STAY 11 - feeling

855 78 0
                                    

Anna seperti biasa bangun pagi dan menyiapkan sarapannya sendiri, membuat porsinya sendiri dan tidak memperdulikan siapapun di dapur kecuali Bik Yun dan juga Haru -kucingnya-.

"Dasi hitamku dimana?" Tanya Verno tiba-tiba di sebelahnya.

Anna mendongak, menatap Pria di depannya yang sudah berpakaian rapi, hanya dasi yang kurang di lehernya.

"Kamu nanya ke aku?" Tanya Anna menunjuk dirinya sendiri. Ia bahkan menoleh pada Haru sebentar dan mendengarkan kucingnya me ngeong untuk memastikan pendengarannya masih bagus pagi ini.

"Iya, seingatku, aku simpan semua dasi di kamarmu."

Anna menghela nafas, lalu ia berjalan naik ke dalam kamarnya dan Verno mengikutinya dari belakang.

Anna membuka salah satu lemari khusus untuk dasi Verno, dan mengambil semua dasi itu lalu ia masukkan kedalam salah satu tas yang ada di dalam kamarnya. Ia serah kan tas berisi dasi itu pada Verno dan Anna mulai bisa melihat kilat amarah dari mata Verno.

"Aku hanya minta satu dasi," ucap Verno dingin.

"Ya, dan aku kasi semuanya. Biar enak kamu enggak usah minta lagi, pindahin dasi kamu, kalau perlu semua pakaian kamu. Atau aku saja yang pindah dari kamar ini?" Ucap Anna menantang.

"Apa sih masalah kamu? Sepagi ini dan sudah mencari keributan?"

"Itu niat ku, itu bakalan jadi setiap hari niat ku. Mencari keributan biar kamu muak dan ahirnya usir aku dari rumah ini, atau enggak kalian yang keluar dari rumah ini!"

Anna lalu meninggalkan Verno di kamar itu dan kembali ke dapur dengan tenang. Memberi makan Haru dan mulai memakan sarapannya sendiri.

Marissa di sana, di meja makan yang sama tapi tidak mengeluarkan suara sedikitpun. Bahkan ia makan dengan tidak mengeluarkan suara apapun. Ia tahu, kalau ia mulai bicara, Anna akan melakukan hal aneh yang membuatnya tidak habis fikir.

Tidak lama kemudian Verno turun dan duduk di meja makannya. Pria itu sempat menatap Anna sebentar lalu memakan sarapannya dengan diam. Pagi ini, suasanan di rumah itu terlihat mencekam karna Anna.

••

Anna melakukan semuanya semaunya di rumah itu, tapi tidak di luar rumah. Di luar rumah tanpa Verno, ia wanita yang tenang seperti biasanya dan juga cukup ceria. Wanita normal seperti biasa dan tidak meledak-ledak.

Ia membawa kucingnya ke saloon, tidak membiarkan Haru sendirian di rumah besar itu tanpa dirinya. Ia tidak ingin terjadi sesuatu pada kucing kecil kesayangannya.

"Lo bawa-bawa kucing? Sesayang itu sama dia?" Itu suara Nicho yang baru saja tiba di tempatnya.

Pria itu memang sering main di saloon milik Anna karna mereka berteman dekat. Jadi bukan hal aneh kalau melihat Nicho sudah berada di saloon Anna sepagi ini seperti Pria yang tidak mempunyai pekerjaan.

"Harus aku bawa, entar takutnya Istri Suamiku kasi racun ke dalam makanan Haru. Dia engga suka kucing, alergi," ucap Anna.

"Enggak suka kucing bukan berarti benci kucing kan An?"

"Dia benci kucing. Dari hari pertama Haru di sana aja dia merengek gitu."

Mereka terus mengobrol, membicarakan apapun dan tak lama Nicho pamit harus kembali ke Cafe miliknya.

Anna melanjutkan pekerjaannya. Walaupun ia pemilik Saloon, bukan berarti tidak ada kerjaan penting untuknya. Anna terbiasa melakukan 'planning new month' untuk Saloon nya. Lalu ia akan membicarakan kembali dengan Brenda selaku Manager, dan setelah mendapat kata sepakat barulah ia dan Brenda akan menjelaskan pada semua karyawannya.

