Mama Papa

5.5K 864 502
                                    

⚠️ A bit misgendering!

⚠️ A bit emotional!

Disarankan memutar audio saat sudah mendapat tanda :)

Ps: Kalau hati kalian tidak kuat baca angsty dan punya pengalaman kurang menyenangkan tentang keluarga dan perceraian, C sarankan untuk tidak melanjutkan membaca FF ini. Tapi kalau kalian baik-baik saja dengan itu, maka silakan membaca :)

ㅡㅡㅡㅡㅡㅡㅡㅡㅡㅡㅡㅡㅡㅡㅡㅡㅡㅡㅡ

"Ini Injun sendiri yang gambar?"

Naya bertanya dengan nada terkesan melihat coretan pensil dan warna-warni dari alat warna yang bermacam-macam di sketsa milik Injun.

Injun mengangguk pelan.

"Bagus gak, aunty?"

Pertanyaan itu terdengar agak menyedihkan bagi Naya.

"Bagus gak, ma?"

Dulu dia juga sangat senang melukis, bahkan semasa sekolah pun ia sering mengikuti berbagai lomba. Sayang, orang tuanya dengan segala pemikiran kuno mereka berpikir bahwa menggambar hanya akan membuang-buang waktu. Jadi ia dipaksa membantu pamannya kerja di sebuah restoran mewah Pulau Dewata.

Anakmu jangan sampai kayak aku, mas...

"Bagus banget! Nanti Injun belajar terus biar semakin bagus!"

Injun tersenyum senang. Ia selalu suka setiap ada yang memuji gambarannya.

Membuka halaman baru buku sketksanya, Injun kemudian mengambil sebuah pensil 2B dan mulai menggores sesuatu di sana.

"Aunty?"

Naya tersadar dari lamunannya.

"Ya?"

"Aunty nanti bakal nikah sama ayah?"

Injun yang bertanya demikian tanpa sedikit pun memalingkan wajah kepadanya. Senyum tipis itu terukir di bibir mungil Naya.

"Kita nggak tau masa depan, Injun. Kalau manusia kan pengennya yang baik-baik aja. Sama seperti itu, aunty juga gak tau apa nanti aunty bisa berakhir sama ayahnya Injun atau enggak."

Injun mendengarkan sambil terus menggerakkan jemarinya. Terkadang ia menghapus garis-garis yang dirasanya kurang tepat.

"Kalau misalnya aunty beneran nikah sama ayah, aunty bakal minta dipanggil mama nggak?"

Lalu pertanyaan itu menusuk relung hatinya, entah mengapa membuat Naya berkaca-kaca.

Injun...

"Kalau seandainya aunty menikah sama ayahnya Injun, Injun gak harus manggil aunty mama. Panggil aunty dengan panggilan yang membuat kamu nyaman," Naya bertutur pelan.

Injun menghentikan kegiatannya sejenak dan menoleh pada perempuan di sampingnya itu.

"Karena aunty tahu," Naya tersenyum kecil, terlihat agak menyedihkan.

"Sekalipun ada yang baik atau bahkan lebih baik, yang hati kecilmu inginkan..."

Naya merangkul lembut pundak sempit Injun dengan satu lengan, sebelah tangannya menyentuh dada kiri Injun dengan ujung jemari.

"...itu cuma mamamu, papanya Injun."

Perempuan cantik itu tersenyum tulus.

"Aunty Naya sakit ya?"

Naya menggeleng pelan.

"Enggak!" Injun bersikeras, "Hatinya aunty pasti sakit...tapi Injun gak tau kenapa," suara Injun terdengar memelas.

MAS IL [Ilyoung]Where stories live. Discover now