9. Bertemunya Kembali

191 28 3
                                    

Yara mengajakku jalan jalan di komplek perumahan kami. Perumahan ini sepi dan tidak ada kebisingan sedikit pun. Cocok untuk berjalan santai atau berolahraga.

Tiba tiba saja Yara mengajakku untuk berjalan sore katanya memang pengen. Aku turuti dan ku temani dirinya. Menghirup udara juga perlu daripada mengurung diri terus. Disekitar jalan banyak pohon yang membuat udara menjadi sejuk. Tidak salah memang memilih perumahan ini.

"Enak banget ya jalan jalan sore begini, apalagi bareng kamu hehe," ucapnya dengan tangan mengusap pundak ku. Ku pegang tangannya dan sedikit mengelusnya.

"Selama ini selalu sibuk kerja jadi lupa harus menikmati alam."

Kami lanjut berjalan sampai entah berapa jauh dari rumah. Beda sekali dengan daerah rumahku dulu, jalan raya dan pastinya ada yang berlalu lalang dengan kebisingan. Tetap saja daerah itu menjadi saksi hidupku sampai saat ini.

"Sayang, kayaknya bagus kalau kita tanam tanaman juga depan rumah ya? Kita ada taman kecil kan? Isinya cuma rumput hijau."

Aku membantu Yara mendorong kursi rodaku. "Boleh, tambah warna hijau dan bunga akan buat rumah terlihat sejuk."

Yara berpikir tanaman apa yang akan pertama kali kamu coba tanam karena pasti ada kesulitan merawat tanaman. Kami berdiskusi sampai akhirnya mataku menangkap seseorang di depan sana. Sepertinya aku tidak asing dengan tubuh itu, rambutnya.

Aku menepuk tangan Yara yang masih berbicara soal tanaman. Yara berhenti dan ikut fokus ke arah yang aku tunjuk dimana seseorang itu berada.

"Itu... bukannya Anya?" tanyanya yang membuat hatiku semakin yakin aku tidak salah liat. 

"Ayo kita ke sana."

Sesampainya disana aku belum memanggilnya tapi dia sudah tau aku berada disini. Anya tersenyum lalu berlari ke arahku lalu berdiri di depanku.

"Kak Andi!" panggilannya serta caranya tersenyum membuat hatiku terenyuh.

"Kamu kenapa ada disini, Anya?" tanya Yara dan menghampirinya. Jongkok dihadapan Anya agak posisinya sejajar. Dia mengelus bahu Anya dengan tatapan kasihan.

"Aku lagi kerja, kakak. Ini karung buat ambil sampah plastik."

Aku mendekat dan melihat sudah banyak yang diambil oleh Anya. Apa Anya kerja dari pagi? Karena bibirnya pucat sekali.

"Anya, kamu udah makan?"

Anya menggeleng dan itu membuatku dan Yara panik.

"Kenapa bisa?" mukanya Anya terlihat lemas dan sedih.

"Karena kan belum ditimbang kak, belum dapat uang."

Betapa sakitnya hatiku. Membayangkan bagaimana kalau seorang anak perempuan di perlakukan seperti ini.

"Yaudah, sekarang Anya ikut sama kakak ya, kita makan dirumah. Nanti Anya bisa beli apa yang Anya mau. Ok?" ucap Yara menggandeng tangan Anya. Tak lupa Anya mengambil karung besar itu. Yara ingin mendorong kursi roda ku tapi aku tolak dan menyuruhnya untuk menggandeng Anya saja.

Untunglah perjalanan tidak terlalu jauh hingga sampai dirumah.

"Ayo masuk ini rumah kami. Jangan sungkan ya."

Anya masuk dan melihat seluruh rumahku. "Bagus banget rumahnya kak Andi. Anya suka banget."

Aku tersenyum, "Terimakasih ya, sekarang duduk dan bilang mau makan apa, Nya?"

"Apa aja, kak."

"Bilang aja, mau apa dek."

Dengan malu malu Anya bergantian menatapku dan Yara lalu berucap, "Mau makan ayam kak."

SonaraWhere stories live. Discover now