Sekilas Roman Pra Tengah Malam

124 27 2
                                    

Hampir seperempat jam, Gilang dan Fajri saling terdiam mengkhidmati dersik angin yang tiada lelahnya bersyair hingga mungkin di penghujung Malam. Gilang pada akhirnya memutuskan beranjak dari sandarannya dan memulai langkahnya untuk berlalu, tetapi sekitar baru tiga langkah, ia menoleh ke belakang ke arah Fajri.

"Maaf ya ganggu," ucap Gilang, tersenyum.

Dan setelah itu, Gilang benar-benar melangkah pergi. Fajri diam-diam tak merelakannya, ia menatap punggung Gilang dengan pandangan dilema.

*****

Kamar Nomor 3 Asrama 24

"Tadi Sore, gua udah coba ngerayu Fajri, dan alhamdulillah dianya juga minta maaf, tapi yang masih jadi masalah, dia itu tetep nggak mau berterus terang terkait masalahnya dia."

Ricky mengangguk-angguk seolah berhasil memahami sesuatu,"Dianya belum siap, han."

"Dan parahnya, tadi Fenly sempat keceplosan pas gua ngobrol di kamarnya, dia bilang gua harus berdo'a supaya Fajri selamat dari d.o."

Ricky tak main terkejudnya.

"Gua langsung shock, Rick!"

*****

Taman Kota

Taman kota tak begitu ramai sebagaimana di hari pekan istimewa, tetapi tetap menyenangkan untuk didatangi. Anak-anak masih banyak yang bersenang-senang, memainkan pesawat-pesawatan yang dapat mengeluarkan lampu yang berkelap-kelip, mereka mendapatkannya dari seorang pedagang yang hanya menjual mainan itu, anak-anak lainnya juga ada yang bermain bola, juga ada yang meniup busa gelembung dan menerbangkannya sambil menari-nari, para wali dari anak-anak itu mengawasi mereka dengan beragam ketelatenan dan turut memasang wajah bersuka cita. Di sisi lain, tepatnya di area kolam air mancur, terdapat dua pemuda yang sedang duduk berjajar di tepian kolam. Shandy tersenyum mengamati Fiki yang terlihat nikmat mengunyah sesuatu di mulutnya, sesuatu yang tak lain adalah jajanan yang berbentuk bulat dari tepung tapioka (cilok).

"Lo nape bang, ngeliatin gua?"

Pertanyaan setengah protes dari Fiki terlontar dengan makanan yang masih belum habis di mulutnya, Shandy lantas menoyor kepalanya sambil berekspresi geregetan.

"Sarap lo, bang," protes Fiki.

*****

Kamar No 4 Asrama 24

Fenly meraih kalung berliontin persegi delapan yang ia simpan di laci nakas samping ranjangnya. Sungguh, kalung itu terlalu indah, berat baginya untuk mengembalikan benda itu ke pemiliknya. Sebenarnya, ia sempat merasa heran, bukankah kalung itu begitu terpampang di genggaman tangannya yang menganga, lantas mengapa pada malam itu Gilang tak mengambilnya?

*****

Asrama 24 lt 2

Pukul 01.00+

Mereka berdua mengabaikan angin yang dengan genit menyentuh mereka. Detak jantung Fajri seolah ingin mendobrak tulang dadanya ketika tangan kekar berurat milik Gilang terangkat untuk mencapai wajah orang di hadapannya, menyentuh rahang cantik yang ada di sana; seolah sedang mengungkapkan segala sesuatu yang tersembunyi sekaligus menganggap orang yang mendapat sentuhan itu mengerti tentang ungkapan kebisuan yang tercipta dalam kediaman mereka. Ibu jari Gilang menelusuri kontur pada titik telapak tangan itu berpijak, menyeret dengan perlahan melewati bibir itu lalu bergerak balik dan kembali mengelusnya untuk sampai di mana telapak itu masih bersemayam di rahang sebelumnya.

"Fajri...,"panggil Gilang, dengan suara dalamnya.

"Nggak tau kenapa... dan entah sejak kapan... saya punya rasa sayang ke kamu."

Guardian in My RoomWhere stories live. Discover now