masih menunggu agak sedikit reda panasnya tapi Yara sudah makan duluan dengan mulut yang menghembuskan mie didalam mulutnya. Sontak aku tertawa melihat mie bergelantungan dimulutnya.

"Masih panas jangan terlalu dipaksa makan."

"Hehehe enak tau walaupun panas panas."

Setelah menunggu dingin aku pun memakan mienya rasanya memang pas sekali untuk siatuasinya. Alhasil aku memakan semuanya begitu pun dengan Yara habis bahkan sampai kuahnya.

"Tuh kan abis juga!"

Akhirnya kami memutuskan masuk karena sudah semakin dingin. Kami tidak langsung tidur tapi Yara mengajakku untuk duduk dibawah yang terdapat karpet dan bantal serta ada buah.

Aku dibantu olehnya untuk duduk dibawah tak lupa bantal disenderkan dibelakang ku. Hingga aku mendapat posisi yang nyaman Yara tiduran diatas perutku dan menghadapku.

"Aku pengen banget deh jalan jalan kayak gini sama kamu, aku udah tau kalau liburan tidak sama sekali repot lain kali jangan pikir kalau liburan itu hanya menyenangkan satu pihak ya," ujarnya dengan tulus. Ku elus rambutnya, aku terlalu mencintainya sampai semuanya ingin ku kasih untuknya.

"Apalagi nanti ada anak kita uwuwww kayaknya lucu deh. Nanti pas foto bertiga dipangku kamu! Hahaha!"

Aku tersenyum dan juga ikut membayangkan. Apalagi kalau anak perempuan pakai baju lucu yang sama dengan mamanya. Membayangkannya saja sudah bahagia bagaimana kalau beneran?

"Emangnya kamu mau anak perempuan atau laki laki dulu?"

Yara berpikir, "Hmm kayaknya perempuan dulu deh."

"Kenapa?"

"Anak perempuan apalagi jadi kakak pertama menurutku lengkap. Biasanya anak perempuan pertama memiliki pemikiran dan hati yang matang. Aku bukannya tidak mau anak laki laki tapi alangkah baiknya memang perempuan dulu. Gimana menurut kamu?" tanyanya dan membuatku berpikir dan setuju dengan alasan miliknya.

"Entah kenapa aku pun mau anak perempuan. Ke depannya pasti yang paling peduli adalah perempuan. Meski tidak menutup kemungkinan anak laki laki banyak yang baik dan peduli."

Kami pun berbincang banyak soal anak dan masa depan yang akan kita lakukan ke depannya. Pertama sekali aku dan Yara ingin mempunyai anak dulu. Kapanpun itu kami siap. Baru kami akan fokus pada apa yang sudah kami lakukan, seperti pekerjaan, perusahaan. Diselingi jalan jalan bersama keluarga kecil.

Aku tau memang tidak akan semua rencana kami di iyakan oleh Tuhan. Pasti ada yang harus tidak dilakukan dan yang dilakukan. Biarlah sekarang dua manusia yang saling mencintai ini bermimpi untuk hal hal yang bahagia tanpa memikirkan hal kesedihan. 

Tak terasa sudah pukul setengah dua belas. Yara menuntunku untuk sampai ditempat tidur, tidak pakai kursi roda lagi padahal jaraknya ke tempat tidur cukup jauh untuk menuntunku ke sana.

Berpegang keras pada pundaknya aku benar benar tidak bisa merasakan kakiku, ini menakutkan tapi aku percaya pada istriku.

Sampai di depan tempat tidur aku sengaja menjatuhkan diri dan lupa melepas pegangan ku pada pundaknya alhasil kami jatuh berdua dengan posisi Yara berada diatasku.

"Aduh!"

Yara menatap mataku aku pun begitu. Kami tersenyum dan tertawa bersamaan, ini pertama kalinya terjatuh bersama dengan posisi seperti ini.

Aku mencium sekilas bibirnya dan berniat mengubah posisi kami tapi Yara menarik kepalaku dan menciumiku, aku tak bisa menolaknya. Ku tangkup wajahnya lalu merangkul pundaknya dan sesekali mengelusnya dengan sayang.

Malam ini menjadi saksi rasa cinta kami lagi dengan situasi yang berbeda. Redupnya lampu dan bunyi malam mengiring kami untuk melakukannya.

***

Enjoy,
H.

SonaraTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang