de retour pt. 1

4.6K 182 19
                                    

Original story by HUNjustforHAN
.
.
.
Park Jimin kedinginan.

Matahari di pucuk kepalanya menjauh, mengambil jarak berkali-kali lipat melebihi seharusnya, jauh untuk membuatnya terbakar di tengah tumpukan badai salju.

Segala musim menjadi bulan Desember. Gelap, basah, dingin seperti tembaga. Lagu-lagu sedih muncul dari setiap sudut meskipun Park Jimin berteriak bahwa dia membencinya. Hentikan lagu itu, matikan! Hentikan apapun yang menyedihkan! Karena itu menyinggungnya. Lirik lagu sedih menamparnya, menunjuk kasar kepada Park Jimin bahwa dia pantas menerima semua penyesalan ini untuk dimakan sampai ususnya membusuk.

Batin Park Jimin mengambil diskusi panjang bersama jiwanya, sampai pada sebuah keputusan bahwa sesungguhnya Park Jimin tidak sanggup kehilangan, mungkin dia lebih hancur dari kata hancur itu sendiri. Tapi harga dirinya yang melampaui angkasa tidak membiarkannya mencari kepingan dari dirinya yang hilang. Dia takut menjadi satu-satunya hal yang tersisa dari sebuah perpisahan. Ini menyiksanya, Park Jimin tidak mau mengaku. Dia keberatan terhadap sisi ranjangnya yang kosong.

Seulgi punya banyak mimpi, sangat sederhana, tentang sebuah kolam renang dangkal di sebelah barat apartemen dan meja belajar yang tidak terlalu tinggi. Itu terlalu mudah. Permintaan yang bisa dikabulkannya detik itu juga. Dan karena dia meremehkannya, Park Jimin merusaknya dengan sebungkus rokok yang disulutnya dengan api di ujung lidahnya. Emosi sesaat salah kaprah. Mungkin hanya untuk Park Jimin sesali setiap malam di sudut kamarnya yang mati.

Kemudian berantakan. Serakan vas bunga di ruang tengah menjadi pengingat bahwa Park Jimin pernah sangat kasar, dia melemparkannya tiga langkah dari kaki gadis itu. Lalu pergi berhari-hari dengan ego masih memimpin jalannya.

Jika Park Jimin punya waktu yang sama, mungkin dia akan tetap berada disana untuk melempar egonya jauh-jauh, membersihkan pecahan vas bunga dari lantai dan membalut luka di kaki gadisnya dengan kain, atau dasinya, atau apapun yang bisa membuat Seulgi berhenti menangis.

Park Jimin terlambat.

Terlalu lama memikirkan harga dirinya untuk datang mengatakan bahwa dia bersalah dan menyesal dan pantas mati atas kata-kata bodoh yang keluar dari mulutnya yang kurang ajar. Park Jimin memang seburuk itu, selalu berasalan bahwa waktu akan memperbaiki segalanya, menjadi penonton di kursi paling belakang selama bertahun - tahun kemudian sadar ketika film-nya telah berakhir, dan Park Jimin tetap menjadi yang bersalah.

Dia pikir dirinya lah pihak yang membuang, lalu tidak akan terjadi apa-apa, dia begitu hebat dan luar biasa dalam hal menipu dirinya sendiri, sampai suatu ketika rindu itu menusuknya dan terbangunlah Park Jimin dalam keadaan gawat darurat namun pada kondisi tubuh yang sehat, mengerti bahwa tidak ada yang terbuang dengan menyedihkan selain dirinya. Itu sangat memalukan. Dia tidak tau lagi dimana harus menyimpan mukanya. Tidak ada yang mau menolongnya karena Park Jimin memang tidak layak ditolong.

Sebagian besar dari gadis itu mungkin berubah, atau seluruhnya, tumbuh subur dan lebih baik, tapi Park Jimin tidak. Fakta itu menginjak Park Jimin sampai ke dasar, meremukkannya sampai benar-benar lumat.

Sebatang pohon tumbang dengan jutaan ranting rusak yang ditinggalkan. Bagaimana Park Jimin bisa tumbuh? Musim semi tidak datang lagi untuknya.

Seulgi telah pergi. Dan Seulgi adalah musim semi bagi Park Jimin. Dia mungkin tidak merasakan musim semi lagi seumur hidup. Bunganya telah mati sampai ke akar.

Segalanya kembali lagi menjadi desember. Segalanya membeku.

Segelas kopi dingin mengingatkan Jimin bahwa mereka pernah sepanas air mendidih. Bahwa dulu pernah hidup Seulgi di sekitarnya; berbagi cinta yang manis, berpijar cerah, memeluk Park Jimin dalam lengannya yang selalu hangat.

𝙎𝙀𝙐𝙇𝙈𝙄𝙉 𝙎𝙃𝙊𝙍𝙏 𝙎𝙏𝙊𝙍𝙔 [𝙈]Where stories live. Discover now