13

1K 276 8
                                    

Hari itu, sepulang sekolah, Winter bersama dengan Denise dan Hyunsuk pergi ke rumah Chenle naik mobil tuan muda. Guna membahas kelanjutan rencana kelompok mereka saat berwirausaha. Mereka diberi jangka waktu dua minggu dan menurut Winter itu terlalu pendek untuk menggaet setidaknya 50 pembeli. Jadi, mereka cepat-cepat berdiskusi untuk memikirkan cara bagaimana agar bisa mendapat pembeli segitu banyaknya.

Di rumah Chenle yang megah ini, rasanya seperti tinggal di dalam Mall. Ada satu ruangan khusus makanan kecil, ada ruangan khusus baju, ada ruangan khusus sepatu, dan lain-lain. Mereka bertiga sudah berkali-kali memasuki rumah Chenle, tapi masih saja menganga kagum.

Mereka akhirnya sampai di ruangan yang disiapkan Chenle khusus untuk teman-temannya. Di ruangan itu ada speaker kalau temannya ingin menyetel musik, ada Smart TV berukuran 40 inch kalau temannya ingin menonton video di Youtube atau Netflix. Ada juga lemari kecil yang berisi makanan ringan, sebagian impor dari luar negeri dan sebagian dibeli di dalam negeri. Wi-Fi jangan tanyakan lagi.

Benar-benar surga dunia.

"Emang rumah Chenle, tuh, pilihan tepat buat ditempatin kerja kelompok," kata Winter yang langsung membuka lemari kecil untuk mengambil makanan ringan.

"Ini fix kita mau bikin kue cucur? Bakal laku gak ya?" tanya Denise.

"Laku. Nanti gue suruh semua anak buah bokap gue buat beli. Aman," balas Chenle santai.

"Nggak boleh ada pemaksaan dalam transaksi jual-beli. Tapi, kalo kepepet boleh sih harusnya." Winter menyahuti. Gadis itu kemudian memasukkan dua kentang goreng ke mulutnya.

"Enak bener lu makan sendiri kaga bagi-bagi. Siniin, bagi ke gua," sahut Hyunsuk yang memicingkan matanya melihat Winter sedang makan dengan santainya.

Winter yang melihat Hyunsuk sebagai musuh yang hendak merebut anak kesayangannya, sontak mengeratkan pelukannya pada sebungkus kentang goreng. Winter menjauhkannya dari tangan-tangan perebut seperti Hyunsuk.

"Kalo mau makan ambil aja di lemari. Masih banyak. Sekarang lanjut diskusi kelompok," ujar Chenle.

"Tempatnya pake apa? Masa iya di masukin plastik bening? Jelek banget anjir, kayak gak niat jualan."

Winter menanggapi, "Pake box aja yang persegi. Nanti satu box diisi empat atau lima. Kita kasih harga 10 ribu."

"Kasih harga 10 ribu bisa balik modal gak ya kira-kira?" tanya Denise.

Hyunsuk menjawab, "Bisa lah. Bahannya kue cucur kaga semahal itu, kaga banyak-banyak amat juga. Pasti bisa. Yakin gua."

"Mau nonton Netflix dong. Tapi, enaknya nonton apa?" tanya Winter seraya memainkan remote.

"Udah nonton The Queen's Gambit belom? Apa Emily in Paris? Eh apa Bridgerton? Itu lagi booming." Denise menyarankan.

"Yang Emily in Paris udah. Kesel banget nonton itu series. Bridgerton juga udah. Abis nonton itu mendadak gue mau nikah sama Duke juga.The Queen's Gambit bagus nggak?"

"Bagus. Romance-nya emang gak terlalu banyak sih, tapi overall bagus kok. Amat sangat worth it untuk ditonton."

"Gas tonton."

Akhirnya mereka berempat hanya diskusi selama tiga puluh menit dan sisanya digunakan untuk menonton The Queen's Gambit. Sampai jarum pendek jam menunjuk angka delapan dan jarum panjang jam menunjuk angka dua belas. Ponsel mereka pun mulai berbunyi. Denise ditelepon mamanya, Winter ditelepon abangnya, dan Hyunsuk ditelepon Jaehyuk.

Ketiganya akhirnya pulang dari rumah Chenle diantar mobil BMW warna hitam milik Chenle. Sedap gak tuh, berangkat dijemput pulang diantar. Jalangkung can't relate.

Sesampainya di rumah, Hyunsuk langsung membaringkan diri di kasur sambil menggosok rambutnya pakai handuk. Pemuda itu kemudian teringat sesuatu. Hair dryer miliknya masih dibawa Jaehyuk. Ia kemudian menuju ke rumah Jaehyuk. Baru saja membuka pintu, ia sudah dikejutkan dengan kehadiran seorang gadis di sofa ruang tamu.

"Lah, Chaeryeong. Lu masih di sini aja. Kaga balik? Udah malem nih."

"Sebentar. Lagi nunggu Jaehyuk," balas gadis itu. Matanya agak sembab, suaranya juga agak bergetar. Hyunsuk langsung menyadari kalau gadis ini pasti habis menangis.

"Emang si Jaehyuk kemana?"

Chaeryeong mengangkat bahunya. "Gak tau. Tadi orangnya buru-buru pergi, gak bilang apa-apa."

Hyunsuk menoleh ke belakang, tepatnya ke halaman rumah Jaehyuk. Motor Supra milik Jaehyuk masih ada di sana. Itu artinya si pemuda pergi tak jauh. Mungkin pergi ke rumah si Winter, begitu pikirnya.

"Motor Jaehyuk masih ada di sana. Lu mau gua anterin balik kaga? Udah jam segini ntar lu dicariin kalo pulang kemaleman," tawar Hyunsuk yang segera disetujui Chaeryeong. Pemuda itu kemudian pergi ke kamar Jaehyuk untuk mengambil kunci motor dan segera mengantarkan Chaeryeong pulang.

Hyunsuk sebenarnya kepo tingkat akut. Kenapa bisa Chaeryeong masih di rumah Jaehyuk? Sendirian pula. Terus, kenapa Chaeryeong nangis? Apa jangan-jangan si Jaehyuk ngapa-ngapain Chaeryeong?

Tapi pertanyaan itu ia pendam. Rasanya nggak enak kalau membahasnya sekarang, apalagi mata Chaeryeong masih terlihat sembab dan hidungnya masih terlihat merah. Nanti aja lah, nanya ke Jaehyuk, begitu pikirnya.

Selepas mengantar Chaeryeong, Hyunsuk merogoh ponsel yang bergetar beberapa kali di dalam saku celananya. Ada beberapa pesan masuk dan panggilan tak terjawab dari Jaehyuk.

Jaehyuk
Kunyuk
Lu nganter Chaeryeong balik kan?
Motor gua lu yang bawa kan?
Sekarang lu dimana anjir?
Darurat ke rumah Winter sekarang
Buru oi
Gua butuh motornya buat nyari Winter
Si Winter kabur anaknya

Setelah membaca pesan terakhir dari Jaehyuk, Hyunsuk langsung tancap gas menuju rumah Winter tanpa banyak bicara. Setelah sampai, pemuda itu menemukan Jaehyuk dan abangnya Winter sedang duduk di teras rumah Winter. Ekspresi keduanya sama-sama muram.

"Heh, apa maksudnya Winter kabur? Sembarangan aja lu ngomongnya." Hyunsuk langsung menyemprot Jaehyuk seraya melempar kunci motor Supra pada pemuda itu.

"Winter kabur, Nyuk. Ini serius, kita juga panik. Kaga berani bercanda gua. Lu tadi di jalan ada liat Winter kaga?" tanya Jaehyuk.

"Hah? Kaga liat, lah. Orang udah malem begini. Tapi, kok bisa itu anak kabur? Dia, kan, tipe-tipe orang yang kaga suka kabur begitu."

Abang Winter membuka suara. "Ini sebenernya salah gue. Gue gak jujur ke Winter kalau orang tua kita sebenernya udah mutusin buat cerai sejak enam bulan yang lalu. Gue takut aja kalo Winter ngerasa terbebani."

"Hah? Tapi, seinget gua si Winter pernah pamer dapet hoodie sama sepatu baru dari orang tuanya. Terus itu siapa yang kirim, Bang?" tanya Hyunsuk.

"Gue yang kirim. Gue bungkus hadiah yang gue beli pake duit gue sendiri, terus gue kasih prangko dan gue tulis alamat rumah yang dulu ditempatin orang tua gue di bagian pengirim surat. Keitung udah enam bulan gue ngelakuin itu diem-diem."

"Lah lu udah ngelakuin itu diem-diem selama enam bulan, terus kok bisa ketahuan?"

"Pas Winter pulang, dia liat ada surat di kotak pos merah depan rumah. Terus suratnya dibaca Winter, itu surat dari nyokap gue. Nyokap gue minta maaf ke Winter karena gak nengokin kita berdua selama enam bulan pasca perceraian sama bokap. Yang terjadi selanjutnya, lo udah tau sendiri. Sekarang anaknya ilang gak tau kemana."

Jaehyuk menghembuskan napas panjang. "Gua tau pasti berat buat dia. Tapi, kabur bukan satu-satunya jalan keluar. Ayo kita mencar nyari Winter."

°°°

mau double up ehe. tungguin yaaa

adore you | jaehyuk winterTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang