22| Memaafkan

485 42 0
                                    

Hal yang sulit adalah ketika harus memaafkan karena keadaan.
≈≈≈

BUKU eksposisi tentang petunjuk penerangan dan penafsiran beberapa teori itu terus di bolak-balik oleh Arjuna. Cowok yang sedari tadi diam dan sibuk berkutik dengan bukunya itu sama sekali tidak mengeluarkan suara barang sekata pun. Padahal—kelas tampak berisik karena ulah anak Victor. Lebih tepatnya Rase dan Manu.

Pikiran Arjuna mengambang. Cowok itu merasa gelisah karena Nara belum membalas pesannya dari kemarin malam. Perempuan itu pasti marah besar karena foto yang dikirim Manu.

Arjuna sendiri tidak mempermasalahkan Manu karena sudah berani mengirim foto memalukan itu pada Nara. Karena posisi Manu yang sudah memegang amanah dari Nara sendiri.

Menghela napas, Arjuna menutup bukunya. Menyandarkan tubuh pada kursi seraya memikirkan bagaimana cara meminta maaf pada Nara dan berusaha membuat perempuan itu agar tidak marah lagi.

"Sorry." Arjuna mengangkat kepalanya, cowok itu membuang napas ketika mendapati Auris.

Auris terlihat gugup, perempuan dengan jaket biru itu lantas duduk di depan Arjuna. Menyodorkan cokelat panjang sebagai permintaan maafnya.

"Gue ..., nggak ada maksud apapun, Jun. Gue cuma ikutin tantangan dari anak-anak kemarin. Ja-jadi gue minta maaf banget sama lo." Auris tampak gugup, perempuan itu meringis melihat tatapan super dingin dari Arjuna.

"Kenapa lo mau?"

"Gue—di paksa. Padahal gue udah nolak. Tapi mereka tetap kekeh."

Arjuna menaikan sebelah alisnya, matanya masih menatap lurus Auris. "Semurah itu harga diri lo?"

Auris mendelik terkejut, baru kali ini perkataan Arjuna begitu menohok hatinya. "Gu-gue kan udah minta maaf, Jun." Auris tampak nelangsa. "Lo gak tau kan gimana keadaan gue saat mereka memaksa gue buat cium lo?"

Arjuna berdecak. Harusnya tidak begini. Bisa saja kan Auris meminta izin dahulu? Tetapi justru Auris malah langsung menyerang tanpa rasa malu. Kalau sudah seperti ini mau tidak mau kata 'maaf' Auris harus ia terima. Biar bagaimana pun Auris adalah temannya.

"Lupain."

Auris tersenyum simpul. "Makasih, Juna."

"WIDIH GIMANA JUN RASA BIBIR AURIS?" seruan tidak ada akhlak itu berasal dari Rase. Cowok tanpa dosa yang menyengir pada Arjuna membuat seisi kelas menahan tawanya.

Sebenarnya bisa saja berita saat Auris mencium Arjuna seketika viral di Angsana. Tetapi mereka tidak cukup nyali untuk memperbesar masalah itu. Sikap Arjuna yang datar dan dingin saja sudah membuat mereka takut. Apalagi malah memperparah keadaan. Bisa-bisa dalam masalah dengan Arjuna.

"Harusnya ya, Ris. Lu cium aja Taka. Kan mulut dia pedes banget tuh. Siapa tau abis di cium lo dia nggak nyelekit lagi kalau ngomong." Rase masih saja berujar tanpa dosa.

Arjuna berdeham, tatapannya menajam pada Rase. Mulut cowok itu terkadang harus di sumpal agar tidak berbicara yang tidak-tidak. 

Rase cengengesan. Cowok itu menggaruk tengkuknya kikuk. "Yaelah Jun biasa aja dong. Lo ngeliatin gue kayak mau di makan idup-idup. Emang lo Kanibal. Eh canda kanibal."

Taka langsung saja mengeplak wajah Rase dengan kesal. "Mulut lo gak beradab!"

"Lah emang lo ada adab?"

"Gue nggak seburuk lo yang pasti," sahut Taka merasa paling benar.

Rase mengembuskan napas, sedikit drama. "IYA! IYA! LO SEMUA SUCI. GUE KOTOR!"

ARJUNARA [SELESAI]Where stories live. Discover now