8. "Endless Tightness"

935 143 16
                                    

Hari demi hari terlewatkan, kini sebuah kisah akan melalui puncaknya masing-masing, kisah rumit nan menguras air mata hingga memunculkan perasaan menyakitkan. Keegoisan, amarah, iri, dan nafsu seakan bisa mengendalikan semuanya. Dan kini entah akan berakhir seperti apa, mereka tetap memperjuangkan egonya masing-masing.

Ditemani cahaya lampu dan alunan melodi dari soundtrack drama Goblin yang berjudul Stay With Me, Suho berbaring dengan posisi terlentang di kasur kamarnya. Matanya memejam merasakan debaran jantung yang seolah-olah bisa membunuhnya secara perlahan, tangannya meremas seprei kasur saat merasakan perasaan sesak yang kembali menyerang.

Lebih dari setengah bulan ia kembali bertemu dengan Irene atas izin Tuhan, di saat dirinya mulai kembali bermimpi untuk membangun kebahagiaan dengan tambatan hatinya itu … di saat dia ingin kembali memulai hidup dengan sang bidadarinya … namun kenapa? Kenapa? Kenapa pertemuan yang selama ini selalu ia dambakan kini malah menjadi luka lainnya? Seolah Tuhan kembali melukiskan takdir lain yang penuh lika-liku untuknya.

Bukankah semua manusia berhak bahagia? Bukankah mereka memiliki kebahagiaannya masing-masing? Tapi kenapa? Kenapa Suho merasa bahwa hanya dirinya yang dikucilkan dunia? Seolah bahwa dirinya adalah sampah yang tak diperlukan. Jika memang sesakit ini kenapa Tuhan harus mempertemukan mereka kembali? Kenapa tidak biarkan saja dirinya hidup dengan tanda tanya besar di kepalanya mengenai Irene? Sebab menurutnya itu lebih baik.

Tok tok

Suara ketukan pada pintu kamarnya membuat Suho terpaksa membuka mata, walau terasa berat.

‘’Boleh Ibu masuk sayang?’’

Seolah suara Ibu tercinta terlalu sayang untuk tidak direspon, Suho memilih bangun dari tidurnya, duduk di atas kasur dengan kaki yang menyentuh lantai, iapun menoleh ke arah pintu, ‘’Masuklah Ibu,’’ ucapnya.

Setelah mendapat izin dari pemilik kamar, pintu itu perlahan terbuka, menampakkan Nyonya Kim yang masih terlihat segar di usia senjanya. Kakinya dengan anggun melangkah mendekati sang putra sembari terus memasang senyuman menenangkan.

‘Kenapa tidak turun untuk makan malam?’’ tanya Nyonya Kim lembut sembari duduk di samping anak semata wayangnya itu.

Suho menunduk, memainkan kakinya di lantai seperti anak belasan tahun yang didera perasaan bimbang. ‘’Aku tidak lapar Ibu,’’ ucapnya lesuh.

Nyonya Kim menangkap hal yang tidak beres dari gerak-gerik dan nada bicara anaknya itu, tangannya perlahan terangkat mengelus puncak kepala Suho dengan lembut.

‘’Apa yang mengganggu pikiranmu sayang?’’ tanya Nyonya Kim.

Suho diam cukup lama, kemudian menggeleng menapik prasangka sang Ibu padanya, ‘’Aku baik-baik saja.’’

‘’Ibu sangat mengenalmu, Ibu yang membesarkanmu, Ibu juga yang melahirkanmu, jadi Ibu tahu betul jika sesuatu sedang mengganggu pikiranmu,’’ ucap Nyonya Kim.

Suho kini memalingkan pandangannya ke arah lain, tepatnya ke arah jendela besar yang mempertontonkan pemandangan langit malam. Sangat indah, namun hatinya tetap saja muram walaupun disuguhkan pemandangan secantik itu oleh semesta.

‘’Bicaralah sayang,’’ ucap Nyonya Kim kembali dengan lembut namun terkesan memaksa.

Tak punya pilihan lain karena terus didesak sang Ibu, Suho menghela nafasnya pelan kemudian beralih menatap wajah sang Ibu. ‘’Bagaimana menurut itu tentang pernikahanku?’’

Nyonya Kim mengernyit, setelah sekian lama mulut anaknya itu baru pertama kali mengeluarkan pertanyaan yang mengangkat topik pernikahan, bahkan saat Suho tiba-tiba datang menghadapnya dan sang suami, dirinya dibuat kaget dengan keinginan pemuda itu. Bagaimana tidak? Tanpa ada angina maupun hujan, Suho datang dan memaksa ingin menikahi Jisoo. Padahal pria itu selalu mengatakan tidak akan menikahi wanita lain selain Irene.

Love The Painful [SURENE ft. JINSOO]Onde histórias criam vida. Descubra agora