1

10.5K 737 29
                                    

Cuplikan

Mocha membaca berkas itu dengan kening berkerut. Dia hanya cukup membaca sekali seperti biasa, kemudian diletakkannya di atas meja. Dengan kedua tangan terlipat di depan dada, dia menoleh pada teman di sampingnya—Jhon—lalu menatap pria di hadapannya yang duduk dengan santai di sofa.

Mocha menyandarkan punggungnya di sofa yang empuk itu, kemudian bertanya tanpa rasa takut atau sungkan sama sekali. Jhon yang sudah lama mengenalnya berdoa semoga Mocha lebih bisa menjaga mulutnya. Biar bagaimanapun klien kali ini sangat spesial. Berani membayar dua kali lipat dari harga biasa. Yah, tentu saja dengan resiko yang dua kali lipat atau bahkan lebih dari biasanya.

"Setelah membacanya, kurasa putramu tidak memerlukan kami, James."

Jhon menelan ludah susah payah. Mocha benar-benar tidak bisa menjaga mulutnya seperti biasa. Dia tidak mau menyebut "Tuan" atau apalah untuk sekedar menghormati klien, meski yang klien mereka butuhkan adalah kemampuannya, bukan penghormatannya.

James tersenyum. Dia suka gadis itu. Seperti yang dikatakan temannya yang merekomendasikan dua remaja itu, Mocha dan Jhon memiliki karakter yang bertolak belakang. Jhon lebih penurut dan sopan, sedangkan Mocha terlalu berani dan bermulut pedas. Meski begitu, mereka berdua lolos dari ujian yang dia berikan dengan nilai tertinggi. Yang lebih menakjubkan, kemampuan gadis bernama Mocha itu lebih tinggi dibandingkan Jhon!

"Dia—Maxillio Dirgaputra—menguasai beberapa ilmu bela diri dan penggunaan senjata. Dia bahkan pernah mengalahkan hampir seratus orang berandalan dengan tangan kosong meskipun setelah itu pingsan karena kelelahan. Tapi, dari laporan mengenai putramu aku yakin seratus persen kemampuanku masih berada di bawahnya, James," Mocha melanjutkan.

James benar- benar suka gadis itu!

"Justru karena itu aku membutuhkan kalian berdua," ucap James, masih dengan senyum di bibirnya. "Musuh kami tahu bahwa sia- sia saja melawan Max dari depan, makanya mereka menggunakan cara belakang. Contohnya seperti yang kemarin terjadi pada Max. Truk yang melaju berlawanan arah itu memang sudah di-setting sedemikian rupa oleh mereka. Max, meskipun masih muda tapi memiliki kemampuan mengendarai mobil yang setara pembalap profesional dan refleks yang luar biasa. Kalau tidak, sekarang dia pasti sudah meninggalkanku untuk selama-lamanya."

Mocha meminum jahe susu yang sudah disediakan bahkan sebelum kedatangannya beberapa menit yang lalu.

"Apa kau menerimanya, Jhon?" tanya Mocha tanpa melirik apalagi menoleh pada sahabatnya itu.

"Tentu saja. Ini tantangan seru untukku. Biasanya kita, terutama aku, kebanyakan hanya menjaga orang- orang yang sebenarnya tidak terlalu membutuhkan bodyguard," jawab Jhon yang bersyukur dalam hati James tidak tersinggung dengan mulut dan sikap Mocha.

"Orang-orang manja dan sok keren," sahut Mocha. Pedas seperti biasa.

"Ayolah, Mo! Jaga sedikit mulutmu!" ucap Jhon pelan, tapi James masih bisa mendengarnya.

"Kau tahu aku seperti apa," balas Mocha cuek, kembali menyandarkan punggungnya dengan santai seakan- akan ini rumahnya sendiri. Dia bahkan menaikkan kedua kakinya ke atas sofa!

"Oh, my...!" Jhon mengerang menutup wajahnya dengan kedua telapak tangannya.

***

Max sudah diperbolehkan pulang ke rumah. Perban di kepalanya juga sudah dilepas, tapi luka di dahinya masih harus ditutupi. James memberi tahu Max tentang dua bodyguard barunya dan Max mendesis kesal.

"Dad, aku tidak butuh bodyguard. Aku bisa menjaga diriku sendiri," tukas Max.

"Kau butuh, Nak. Orang yang mengincarmu itu semakin menggila. Hanya kau yang aku miliki sekarang. Aku tidak ingin kehilanganmu."

Max berdecak sebal. "Karena itu, menikahlah! Buat anak yang banyak agar kau tidak terlalu memikirkanku."

James terkekeh. "Sifatmu benar- benar mirip kakakku. Keras kepalamu mirip ibumu. Wajahmu pun gabungan keduanya."

"Dad!" Max berkacak pinggang.

"Oke, oke. Seperti yang kubilang, kau butuh bodyguard. Bukan bodyguard sembarangan, Max. Mereka seumuran denganmu. Kalian bisa jadi teman ngobrol atau bahkan sahabat. Ah, kau juga boleh memacari yang perempuan. Dia sangat manis."

"Ya, ampun! Dad!"

"Hahaha...."

***

"Sepertinya pekerjaan kita kali ini lebih sulit, Mo," ucap Jhon.

"Karena itulah aku menerima. Tentu saja selain karena butuh uang untuk panti," sahut Mocha.

"Kita juga akan kembali sekolah. Aku sudah lupa bagaimana rasanya sekolah. Selama ini aku hanya bisa belajar di waktu senggang."

"Itulah yang membuatku sedikit tidak suka. Sekolah. Aku bahkan sudah lupa dengan semua pelajaran yang kudapat di sekolah dan itu membuat kepalaku pusing!"

Jhon terbahak.

*****=====*****

Gimana, gimana? Gaje and nggak nalar, ya? Hehehe... Namanya juga fiksi, yang lahir dari imajinasi, ya jadinya begini. Halah! Makasih buat semuanya yang bersedia membaca karya Chi yang gaje ini. Sampai jumpa di part selanjutnya. Muach muac muaaach...

Chisha Cheria

18 Desember 2014

My MochaTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang