Bab 19

33 3 0
                                    

Farras mendaratkan tubuh Seoul secara perlahan ke sofa melengkung tak jauh dari meja resepsionis hotel.

Seoul menyandarkan Punggungnya pada sofa elegan itu. Matanya terus terpaku pada Farras yang masih berdiri sambil sibuk pada ponselnya.

Kenapa kau harus selalu muncul? Ketika hati ini sakit karena penghianat mu juga sedih sebab ketika kau berada di jarak yang begitu dekat aku masih saja ingin merengkuh mu meski kau telah merenggut semua kepercayaan ku.

"Ardy temui aku di lobby."

"Ada apa?"

Farras memutus sambungan. Lalu membuka aplikasi untuk memesan taksi online.

Farras ... Ku mohon, jangan muncul lagi di hadapanku. Jangan membuatku semakin sulit melupakan mu.

Seoul rasa nyeri yang menusuk di perutnya jauh lebih ringan dari pelbagai rasa yang mendera batinnya kali ini. Keadaan mengharuskannya bergantung pada lelaki yang pernah menjatuhkannya hingga ke jurang kekecewaan ini. Dia tidak pernah mengira kalau Farras akan ikut pada karyawisata kali ini, dia hanya ingin selalu dekat dengan anaknya, bukan dengan ayah anaknya. Dia ingin melenyapkan Farras dari relung hatinya, tapi ... dia tidak memiliki daya untuk melakukan nya. Dia satu-satunya lelaki yang mampu menggetarkan perasaannya. Dia juga satu-satunya lelaki yang menawannya dalam rajangan luka.

Seoul membuka percakapan. "Kenapa Om membawaku ke sini?" ungkapnya dengan wajah pucat. "Tolong antar aku ke kamar." Farras yang selesai memesan taksi, mendorong ponselnya ke saku celana. "Kita akan ke rumah sakit. Aku sudah memesan taksi." Tidak ada mimik apapun di wajahnya. Dari lensa kacamatanya dia mampu menilai kalau gadis itu pasti kesakitan. Wajahnya sudah pucat pasi dan suaranya terdengar lemah tadi.

"Antar aku ke kamar saja," pinta Seoul pelan. "Aku ingin istirahat. Aku yakin beberapa hari ke depan aku pasti membaik." Dia mengikuti gerak tubuh Farras yang duduk di dekatnya. Dulu saat dia sakit Farras pasti akan membiarkannya bersandar di pundaknya sambil memeluk lengan lelaki itu saat dia bosan berbaring terus. Mengelus lengan atasnya sambil sesekali mencium rambutnya. Menggumamkan dua kata ajaib yang selalu membuatnya ingin tersenyum. 'Cepat sembuh' hanya kata sederhana, tapi mampu memberi energi di tubuh lemahnya. Sekarang dia hanya bisa memerhatikan lelaki itu. "Sebentar lagi Ardy datang dan dia akan mengurus gadis itu. Aku akan membawanya ke ranah hukum." Farras tidak menghiraukan kemauan Seoul dan malah membicarakan hal lain.

"Tidak," sergahnya. "Aku tidak masalah ini sampai dibawa-bawa ke kantor polisi. Lagipula Om bukan siapa-siapaku. Untuk apa Om mengurusi masalah orang lain."

Dua kalimat terakhir menyadarkan Farras. Gadis itu benar. Dia bukan siapa-siapa. Dia hanya gadis yang kebetulan di sukai anaknya, untuk apa dia repot-repot mengurus masalah nya. Dia seharusnya hanya perlu menyerahkan semua itu pada Ardy atau memberitahukannya pada Regan -selaku kepala sekolah. Mereka pasti akan merundingkannya dan mengambil langkah terbaik untuk menyelesaikan masalah gadis itu. Tapi tadi dia secara spontanitas berencana untuk melimpahkan masalah ini ke jalur hukum. Masalah yang mungkin bisa diselsaikan secara kekeluargaan. Tapi tadi dia sangat marah, sehingga tidak bisa berpikir jernih. Dia hanya merasa bahwa gadis ini adalah orang di senangi anaknya, jadi dia juga harus memperlakukan dan memerhatikan gadis ini. Atau mungkin ada dorongan lain? Karena gadis ini mengingatkannya pada Milady. Dia tidak tahu. Yang dia tahu kalau dia ingin memberi hukuman yang setimpal untuk gadis yang sudah menganiaya Seoul.

Seoul memindahkan tatapannya ke Ardy yang keluar dari lift dan bergegas ke arahnya. "Ada apa kau memanggilku?" tanyanya pada Farras. Dia yang melihat anak muridnya tampak sakit itu berujar pada Seoul. "Kau sakit?"

"Sedikit," jawabnya tidak jujur.

Farras bangkit. "Dia habis dianiaya teman perempuan nya," terangnya datar. "Aku tidak tahu siapa nama gadis itu."

"Diantara aku dan Fika terdapat kesalahpahaman. Dia tidak sengaja mendorongku," kilahnya. "Ini bukan masalah besar, Pak. Jadi bisakah Bapak mengantar saya ke kamar." Dia ingin masalah ini selesai sampai di sini. Tidak ingin memperpanjang masalah. Jika Farras tidak mau mengantarnya ke kamar dia akan meminta bantuan orang lain.

Farras tiba-tiba jengkel dengan pernyataan Seoul yang seolah ingin melindungi teman perempuan nya itu. Dia menyanggah ucapan Seoul. "Mendorong lalu menendang perutmu dengan keras," sindirnya sedikit sinis. Seraya melirik Seoul sekejap. Lalu berpaling pada Ardy. "Sepertinya di tempat kejadian di pasang kamera CCTV, kau bisa melihat semuanya kalau kau meragukan ucapanku."

Farras benar. Seoul tidak mungkin sepucat ini kalau hanya di dorong. Pikir Ardy. "Aku akan mengurus ini. Sekarang lebih baik kau di bawa ke rumah sakit," sarannya bijak. "Aku khawatir ada cedera serius."

"Tapi, Pak. Aku ... "

"Kondisimu terlihat lebih buruk dari seseorang yang hanya terjahit karena sebuah dorongan. Aku akan mencari dan mengurus masalah mu dan Fika nanti," putusnya. "Sekarang lebih baik kita ke rumah sakit, Bapak akan memesan taksi dulu." Dia menarik ponsel di saku celana.

"Aku sudah memesan taksi. Mungkin sebentar lagi tiba, jadi lebih baik kau mencari muridmu itu. Biar aku yang mengurus mengantar Seoul."

Seoul melebarkan matanya. Oh, tidak. Dia tidak ingin berlama-lama bersama Farras. Dia ingin menghindari lelaki itu dan sebisa mungkin meminimalisir pertemuan mereka. "Pak, lebih baik bapak saja yang mengantar saya. Bapak bertanggung jawab atas murid-murid bapak, dan saya yakin Om Farras juga sangat lelah setelah perjalanan di bus tadi."

Ardy baru akan mengiyakan, namun Farras lebih dulu menyela, "Aku sudah banyak tidur di jalan tadi. Aku juga sedang bosan dan tidak memiliki waktu luang untuk mengantar Seoul. Jadi lebih baik kau mengurus muridmu yang bernama Fika itu."

Ardy tahu kalau Farras tengah mendesaknya untuk tidak mengantar Seoul. Temannya ini aneh bersikeras menemani Seoul walau dia tahu kalau gadis itu tidak mau diantar olehnya. Kenapa Farras begitu peduli pada murid pindahannya ini? Ada apa dengan mereka berdua? Yang satu mendekat, yang satu lagi menghindar. Apa mereka memiliki hubungan?

Dia pasti sedang melantur. Tidak mungkin Farras menyukai gadis yang seumuran dengan anaknya. Dia tahu jelas selera Farras yang menyukai wanita dewasa, sementara Seoul 24 tahun lebih muda darinya. Dia tidak bisa mencegah temannya. Jika dia sudah menghendaki sesuatu pasti dia tidak akan membiarkan siapapun menghalangi jalannya.

Setelah Farras menerima telepon dari si supir taksi, dia membungkuk untuk membopong Seoul. Seoul kaget. "Aku masih kuat jalan, turunkan aku," protesnya pelan. Sembari mendorong dada Farras.

Ardy terkejut di tempat. Farras tidak menyukai hal-hal yang berbau keintiman dengan wanita, setahu dia hanya Milady yang bisa menarik rasa pedulinya. Ketika Milady tiada, dia menjaga jarak sejauh mungkin dari wanita yang berebut menggantikan posisi Milady.

Wanita yang Ku Cintai (End) Où les histoires vivent. Découvrez maintenant