lacuna pt. 2

2.6K 144 13
                                    

"Kau ingin apa?"

"Kau tau maksudku." Telunjuk Jeongyeon membelai lembut bibir bawah Jimin yang tebal. Namun telunjuknya segera mendapat tampikan dari lelaki itu. Jeongyeon kesal.

"Jeongyeon," Jimin membuat tubuh Jeongyeon berdiri dan memungut pakaian Jeongyeon untuk ia berikan pada wanita itu. "aku tidak tau apa yang kau pikirkan, tapi ini bukan tindakan yang patut dibenarkan."

"Aku ingin kembali denganmu, Jimin!"

"Maaf, tidak bisa." Dengan sabar Jimin menutup tubuh polos Jeongyeon dengan jaket dan memintanya untuk kembali mengenakan dress-nya. "Kita sudah selesai, Jeongyeon. Kau sendiri yang mengatakannya."

"Oke, aku minta maaf soal itu karena Harry menipuku." Jeongyeon kembali mendekat, bahkan kini ia sudah membuang jauh-jauh harga dirinya agar bisa mendapatkan Jimin lagi. "Aku mencintaimu, Jimin."

"Terima kasih sudah mencintaiku, tapi maaf, aku tidak bisa membalasnya lagi saat ini. Kau tau wanita di depan tadi? Dia istriku."

"Kau bisa menceraikannya dan kembali padaku."

"Tidak semudah itu, Jeongyeon. Pernikahan tidak sebercanda yang pernah kau lakukan padaku dulu." Jeongyeon terpaku dan dia tidak memiliki banyak kata untuk membalas. "Pulanglah, percuma kau berada di sini karena aku sudah memiliki wanitaku."

"Kali ini aku tulus padamu, Jimin." Jeongyeon mulai mengiba dengan air matanya.

"'Kali ini?' Ah, jadi dulu kau tidak tulus padaku?" Jimin tertawa kering dengan dengusan kesal pada Jeongyeon. "Terima kasih karena kau berniat seperti itu padaku kali ini. Tapi maaf, aku tidak bisa. Aku memiliki istri yang sedari awal sudah tulus padaku."

.

"Apa wanita itu harus datang kesini?" Seulgi membuka satu pembicaraan kala Jimin baru saja mengantar Jeongyeon di balik pintu. "Apa dia tidak sadar dimana dia sudah menelanjangkan dirinya?!"

"Kau melihatnya? Dia hanya meminta aku melukisnya, Seulgi." Jimin tidak sebodoh itu menyadari jika Seulgi mulai tersulut emosi. Lagipula, menurutnya tidak ada yang perlu diperdebatkan ketika Jeongyeon datang sebagai seorang model yang ingin dilukis.

Ya, itu menurut Jimin. Tapi ada satu hati yang mendapati kemuakan tidak beraturan melihat seorang wanita menelanjangkan diri di depan seorang lelaki beristri. Itu suatu penghinaan seakan keberadaan Seulgi sebagai istri hanya seperti bayangan tak penting.

"Mengertilah jika aku harus bersikap profesional." Jimin menambahkan.

"Ya, silahkan kau junjung tinggi profesionalitas yang kau ucapkan itu. Kau berhak melakukannya! Tapi ingat, kau tidak hanya hidup sendiri di rumah ini. Jika kau benar-benar belum bisa menerimaku sebagai seorang istri, setidaknya hargai aku sebagai seorang manusia!"

Mata Seulgi menatap tajam dengan segala kemarahan yang tergambar jelas dari urat-urat wajahnya. Seberapa jauh dia sudah mengukir kesabaran selama ini? Orang mungkin berkata jika sabar itu tak berbatas. Tapi dalam situasi ini, Seulgi tidak ingin membicarakan sebuah batas, tapi sebuah pengorbanan dimana banyak lubang yang telah menggerogoti kesabarannya.

"Oke, aku minta maaf jika kedatangan Jeongyeon mengganggumu."

"Minta maaf?" Dengusan Seulgi terdengar begitu menyakitkan seiring dengan tangisnya yang pecah. "Apa semua hal bisa selesai dengan sebuah kata maaf? Tidak, Jimin. Kau tidak pernah tau seberapa menderitanya aku ketika kau diam-diam menemui Jeongyeon. Jangan kau kira aku tidak tau semua kebusukan kalian?!"

"Jeongyeon butuh teman cerita dan aku datang sebagai teman. Bukan dalam konteks lain."

"AAARRRGGHHH!" hiasan-hiasan kecil di atas meja itu Seulgi sapu dalam satu gerakan tangan hingga terdengar denting pecahan keramik yang menyakitkan. Wanita itu mengacak-acak semua yang tampak di matanya ketika emosi mulai membutakan logika.

𝙎𝙀𝙐𝙇𝙈𝙄𝙉 𝙎𝙃𝙊𝙍𝙏 𝙎𝙏𝙊𝙍𝙔 [𝙈]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang