07. Segalanya Terasa Pelik dan Begitu Mencekik

216 51 0
                                    

Happy Reading!

Ken mendorong sepeda motor yang tiba-tiba mogok itu dengan malas, karna Athaya - Kakak Perempuannya - menyuruh Ken untuk mengantar kue ke komplek perumahan elit ini. Dulu, dirinya juga pernah merasakan bagaimana hidup bergelimang harta dan hidup damai tanpa harus memikirkan hari esok akan makan apa, sekarang, keluarganya harus berjuang untuk tetap bertahan demi hari esok, terlebih Adik Bungsu Ken mengidap gagal ginjal 5 tahun yang lalu.

Ken menghela nafas, sesekali lelaki itu mendengus sarkas. Ken terus berjalan hingga di pertigaan komplek, seperkian detik Ken menghentikan langkahnya. Ia mendengar suara seseorang tengah menangis, suara tangisnya terdengar pilu dan amat menyedihkan.

Ken menajamkan indra pendengarannya, memastikan suara tangis itu sekali lagi, dan kali ini tangisnya semakin kencang. Ken melirik kiri dan kanan, sepi. Ken menelan salivanya, mendadak perasaannya tidak enak. Walau di rundung perasaan tidak mengenakan, Ken terus menuntun sepeda motornya untuk mencari sumber suara tangis yang ia dapati.

Baru berjalan beberapa langkah, netranya menangkap gadis berseragam SMA yang penampilannya begitu kacau dan.. sedang menangis? Lagi, Ken merasa familiar terhadap gadis yang beberapa langkah dari hadapannya.

Sontak Ken menghampiri, "Lo ngapain?"

"Jangan ganggu Dista lagi plis.."

"Siapa yang mau ganggu lo. Gue nanya, lo ngapain?"

Lantas Dista mendonggak, mendapati wajah kelewat datar itu tengah menatapnya. Menghunus manik matanya yang masih di genangi air mata, Dista langsung menunduk, mengusap air mata dan mengatur nafas yang tidak beraturan sedari tadi.

"Kamu.. Kak‐"

"Lo ngapain?" Timpal Ken.

"Mau pulang."

"Terus?"

"Emang ada angkot jam segini.. hape Dista juga mati.."

Ken diam sejenak. "Yaudah nanti gue anter, tapi tunggu Kakak gue dulu."

Dista mau menolak tawaran Ken, namun dirinya terlalu lelah untuk berkilah, terlebih kejadian hari ini teramat mematahkan hatinya. Sangat sakit.

Dista menggeleng, menahan air mata yang terus berdesakan untuk keluar hingga nafasnya naik turun, rasanya sesak tapi Dista malu untuk terlihat menyedihkan di hadapan Kenan.

"Nangis aja selagi gratis."

Dista menoleh, masih mendapati wajah kelewat datar Ken. Sebenarnya Ken ingin menenangkan atau ingin mengejek dirinya?

Gadis itu mendengus, terdengar sarkas namun begitu kontras dengan suara nya yang begitu kentara sehabis menangis.

"Diem aja kalau nggak ngerti!"

Ken tidak merespon, ia mengeluarkan ponsel dari saku celananya untuk mengirimi Athaya pesan. Setelah pesan terkirim, netranya bergeser ke arah Dista yang tengah melamun, entah apa yang di pikirkan gadis itu.

Mata Ken menyipit, melihat darah yang mengalir di kaki Dista. Lelaki itu berlari kecil, berjongkok di hadapan Dista yang tersentak kaget.

"Kak-"

Mata Ken menajam, menatap Dista "bisa jelasin, kenapa lo disini?"

Dista langsung menunduk dalam, menggelengkan kepalanya. Merasa keberatan untuk bercerita apa yang sudah terjadi sebenarnya.

"Gapapa."

Di wajah datarnya, Ken berdecak. "Gak usah nyiksa diri, kalo kenapa-kenapa ya bilang lo gak baik-baik aja."

AccidentWhere stories live. Discover now