Lucifer : 25

63.2K 11.5K 6.4K
                                    

Penerbangan lampion biasanya dilakukan setelah selesai panen. Rakyat Manuala berkumpul di Ibukota, lalu menerbangkan lampion di sepanjang sungai yang menuju ke arah laut. Kegiatan tersebut merupakan wujud syukur dan harapan panen berikutnya akan bertambah baik. Raja Jef dan pendeta akan memimpin doa, diikuti oleh rakyat Manuala. Setelah selesai, akan ada pesta besar-besaran. Tari topeng, pertunjukan sulap, lelucon, dan drama akan diadakan sepanjang malam.

Jeno menatap ayahnya yang kini memakai pakaian resmi kerajaan. Jangankan menyapanya, menatap wajah Jeno saja pria itu tidak. Hubungan mereka memang tidak baik—sejak Jeno mengetahui perselingkuhan yang dilakukan Jef Narenth dan mengadukannya ke Ratu Julian. Mereka hanya berbicara seperlunya. Jeno sangat membenci ayahnya yang bahkan tidak pernah mengucapkan kata maaf setelah menyakitinya begitu dalam.

Pria itu sangat angkuh dan dingin. Dia selalu hidup dengan mengangkat dagunya. Tidak pernah Jeno melihat Jef Narenth menunduk ketika berbicara dengan orang lain—bahkan dengan Ibu Ratu sekalipun. Dengan kedudukan seperti itu, tidaklah sulit menumpas Ibu Ratu dan klan Johnmark. Dia bukanlah raja boneka. Ibu Ratu sekalipun tidak bisa mengendalikannya.

Raja Jef hanya tidak peduli. Dia tidak menginginkan istana, dan bersikap seolah-olah ingin melarikan diri. Wanita itu mengikat Raja Jef dengan kuat. Jeno yakin, setelah pensiun menjadi Raja, Jef akan berkelana ke pulau terpencil lalu hidup dengan Rosaline—selingkuhan yang telah memberinya anak. Membayangkan itu, tangan Jeno terkepal kuat. "Bajingan..."

"Pangeran... Lampion Anda." Dokter Vante memberikan lampion yang akan Jeno terbangkan.

Sekali lagi, Jeno menatap Jef yang sedang mengungkapkan harapannya pada musim panen berikutnya. Gingseng, pala dan kayu manis diharapkan mampu menyumbang pendapatan lebih besar. Rakyat tentu saja berdoa dengan khusyuk. Kemudian, Raja Jef melepaskan lampionnya, diikuti oleh Jeno dan Rakyat Manuala yang hadir di sana.

Semua orang sibuk menatap langit yang indah dipenuhi lampion. Jeno yang berada di sisi Jef mengambil kesempatan itu untuk menyerangnya.

"Anak Anda di sini." Jeno berbicara ke arah Jef dengan sudut bibir sinis.

Pria itu menatapnya sebentar, "Apa kau tidak sadar apa yang sedang kau lakukan?" Nadanya tidak kalah sinis.

"Kenapa? Anda takut?"

Jef terkekeh, "Aku tidak peduli. Lakukan sesukamu," ujarnya, lalu berlalu dari sana.

Tatapan Jeno beralih pada seseorang yang beberapa meter di depannya, tepatnya di seberang sungai. Cahaya dari lampu jalan bersinar terang, menyebabkan wajah itu sangat mudah dikenali. Seharusnya Jef Narenth dapat melihat sosok itu, tapi lagi-lagi harapan Jeno runtuh ketika pria itu berbalik, lalu duduk di tempat yang dipersiapkan untuknya.

Dia mengabaikan darah daging yang selama sepuluh tahun tidak ia lihat di depan matanya sendiri.

"Benar-benar brengsek."

Jeno berjanji, ia akan menghancurkan Jef Narenth dan Ibu Ratu dengan tangannya sendiri.

***

"Aku ingin hidup." Grace menuliskan kata-kata itu pada lampionnya, lalu menerbangkannya ke langit. Ada ribuan lampion yang kini terbang ke arah laut.

Jauh dalam hatinya, Grace benar-benar ingin hidup. Dia tidak ingin mati di usia muda. Sekali saja, Grace ingin merasakan rambutnya memutih dan menua dengan bahagia. Ia sudah teramat sakit menjalani kehidupan yang sia-sia di masa lalunya.

"Ya, takdir pasti berubah." Grace berusaha menegarkan hatinya, lalu berbalik mengikuti gerombolan gadis-gadis yang datang dari istana.

Malam ini, mereka benar-benar dijadikan pusat perhatian. Kemana pun mereka pergi, mata-mata itu akan memandang mereka sembari bergosip siapa yang akan menjadi pasangan Pangeran nantinya. Grace yang berulang kali ingin menyelinap harus menelan pil pahit, karena tidak ada celah. Akhirnya, ia duduk kaku di belakang Jef Narenth dan utusan kerajaan yang lain.

The Lucifer Prince Who Fell For MeTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang