Sumur di Ladang

776 34 5
                                    

Kami menyusuri pematang sawah, berjalan beriringan sambil menyentuh pucuk-pucuk padi yang masih hijau. Cuaca terik membakar kulit jadi kecoklatan. Rizky yang paling bau matahari. Tapi kata ibu aku juga begitu, sebelum cepat-cepat diguyur pakai gayung dan disabuni.

Aku ingin berjalan paling depan! Tetapi dua anak lelaki itu selalu duluan ambil posisi. Kami mau ngojay, main air di sungai, sehabis itu memancing ikan di balong aki Ayu. Jalan setapak yang kami lewati sempit dan berlumpur. Setelah itu kami menyebrangi sungai kering. Tidak ada air, hanya dedaun kering dan sampah plastik. Aku dan Della berjingkat-jingkat perlahan di jembatan bambu reot. Rizky dan Nanda sudah hampir sampai di ujung.

"Ayo buruan!" sahut Nanda sambil menoleh.

Kami menuruni bukit, berjalan di antara semak belukar sambil mengangkat tinggi-tinggi alat pancing agar tidak tersangkut. Aku melihat banyak hewan di sepanjang jalan. Ulat bulu besar, belalang, laba-laba air di parit, aku baru tahu laba laba bisa berdiri di atas air! Ular sawah yang sedang membelit tikus, tutut di pinggiran sawah, dan masih banyak lagi.

Sungai tempat kami ngojay tidak jauh dari ladang sawi. Di sampingnya terdapat pohon-pohon bambu dan rumah-rumah gubuk.  Aku tidak takut bermain di sungai. Airnya dangkal, hanya sedadaku. Warnanya keruh kecoklatan dan mengalir pelan. Tapi aku tetap harus berhati-hati. Ada bagian dasar sungai yang lebih dalam. Rizky, Nanda, dan Della bisa berenang, aku tidak.

Kami menanggalkan pakaian dan menyisakan kutang dan celana pendek lalu langsung melompat ke dalam air.

Byuuuur!!

Dari kami berempat Rizky yang paling jago renang. Tapi Nanda tidak mau kalah. Mereka berdua  berenang  adu cepat, sementara aku dan Della dengan senang hati menyiprat-nyipratkan air ke arah dua sepupu kami itu. Kadang ada pelepah pisang yang ikut hanyut dan kami jadikan pedang pedangan. Hanya saja hari ini cuma ada daun-daun bambu kering. 

Tidak terasa hari semakin tinggi. Kulitku terasa seperti tersengat meski di dalam air. Kami menyudahi ngojay , Nanda membantuku dan Della naik ke atas. Tangan dan kaki kami berlumuran tanah merah. Tapi tidak apa, di balong aki Ayu ada pancuran air bersih. Rizky merapikan alat pancing dan ember berisi pelet ikan yang kami geletakkan dekat pohon talas. Balong aki Ayu tidak jauh dari sini. Hanya tinggal menuruni bukit sedikit. Di dekatnya ada ladang sayur dan sumur tua. 

Langkah kami terhenti karena ada kerumunan orang di sepanjang jalan menuju ladang sayur. Orang-orang dewasa berdesas-desus mukanya tertekuk cemas. Anak-anak remaja memperhatikan dari atas bukit, ada pula yang memanjat pohon nangka. Seorang kakek melarang kami melanjutkan perjalanan ke arah ladang. Katanya lebih baik kami pulang. Rizky dan Nanda tidak menghiraukan dan tetap menelusup ke dalam keramaian. 

"Kyy! Ndaa! mau kemanaa?"

"Udah tunggu aja di situ! Mau liat bentar." Teriak Nanda sebelum hilang di antara kaki-kaki orang dewasa.

Aku dan Della memperhatikan dari tempat kami berdiri. Orang-orang terus berdatangan ke sumur tua di ladang. Ramai berdesak-desakan. Beberapa hanya memperhatikan dari jauh sambil menutup hidung. Ada juga yang  menangis meraung-raung. Para bapak bergotong royong mengeluarkan sesuatu dari dasar sumur. Seorang gadis kecil. Tangis pecah dan keadaan semakin riuh. 

Tubuhnya meringkuk kaku dan telanjang. Kulitnya sepucat air susu. Ia diletakkan di atas tanah merah dekat sumur, badannya ditutupi daun pisang. Aku masih dapat melihat kaki mungilnya yang pucat mencuat dari balik daun pisang. 

Kami pulang dengan tidak berkata sepatah kata pun sepanjang jalan.  Teranyata berita tentang gadis tadi lebih cepat sampai ke rumah daripada kami. Ibu dan bibiku membicarakannya dengan wajah sedih juga marah. Muka ibuku kini semerah tomat dan matanya berkaca-kaca. Mereka enggan menjawab bila ditanya. kami masih terlalu kecil katanya. 

Malamnya aku diam-diam bertanya pada nenek,

"Apa pakaian dapat lumat jika terendam terlalu lama di dalam air, nek?"

Semesta LembutDonde viven las historias. Descúbrelo ahora