E M P A T B E L A S

6.2K 419 3
                                    

Aora terbaring lemas di ranjangnya. Tubuhnya terasa sangat lelah.

Karena merasa sangat bosan, Aora merogoh saku lalu mengeluarkan telepon genggam miliknya.

Aora membuka aplikasi instagram lalu mengscroll beranda.

Tunggu.. Apa ini?

Aora melihat video dimana dirinya dan Revan keluar dari satu kamar yang sama.

Nafas Aora memburu. Perlahan ia menekan tombol komentar, lalu mengamatinya satu persatu.

"Eh ini Revan sama Aora bukan sih?"

"Hah? Revan sama Aora semalem satu kamar?"

"Mereka berdua abis ngapain woy?"

"Hahahaha!!"

Semua komentar-komentar miring itu berhasil membuat Aora meneguk ludah.

Siapa sangka ada orang yang jahil dan menyebar video ini. Aora menangis tak tahu harus berbuat apa. Ia tidak mau orangtua nya sampai mengetahui semuanya.

---

Keesokan harinya, Aora datang ke sekolah dengan wajah yang kusam.

Semua siswa-siswi menatap dirinya dengan tatapan tak percaya.

Aora hanya bisa tertunduk diam, dan mengikuti kemana pergi langkah kakinya.

Bruk...

Tiba-tiba tak sengaja Aora menabrak lelaki bertubuh tinggi.

Aora mendongak pelan, ternyata laki-laki itu adalah Vraska.

"Vraska?"

"Ikut gue Ra," Vraska menarik lengan Aora dan membawanya ke tempat yang lebih sepi, jauh dari keramaian murid lainnya.

"Waktu malem itu gue presensi lo sama Revan, dan lo berdua gak ada di tempat."

"Yang lebih anehnya lagi, kemarin gue scroll instagram, gue liat video tentang lo berdua. Apa lo bisa jelasin semuanya?"

"E-emm," Aora sangat gugup, tidak tahu harus menjawab apa.

"Jawab gue Ra! Lo gak mungkin ngelakuin hal busuk yang kayak di komentar kan?" ucap Vraska dengan nada menekan.

"Lepasin dia!" tiba-tiba Revan datang. Tangannya mendorong keras bahu Vraska.

"Apaan sih? Dari kemarin lo ikut campur mulu."

"Lo yang ikut campur! Mulai sekarang, apa pun yang lo lakuin sama Aora-- lo bakal berurusan sama gue," Revan menatap tajam mata lelaki di hadapannya.

"Istirahat nanti gue tunggu lo di gudang," ucap Vraska menantang. Lalu pergi kembali ke kelas.

"Ra, lo gakpapa?" tanya Revan sembari mengecek tubuh Aora.

"Aora gakpapa Revan. Tapi-"

"Tapi apa?"

"Revan udah tau tentang video yang viral?"

"Hm?" tanya Revan kebingungan.

"Revan harus liat ini," ucap Aora. Tangannya mengambil ponsel di saku, lalu menunjukkan video itu kepada Revan.

Rahang Revan mengeras saat menonton video di ponsel Aora. Tangannya mengepal erat.

Sial. Siapa yang berani merekam ini?

"Aora gak tau siapa yang nyebar. Kayaknya ini akun fake, orang yang nyebarin sengaja bikin. Trus selesai upload, akunnya gak diaktifin," Aora berpikir keras.

"Gue pasti bakal nemuin siapa yang nyebarin Ra."

"Gak usah, Revan. Biarin aja. Kalo pelaku nya ketemu, keadaannya bukan membaik, tapi malah memburuk."

Revan memikirkan kata-kata Aora, lalu mengangguk paham.

"Revan, kalo nanti Aora ditanya tentang video ini, Aora harus jawab apa?" tanya Aora serius.

"Terserah lo jawab apa aja, yang penting alesan yang lo kasih tuh logis."

"Ya udah. Aora ke kelas dulu."

"Iya, lo duluan. Ntar gue nyusul."

---

Kedatangan Aora disambut kehebohan Vania. Tak kalah dengan Vania, teman sekelas mereka pun ikut menginterogasi dirinya.

Cuitan-cuitan yang sangat amat ramai itu membuat kepala Aora pusing.

"Dieeemmm!" teriak Aora sekencang mungkin, tak lupa tangannya ikut menggebrak meja dengan keras.

Spontan seluruh teman-temannya langsung diam seribu bahasa.

"Puas lo semua? Minggir lo pada!" bela Vania.

"Iya iya," sahut salah satu siswa. Lalu segera pergi, disusul teman-temannya yang lain.

"Ra, lo sebagai sahabat gue, lo harus cerita dan jelasin semuanya ke gue," ucap Vania sembari menepuk bahu Aora.

"Ceritain semuanya ke gue, Ra. Pelan-pelan aja tapi pasti."

"A-aora cuma abis ngambil-" jawab Aora terbata-bata. Otaknya berpikir keras untuk memikirkan alasan yang harus ia lontarkan.

"Aha! Waktu itu Aora cu-cuma abis ngambil bolpoin yang kebawa Revan."

"Boong lo."

"Serius Vania," Aora berusaha meyakinkan sahabatnya itu.

"Trus malemnya lo tidur dimana?" Vania bertanya kembali.

"Malemnya? Hmm Aora tidur di kamar yang kosong."

Aora tak tahu harus beralalasan apalagi. Dirinya sudah kehabisan kata-kata. Hanya satu harapan sekarang, yaitu agar Vania percaya terhadap alasannya.

"Yaudah gue percaya. Awas lo boong ye," pernyataan Vania itu membuat hati Aora sangat lega.

Ada yang gak beres sama nih anak, batin Vania curiga.

---

Vraska menatap mata Revan dengan tajam, begitu pun sebaliknya.

Gudang yang kosong membuat suasana menjadi ngeri. Tapi tidak bagi dua lelaki yang sedang emosi itu.

"Apa yang lo lakuin sama Aora?" Vraska memulai pembicaraan.

"Lo siapa sih? Kakaknya Aora? Kok lo selalu pingin tau urusan dia."

"Gue suka sama Aora," ucap Vraska terus terang.

"Trus kalo lo suka sama dia lo harus ikut campur urusannya? Cuma suka kan, bukan pemilik hatinya?"

"ANJIINGG!!"

Braakk...

Bersamaan dengan lontaran kata kasar, Revan jatuh tersungkur karena hantaman Vraska yang cukup keras.

"Berdiri," nada Vraska menantang.

"Gue heran sama lo. Lo kok bersikap seolah-olah cowok nya Aora sih?" tanya Vraska.

"Bukan urusan lo."

Buugg!!

Kini Revan membalas pukulan Vraska. Pukulan yang keras itu berhasil membuat sudut bibir Vraska berdarah lebam.

"CUKUUUPPPP!!!"

Baby Girl (Completed)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang