13

3.6K 281 12
                                    

Masihkah ada yang menanti kisah ini? Hehe, maaf kalo lama update- nya. Lumayan mumet bikin adegan berantemnya dalam rangkaian kata. Haiiih, bahasa lo, chi! Hehehe...

Maaf juga kalo masih banyak typo.

Tengkyuuu dan happy reading! ^_^

***===***


"Lambat sekali kerjamu, anak bodoh! Sebenarnya kau mampu atau tidak menjalankan misimu, ha?!" gertak pria setengah baya itu pada pemuda di depannya.

"Maaf, Ayah. Aku hanya menunggu waktu yang tepat. Aku tidak mungkin sembarangan bertindak karena kita semua tahu seberapa hebat kedua bodyguard Dirgaputra itu. Apalagi sekarang sepertinya ada orang lain yang terus mengawasi ketiga orang itu."

"Lalu kapan kau akan benar-benar menjalankan misimu, ha?! Fabio mulai tidak terkendali. Sudah kuminta dia untuk tidak terlalu menggila demi menjaga kerahasiaan kita, tapi tetap saja dia menggila! Sekarang masyarakat semakin curiga dan media pasti akan ikut menggila dengan berusaha mencari info sebanyak- banyaknya!"

"Tenang saja, Ayah. Fabio memang menggila, tapi dia juga pintar. Dia menghancurkan rumah itu untuk melenyapkan petunjuk yang mungkin bisa mereka temukan, bukan? Kita hanya harus bersabar. Seperti Fabio yang juga terus bersabar untuk menghancurkan Dirgaputra dan mendapatkan gadisnya. Padahal kita tahu seberapa gilanya dia."

Pria setengah baya itu menyeringai. "Kau benar! Aku harus bersabar. Sebentar lagi... Sebentar lagi impianku akan terwujud! Aku akan menjadi orang nomor satu di negeri ini. Aku akan menjadi sosok malaikat di depan banyak orang dan mengendalikan mereka. Menjadikan negeri ini seperti apa yang kuinginkan! Hahaha...."

Pemuda itu menyeringai licik.

Sementara itu, di depan pintu ruangan yang tertutup itu, seorang wanita juga menyeringai meski pipinya basah oleh air mata.

***

Mocha menembaki sasaran- sasarannya dengan wajah datar tanpa ekspresi. Setelah mengeluarkan beban yang selama ini dia simpan, gadis itu merasa sedikit lega. Dari hari ke hari sosok Fabio dalam ingatannya pun semakin jelas. Bukan hanya bentuk tubuh, rambut, dan bibirnya yang tersenyum atau menyeringai mengerikan. Mocha pun sudah mengingat dengan jelas wajah psikopat itu. Orang yang bertanggung jawab atas kematian kedua orang tuanya.

"Kekuatan tekad atau dendam, Mo?" celetuk Patrick dari belakang.

Mocha berbalik. "Kau ke sini?" Mocha meletakkan senjatanya kemudian berjalan menghampiri Patrick.

"Rob yang mengajakku kemari. Dia sedang bicara dengan James di ruang kerja," Patrick duduk di kursi kayu pendek di teras belakang rumah besar itu. Mocha pun ikut duduk, memilih ayunan rotan dengan bantal- bantal empuk dan berbaring miring.

"Apa kau kenal mereka, Pat?"

Patrick mengernyit tidak mengerti. "Siapa?"

"Kedua orang tuaku dan orang gila itu."

"Aku cukup sering bertemu orang tuamu karena mereka sering bertemu dengan Tuan Davin. Kami cukup akrab. Mereka sama seperti Tuan Davin, baik, ramah, dan hangat. Mendengar berita kematian mereka, aku benar- benar merasa sedih dan kehilangan. Aku juga sama sekali tidak menyangka bahwa putri mereka yang diberitakan hilang setelah kecelekaan itu ternyata adalah gadis yang berhasil mengalahkan Rob," Patrick tersenyum miring. Mocha tersenyum tipis. "Sedangkan Fabio... aku pernah melihatnya, tapi hanya dari kejauhan. Tuan Davin tidak mengijinkanku dan Rob terlibat terlalu dalam demi keselamatan kami. Tapi, Rob pernah melihatnya dari jarak yang cukup dekat saat dia beraksi. Tentu saja secara sembunyi- sembunyi. Rob bilang orang itu sangat mengerikan dan aku menyetujuinya karena dari jarak jauh saja aku sudah merinding melihatnya."

My MochaWhere stories live. Discover now