Dan segala Report keluar masuk barang serta sale , ia akan mengecheck setiap bulannya. Jadi tidak ada kata santai sebagai bos. Ia turut berkerja walaupun sebagi pemilik saloon.

••

Anna sedang makan siang dengan Brenda dan yang lainnya di dalam Saloon saat tiba-tiba Brandon, kakaknya datang.

"Tumben don?" Tanya Anna santai, ia tidak memperhatikan Brandon karna makanan di depannya.

Anna tidak mendengar apa-apa. Seolah di ruangan ini sunyi saat ia melihat Brandon mengeluarkan air mata di depannya.

"Kenapa?" Tanya Anna. Ia berdiri, berjalan pelan menghampiri Brandon yang menghapus air matanya.

"Why are you here ?" Tanya Anna lagi setelah tepat di depan Brandon.

"Eyang.. meninggal." Lalu Brandon memeluk Anna dan menangis sesegukan di pelukan adiknya.

••

Verno tiba di rumah Mertuanya. Sebelumnya ia sudah beberapa kali mencoba menelpon Anna tapi tidak ada jawaban dari Wanita itu dan Brandon yang memberi tahunya bahwa Anna sudah bersamanya di rumah.

Ia masuk dan menemui kedua Mertuanya, serta Keluarganya yang sudah tiba terlebih dahulu.
Ia lalu mencari Anna, Istrinya yang tidak ada di manapun ia mencarinya.

"Mas Verno cari Mbak Anna ya?" Tanya seorang gadis muda yang kebetulan melewatinya.

"Iya, apa kamu lihat Anna?"

"Di belakang, di kebun bunga Eyang. Aku baru aja dari sana." Setelah mengucapkan terimakasih, Verno menuju ke belakang rumah dan ia melihat Anna di sana yang sedang berjalan keluar dari kebun bunga kecil itu.

"Oh kamu di sini," ucap Anna.

Verno diam dan menatap wanita itu. Anna terlihat biasa saja, tapi matanya mengatakan sebaliknya. Mata wanita itu memerah, dan bibir itu bergetar pelan.

"Ayo masuk, di luar mulai dingin," ucap Verno dan memeluk Anna membawanya masuk ke dalam rumah.

••

Semuanya berjalan lancar, dari proses memandikan sampai pengebumian.
Anna baru selesai membantu Mamanya membereskan ruang tamu rumah. Masih ada beberapa orang kenalan di rumahnya, Mertuanya baru saja pulang, tapi ia masih melihat Verno di teras rumah mengobrol dengan Brandon.

"Mas."

Verno menoleh, melihat Anna berjalan menghampirinya.

"Kamu pulang aja duluan, udah malem. Aku nginep di sini sementara untuk bantu-bantu Mama."

Brandon pamit untuk memberi ruang pada keduanya berbicara.

"Aku bisa menginap di sini .."

"Enggak usah Mas. Pulang aja, kamu punya Istri lain yang harus di perhatikan." Lalu Anna berbalik menjauhinya, masuk ke dalam rumah tanpa menoleh lagi.

Verno menghela nafas. Ia ingin memperhatikan wajah lesu itu, tapi Anna tidak butuh perhatiannya. Walau tak terlihat, Anna selalu membentangkan dinding tebal di sekitarnya, agar ia tidak bisa masuk kedalam sana.

"Harusnya kamu suruh dia menginap di sini dek, kasihan kan kalau harus menyetir malam-malam begini." Brandon mendekati Anna yang termenung di meja dapur dengan kucingnya yang sedang makan.

"Enggak apa-apa. Lagipula dia harus pulang, nemenin Istrinya. Enggak baik ninggalin wanita hamil sendirian di rumah," ucap Anna.

"Apa kamu baik-baik aja? Padahal kamu juga lagi sendirian."

"Aku baik-baik aja Don. Selama ini, walaupun aku sudah menikah, aku juga selalu sendiri."

Brandon mengusap kepala Adik satu-satunya ini. Ia tidak akan mengomel lagi. Bahkan ia sudah melunak dengan Verno. Ia tahu, Anna bisa menjalani hidupnya sendiri, tidak perlu lagi dia sebagai seorang kakak. Ia cukup akan melihat, dan akan membantu bila Anna memerlukannya.

STAYWhere stories live. Discover now