"Gapapa emang diambil bunganya Kinan?," Tanya Siska ketika Kinan menyuruh Siska memetik bunga Yang Siska suka.
"Iya enggak apa apa teh, masa pulang dari kebun bunga gak bawa bunga," ucapnya sambil terkekeh pelan. Siska langsung memilih beberapa bunga berwarna warni untuk dibawa pulang, Sepanjang memetik bunga mereka mengobrol-ngobrol mulai dari Kinan yang pernah tinggal di rumah Dikta karna mendapatkan beasiswa di salah satu PTN di Jakarta, Pekerjaan Kinan yang kini menjadi guru SD, juga curhatan tentang Siska yang membuka kafe setelah resign dari perusahaannya, hingga mereka tak sadar jika sudah berada di blok jauh dari kantor.
"Saya capek banget Nan, duduk dulu yuk," ucap Siska saat menemukan sebuah batu besar di tenga blok perkebunan bunga.
Mereka duduk bersebelahan, sambil menyeka keringat nya, pagi ini memegang awan sedekit mendung dan dan kabut tipis yang menjalarkan hawa dingin ke tubuh.
"A' Dikta baik banget sama teteh," ucap Kinan di sela keheningan.
Siska tertawa pelan, "dia orang ga gak jelas, kadang nyebelin kadang baik, bikin kita salah tanggap," ucap Siska tanpa menyadari apa yang ia ucapkan, lalu membekap mulutnya sendiri, Kinan menatapnya sambil tersenyum menggoda.
"Dari sini kantor gak keliatan ya," ucap Siska mengalihkan percakapan, sambil menatap sekitar.
"Kita gak sadar teh sampai jalan jauh banget dari kantor," ucap Kinan membalas Saat sedang asik mengobrol setetes demi setetes air jatuh dari langit, "Teh hujan ayo kita pulang," ucap Kinan memperingati,
"Bentar Nan, aku udah lama gak hujan hujanan," ucap Siska sambil merentangkan tangannya lalu mengadahkan kepalanya ke langit.
"Siskaaaaaaa...," Suara teriakan memanggil Nama Siska membuat Siska dan Kinan menoleh,
Dikta datang tergopoh-gopoh dengan payung di tangannya.
"Dicari cari ternyata di sini, ayo hujannya semakin deras," ucap Dikta memperingati.
"Iya A' sebentar ini teh Siska mau main hujan hujanan dulu katanya,", ucap Kinan sambil mengusap wajahnya yang sudah basah dengan air hujan.
"Siska ayo, gak dingin emang?," Tanya Dikta sedikit berteriak karna hujan semakin deras.
Siska mengerucutkan bibirnya "iya, iya ah bawel," ucap Siska lalu berjalan meninggalkan Dikta dan kinan.
Dikta dan kinan berlari mengejar Siska.
"Lo sama Kinan pake payung ini," ucap Dikta memberika payung yang di pegangnya.
"Terus Lo pake apa?," Tanya Siska
"Gapapa gausah pake gue udah biasa, cepet nih " jawab Dikta sambil menyodorkan payung yang langsung di sambut Siska dengan senang hati.
Siska dan Kinan berjalan bersisian menggunakan payung sedangkan Dikta berjalan di belakang mereka mengawasinya.
••
Pradikta
Sudah sejak 1 jam lalu, Siska dan Kinan pergi berkeliling, tapi hingga kini tak kunjung pulang, gue gak takut mereka nyasar karna Kinan pasti sudah hafal betul seluk beluk perkebunan di sini. Gue membalik balikan kertas laporan yang di berikan mang Asmad dengan gelisah.
"Kenapa Mas?," Tanya mang Asmad yang duduk di hihadapan gue setelah menyeruput kopi miliknya, Gue menggeleng dan kembali menekuri kertas kertas laporan di hadapan gue.
Karna posisi duduk gue yang menghadap kaca gue bisa melihat awan yang sudah menghitam, berkali kali gue menengok ke arah pintu, memastikan mereka telah datang namun tak kunjung datang.
Gue terus memperhatikan langit yang menghitam dan sedikit demi sedikit bulir bulir air jatuh membasahi tanah lembab, bekas hujan semalam.
"Khawatir banget ya mas, sama temennya?," Tanya mang Asmad tanpa kehilangan senyum dari wajahnya gue hanya terkekeh membalas pertanyaan mang Asmad
"Saya mau lihat Siska sama Kinan dulu deh ya mang," ucap gue sambil bangkit yang di ikuti mang Asmad dari belakang.
“Ini mas bawa payung takut kehujanan,tapi cuma satu" ucap mang asmad sambil menyodorkan payung berukuran sedang berwarna hitam.
Gue mengambil payung dari tangan mang Asmad dan mulai berjalan melewati jalanan becek dan bunga bunga berwarna warni di pinggir kanan dan kiri. Cukup lama gue mencari mereka kemana mana, akhirnya gue melihat Siska yang tengah loncat loncatan menikmati hujan, gue terdiam sambil tersenyum dari jauh.
Gue berjalan cepat kearah nya
"Siskaaaaaaa...," teriakan gue memanggil Nama Siska membuat sang empunya nama, Siska dan Kinan menoleh,
"Dicari cari ternyata di sini, ayo hujannya semakin deras," ucap gue memperingati.
"Iya A' sebentar ini teh Siska mau main hujan hujanan dulu katanya,", ucap Kinan sambil mengusap wajahnya yang sudah basah dengan air hujan.
"Siska ayo, gak dingin emang?," Tanya Dikta gue sedikit berteriak karna suara gue teredam oleh suara gemericik air hujan.
Siska mengerucutkan bibirnya "iya, iya ah bawel," ucap Siska lalu berjalan meninggalkan gue dan Kinan.
"Lo sama Kinan pake payung ini," ucap gue memberika payung yang sedang gue pegang "Terus Lo pake apa?," Tanya Siska tanpa mengambil payung nya dari gue.
"Gapapa gausah pake gue udah biasa, cepet nih " jawab gue sambil menyodorkan payung yang langsung di sambut Siska dengan senang hati. Siska dan Kinan berjalan bersisian menggunakan payung sedangkan gue berjalan di belakang mereka mengawasinya.
Suara senandungan Siska mengalun lembut seolah diiringi simfoni hujan, tanganya bergerak gerak dibawah payung mengadah air yang turun.
Tanpa di sadari sebuah senyum tercetak di wajah gue.
Gue menggeleng geleng pelan "kenapa sih gue" desis gue lalu kembali berjalan mengawasi Siska dan Kinan di depan gue.
YOU ARE READING
I'm Not Chef
ChickLitSiska yang seumur-umur tidak memiliki kemampuan memasak memutuskan membuka kafe di Jakarta untuk menunggu sang pacar. Sayangnya, suatu insiden tak menyenangkan terjadi di hari pertama kafenya di buka, yang membuat Siska pada akhirnya menengenal Prad...
