Tidak Lagi Kesepian

412 53 13
                                    

Gilang tak lagi peduli kondisinya. Ia memang tak berniat begadang tapi waktu terus bergulir hingga menjelang dini hari. Begitulah jika ia terlanjur gila dengan produktivitasnya. Pukul enam, ia baru meninggalkan laboratorium komputer dan bersiap pulang ke asrama dan mandi di kamarnya.

Sesampainya di depan pintu kamar, ia terkejut, kaca pintu kamarnya pecah. Anak itu berulah lagi, batinnya. sesaat setelah itu, ia menemukan sepucuk kertas berbentuk pesawat-pesawatan tergeletak sembarang di lantai kamarnya. Itu bukan hanya pesawat kertas biasa, yang tak lain merupakan sebuah surat seperti yang sering menerornya.

Maaf, kamar lo gue jadiin pelampiasan lagi,
habisnya lo b*ngs*t banget, nggak ngehargai semua yang telah gua kasih ke elo.

Gilang memijit pelipisnya sebagai bentuk reaksi keki setelah membaca surat itu. Sa harus pindah sekarang, sa mungkin perlu bolos sementara ini aja, gumamnya lirih.

*****

Di sebuah kelas jurusan musik yang hanya terdiri dari sepuluh mahasiswa, terkesan suntuk dan sunyi, bahkan hampir semua mahasiswa di dalamnya tertidur. Sampai menjelang pergantian jam dosen mereka tak kunjung Kembali setelah izin pada mereka karena ada panggilan dan kepentingan. Jam kosong dan rebahan semacam itu tak jarang pula terjadi di seluruh kelas di perguruan tinggi yang cukup terbilang elit tersebut. Meski begitu, segala hal yang terdapat kekurangannya sudah pasti memiliki kelebihan, universitas tersebut memiliki nilai lebih pada kesopanan terhadap dosen juga terhadap orang-orang yang lebih tua, sekaligus bersih dari kasus negatif senioritas dan pembuliyan, meski tidak bisa dipungkiri kasus terror dan pembunuhan sering terjadi.

"Aku sempat dengar, kamu membuat pesanan rekan kamar, apa sudah ada yang memesan?"

Fenly tak menanggapi teman sekelas yang tak terlalu akrab dengannya tersebut, ia memaksa matanya terpejam agar turut tertidur seperti kebanyakan temannya yang kini juga banyak tergeletak di lantai kelas itu. Seorang teman yang sedang duduk bersila di sampingnya masih menunggu jawaban.

"Sudah."

Fenly mendesah seraya tersenyum.

"Oh, iya?"

"informasi yang kudapetin pagi ini, dia adalah kakak tingkat kita, jurusan Bahasa dan Sastra semester lima."

"wow..."

*****

Fakultas Ilmu Pengetahuan Alam, Prodi Astronomi

Di kelas jurusan astronomi semester lima dengan total sebelas mahasiswa, kesemuanya khidmat menyimak presentasi kecuali seorang mahasiswa yang memang bertugas menjelaskan. Mahasiswa itu adalah Farhan. Rambutnya yang gondrong kini ia ikat, dibalik kacamatanya terdapat kantung mata yang kian terlihat menghitam, namun teknik kecakapan berbicaranya juga seakan menjadi pertanda suatu usaha yang tekun, dia sudah mirip seperti guru yang sangat ahli dalam Pendidikan kelas.

*****

Pukul Sembilan, kamar no 3 asrama 24

"Bang Rick, bangun..."
Yang diminta bangun sudah membuka mata, tapi tak kunjung bangkit.

"Udah jam Sembilan ya, son?"
Suara itu terdengar serak khas bangun tidur.

"iya, buruan... bangun..."

Yang digopohi akhirnya bangkit juga, lalu bergerak loyoh ke kamar kecil. Zweitson menghela napas, melepas jas almamater berwarna jingga perguruan tinggi tersebut dan merebahkan sebagian badannya di atas Kasur rekannya.

*****

Asrama 24

Pukul 17.00+

Fenly terkejut, ada sosok makhluk yang kian tertidur di salah satu ranjang yang selama ini kosong. Gemuruh di hatinya bersorak riang, rupanya rekan kamar yang ia eluh-eluhkan telah datang. Ia dekati dan perhatikan lekat-lekat makhluk itu. makhluk yang tengah berbaring itu terkesan baru saja merasa damai atas segala kekalutan hidupnya, wajahnya tak begitu rupawan, tapi lekukan-lekukan di sana seperti memberi informasi bahwa makhluk ini berwajah candu bagi siapapun yang terlanjur menyaksikan jika seandainya ia tersenyum.

Saat ia tak sengaja mendapati sebuah album foto di dekat anak laki-laki itu berbaring, entah kenapa ia tak sedikitpun memiliki keraguan. Perlahan ia membukanya, di halaman pertama ia mendapati sebuah biodata dan ia mencoba memahami, anak laki-laki yang merupakan kakak tingkatnya ini bernama panggilan "Gilang", selain itu latar belakangnya membuatnya terkesima, anak itu pernah berkali-kali ikut pelatihan penari modern, dan kursus menyanyi, serta berkali-kali mengikuti kontes Rap di berbagai tingkat. Lalu ia mencoba membuka secara acak halaman album tersebut hingga ia mendapati foto-foto yang di luar dugaannya, memperlihatkan seorang anak berkaca mata hitam dengan rambutnya yang berwarna blonde tak rata dan berkemeja kotak-kotak tersingkap memperlihatkan kaos hitam, di halaman album tersebut ada keterangan bahwa itu adalah Gilang. Sekilas, ia Kembali menatap anak laki-laki yang sedang tertidur saat ini, baginya, kesan orang yang di foto dan yang saat ini ia lihat sama sekali berbeda, yang ia lihat saat ini wajahnya terkesan lebih kalem dan warna rambutnya hitam legam. Mungkin nama abang ini bukan Gilang, gumamnya dalam hati.

Rekan kamarnya itu tiba-tiba terbangun, tubuhnya tak kunjung bergerak, namun matanya yang memerah langsung tertuju pada Fenly. Fenly terperanjat, ia langsung meletakkan album yang dipegang olehnya didekat ia duduk di atas kasurnya sambil nyengir salah tingkah.

"Hai!", sapa Fenly spontan.

Guardian in My RoomWhere stories live. Discover now