Prolog

531 66 30
                                    

Bismillah, assalamu'alaikum.
Selamat datang di cerita baru Afi, semoga kalian suka dan bisa mengambil pelajaran setelah membaca cerita ini.
Yuk, follow dulu sebelum membaca.

>Prolog<

"Wahai anak cucu Adam! Sesungguhnya Kami telah menyediakan pakaian untuk menutupi auratmu dan untuk perhiasan bagimu. Tetapi pakaian takwa, itulah yang lebih baik. Demikianlah sebagian tanda-tanda kekuasaan Allah, mudah-mudahan mereka ingat."
(QS. Al-A'raf 7: Ayat 26)

***

"Aaaaaaaaa ...." Laki-laki berhodie hitam berteriak keras, tak peduli di mana dia berada, yang terpenting adalah emosinya tersampaikan.

"GUE BENCI LO! TERNYATA NGGAK HANYA NAMA LO AJA YANG CITRA, TAPI KELAKUAN LO JUGA PEN-CITRA-AN!" Dengan wajah memerah karena menahan marah, dia terus berjalan dengan menendang apa saja yang ada di depannya.

Pluk. "Aauuu ...," rintih seorang anak kecil.

Nathan terkejut, dia bergegas menghampiri anak kecil yang terkena lembaran kaleng bekas karena ulahnya. "Ada yang sakit?" tanyanya to the point.

Anak itu menatap Nathan seksama. "Kakak ... yang waktu itu 'kan?" tanya anak berusia 7 tahunan.

Nathan menggaruk kepalanya yang tak gatal. "Nggak tau," jawabnya singkat.

Anak kecil itu berbinar, "Aku ingat betul, Kakak ini yang udah nolongin aku waktu itu," ucapnya. "Namaku Novita, Kak."

Nathan hanya mengangguk, meski ia tak tau apa maksud bocah kecil di depannya itu. "Jadi, ada yang sakit?"

Novita menggeleng. "Nggak ada, Kak, cuma kaget aja tadi, makanya refleks teriak," jawabnya sambil terkekeh.

"Ya sudah, sorry untuk yang tadi, dan ...." Nathan merogoh saku celananya dan mengambil dompet, "ini buat lo, kali aja kepalanya masih sakit cepat bawa ke dokter." Ia mengerahkan beberapa lembar uang merah.

"Eh, nggak usah, Kak. Aku nggak papa kok," tolak anak itu.

"Kata temen gue, rezeki nggak boleh ditolak. Udah ambil aja, anggap ini permintaan maaf gue karena udah buat lo keget," ucap Nathan memberikan uang itu pada genggaman Novita.

"Tapi aku nggak papa, Kak," ucap Novita. Namun, ketika melihat Nathan menatapmu tajam, nyalinya cuit. "Iy ... ya, Kak. Aku terima uangnya, ma-makasih," ucapnya terbata.

Nathan berbalik arah dan pergi begitu saja.

"Kok kakak itu beda ya? Emm ... apa mungkin karena dia sedang emosi, jadi tak mengenaliku?" gumam Novita lirih.

***

"Sial!" umpat Nathan kesal sebelum akhirnya netranya melihat ke arah depan, sejauh 100 meter. Ada sesuatu yang aneh. Nathan berlari menuju orang yang tergeletak di pinggir jalan.

"Perempuan," gumamnya ketika sudah berada di dekat orang tersebut. "Pingsan?"

Laki-laki itu menoleh kanan dan kiri, namun, tak menemukan seorang pun yang lewat, bahkan yang biasanya banyak kendaraan lewat, sekarang sangat sepi. Biasanya jalan di sini nggak pernah sepi, batinnya. Nathan kehabisan akal, ia pun menggendong perempuan itu untuk dibawa ke rumah sakit terdekat.

Srettt. Sepertinya ada yang robek. Nathan menatap ke arah perempuan yang tengah digendongnya.

Deg. Jantungnya berdetak kencang saat melihat paras cantik perempuan itu. Namun, dengan cepat ia tersadar. Sekarang bukan waktunya untuk mengagumi kecantikan sosok perempuan itu, tapi, yang terpenting adalah membawa sang perempuan ke klinik kesehatan terdekat.

"Apa dia baik-baik saja?" tanya Nathan ketika sudah sampai di sebuah klinik kesehatan.

Dokter yang memeriksa perempuan itu tersenyum, "Tak ada yang perlu dikhawatirkan, dia hanya telat makan sehingga asam lambungnya naik," ucap dokter.

Nathan mengangguk.

Kedua laki-laki berbeda generasi itu menoleh ketika mendengar sebuah erangan dari brangkar tempat pasien.

"Lo nggak papa?" tanya Nathan bergegas menghampiri perempuan itu.

Perempuan dengan berjilbab berwarna coklat susu itu menatap bingung pria di depannya, ia berkesiap duduk.

"Lo tadi pingsan di jalan, makanya gue bawa ke sini," ucap Nathan memberikan penjelasan dari kebingungan perempuan itu.

"Ah, iya, terima kasih sudah menolong saya," ucap perempuan itu lirih. Tak lama kemudian, dia menyentuh wajahnya dan panik.

"Ada apa?" tanya dokter yang sedari tadi menyimak pembicaraan mereka.

"Niqob saya kemana?" tanya perempuannya itu histeris, dia menarik selimut yang menutup tubuhnya untuk menutupi sebagian wajahnya.

Nathan terdiam. "Ini, maaf tadi lepas pas gue gendong lo," ucapnya sambil menyodorkan niqob berwarna hitam.

"Gen ... dong?"

"Lo pikir gue seret lo dari jalan raya sampe sini?" balas Nathan sinis, ia merasa reaksi perempuan itu terlalu berlebihan.

"Sudah, silahkan dipakai lagi niqobnya," lerai sang dokter. Dia menyeret laki-laki di sampingnya untuk keluar dari ruangan periksa.

"Lebay banget sih, cuma jatoh juga," cibir Nathan ketika sudah berada di luar ruangan.

****

#salamjabo_writingmarathon
#challengemenulis3bulan


redaksisalam_ped

Jangan lupa tekan bintang di bawah ya.
Salam Sayang,

Afi😘

Nathan untuk Fidha [Terbit]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang