BAB 2

300 14 0
                                    

Kerjakan lembar halaman 60 dan kumpulkan besok. Itu akan jadi pekerjaan rumah kalian.”

Perintah Bu Merry disambut keluhan oleh anak-anak di dalam kelas. Bell istirahat berbunyi, ibu Merry yang mendekap beberapa buku peket di dadanya keluar di ikuti hampir seluruh  anak-anak kelas 1 D.

Johan yang duduk di baris pertama di sudut ruangan melirik sinis Aksa yang memasukan buku-buku ke dalam tasnya yang duduk di baris ke empat meja ke empat dengan Remi di sebelahnya.  Mereka  pernah bersabar dengan anak mama itu, tapi sudah dua minggu  ini mereka berubah menjadi mantan sahabat. Sikap Aksa yang kekanak-kanakan memberangus persahabatan mereka. Aksa baginya sekarang musuh bukan lagi kawan seperti dulu. Setelah beranjak dia dibuntuti oleh dua kawan lainnya.

Fika yang ada di belakang Aksa sedari tadi memerhatikan Aksa dengan cinta di hatinya. Mungkin orangtuanya akan mengira ini adalah cinta monyet, tapi baginya Aksa adalah cinta pertamanya. Hingga dia tetap bersekolah di sekolah yang sama tempat dia mengenyam pendidikan sekolah menengahnya. Sekolah ini memiliki empat tingkat, tingkat KB/TK, SD, SMP dan SMA.

Dia langsung jatuh hati dengan keramahan Aksa ketika mereka di kelas 1 SMP dulu. Diantara teman sekelasnya yang laki-laki dialah  yang paling ramah. Dia yang saat itu jarang menemui lelaki ramah yang baik seperti dirinya, langsung menambatkan hatinya pada Aksa. Rasa suka itu kian tumbuh dan mekar namun dia hanya menyimpan rasa itu. Dia mengamati Aksa yang bangkit diikuti oleh Remi. Dia juga berdiri dan duduk di meja baris kedua di mana dia bisa melihat Aksa yang berdiri di koridor dekat pagar pembatas.

“Loe enggak ke kantin?”

Aksa tidak merespons perkataan Remi.  Matanya mengawasi anak-anak berseragam yang sama dengannya berlalu lalang di lapangan futsal yang sedang tidak di pakai itu dengan muka datar.

“Loe itu kenapa? Gue perhatiin dah seminggu ini loe jarang ngomong. Loe bahkan mukul Johan hanya gegara ledekan dia. Apa ini ada kaitannya ama kematian ibu loe?” cerocos Remi tanpa henti dengan muka sebal. Dia tahu itulah penyebabnya. Tapi dia ingin dia membagi bebannya itu padanya, meski itu tidak mengubah apapun paling tidak dia bisa mengurangi segala hal yang menekan batinnya.

Tante Milady meninggal dua minggu yang lalu. Om Farras menghubungi Aksa saat mereka hendak pulang sekolah. Aksa yang saat itu sedang bersamanya juga dengan Johan, Haikal, dan Irfan. Aksa yang terkejut dengan wajah pias langsung berlari ke mobil di mana sang supir sudah menunggu nya. Remi dan yang lain-lain langsung mengejarnya dengan kendaraan masing-masing sebab Aksa tidak menjawab ketika dia menanyakan apa yang terjadi.

Sesampainya di rumah sakit mereka tahu bahwa wanita yang sangat dia sayangi itu telah meninggal dunia akibat kecelakaan yang juga melukai pengendara lain. Mereka berdiri di depan pintu mendengar raungan kesedihan yang terdengar sampai keluar ruangan.

Sejak saat itu Aksa berubah drastis. Dia jadi irit bicara dan lebih banyak menyendiri.  Dia jadi tertutup, bahkan dia memukul hanya karena masalah sepele. Johan hanya mencibirnya dengan mengatakan kalau dia hanya anak manja yang diberi sedikit goncangan sudah tepar. Dengan mengubah sikap tidak akan menghidupkan ibunya kembali, dia akan terkubur dan menyesal punya anak seperti dirinya. Dia seharusnya bangkit bukan malah terpuruk berkepanjangan kayak gitu. Kalimat yang menyakitkan namun mengandung kebenaran itu membuat Aksa mengirim pukulannya pada Johan. Lalu menghina Johan berserta yang lain dengan sinis kalau mereka adalah parasit yang bisanya hanya  menempel dan berteman dengannya  hanya untuk memanfaatkan nya.

Dia tahu Johan sering merepotkan Aksa. Johan, Haikal juga Badrun  sering membuat masalah di sekolah dan selalu lolos dari hukuman karena Aksa selalu berupaya untuk membujuk Omnya dari pihak ibu  yang merupakan kepala sekolah di sini. Kepala yayasan sekolah ini adalah kakek Aksa, jadi karena rasa kasih sayang Om Rega dia selalu menuruti kemauan keponakan nya.

Johan, Haikal dan Badrun sering membolos dan jarang mengerjakan PR. Johan, Haikal dan Badrun juga pernah mengeroyok dengan seniornya hanya karena    gebetan suka sama si senior. Seharusnya mereka   mendapat skorsing, tapi karena Aksa memohon pada Om Rega, mereka hanya dimarahi dan di suruh pulang tanpa hukuman apapun.

Johan dan yang lain merasa berkuasa dan anak-anak di sekolah takut dan hormat padanya karena dia memiliki Aksa yang merupakan cucu dari pemilik sekolah ini. Johan dan yang lain memang bisa dibilang memanfaatkan Aksa dalam hal ini. Tapi dia tahu tahu kalau Johan juga yang lainnya tulus berteman dengan Aksa. Dia menyindir Aksa hanya agar Aksa bangkit lagi dan jadi Aksa yang dulu, namun Aksa yang sekarang menjadi sinis dan lebih sensitif jadi salah menafsirkan  kata-kata Johan.

Johan memang sering mengeluarkan ucapan-ucapan tajam menusuk tapi dulu Aksa tidak pernah mengambil hati atas perkataan-perkataan Johan yang kelewat batas itu. Tapi sekarang semua berubah, sianak ramah dan lembut telah lenyap. Yang ada hanya remaja antipati dan sinis pada siapapun. Termasuk dirinya. Selama seminggu ini Aksa sudah sering meluncurkan kalimat-kalimat sinis  bisa menyakiti  hati yang mendengarnya.  Dia pernah disindir sebagai lintah yang ingin mengambil keuntungan darinya, pernah dikatai otak udang dan pelbagai kata-kata pedas dan tajam lainnya. Tapi Remi tidak tersinggung. Dia hanya berdecak atau mungkin memasang muka sebal kalau ucapan-ucapan tak enak didengar itu sudah keluar.

Dia memahami jika Aksa sedang terluka. Perubahannya adalah adalah bentuk dari pelampiasan nya dari ketidakrelaannya pada takdir. Ibunya tidak sudah tidak ada lagi di dekatnya. Hubungan nya dengan ayahnya tidak sedekat seperti dia saat bersama ibunya. Dia juga tidak memiliki saudara kandung yang bisa dia ajak bicara yang sama-sama ikut merasakan apa yang dia alami. Dia jadi membentengi diri memudarkan setiap sikap hangat yang selalu dia tunjukan pada orang-orang sekelilingnya.

Remi hanya bisa memaklumi itu semua. Terus berada di sisinya meski dia sering sekali mengusirnya pergi. Dia tidak ingin meninggalkan sahabatnya itu apapun yang terjadi, meski sekarang Johan juga tidak lagi menganggapnya sebagai teman. Tapi biarlah ... Dia memiliki Haikal dan Badrun. Sementara Aksa?

Dia tidak ingin bocah itu kesepian. Walau Sekarang dia telah berubah, tapi baginya dia tetap Aksa yang sama. Sahabatnya.

“Pergi.”

Remi berdecak. Mendengar usiran bernada datar dan dalam itu. “Bosen gue denger kata yang itu-itu aja? Loe emang ga punya perbendaharaan kata yang Laen?” Dia berbalik menyenderkan punggungnya pada pembatas sembari menunjang tubuhnya dengan kedua siku. “Gue bakal jadi teman loe seberapa seringpun loe ngedorong gue pergi. Walau loe mengkrangkeng diri loe dalam kesedihan sampe matipun gue bakal tetep jadi temen loe. Serah loe suka apa kagak.”

Aksa tidak menimpali. Dia dengan tanpa ekspresi bergerak menjauh dan Remi mendengkus kesal karena diabaikan untuk kesekian kalinya. Menyusul Aksa dan menyamai langkahnya.

Aksa serang tidak ubahnya seperti patung es yang dingin dan mudah retak. Dulu dia selalu menjaga perasaan orang lain, sekarang  hatinya butuh dijaga.

Fika berdiri di depan pintu hanya  mengekori mereka secara perlahan.










Wanita yang Ku Cintai (End) Where stories live. Discover now