#10. Katanya jangan ke rumah.

912 342 66
                                    

Akhirnya saya sadar maksud dari kenapa Teh Redia menganggap omongan saya gak sesuai dengan kenyataannya. Saya selalu gak punya cukup keberanian. Diingat-ingat memang iya, dari mulai mencari tau namanya, nomor telepon, ngajak main, hampir dari semua hal yang saya sebut usaha saya justru gak seberani itu nyatanya.

Bisa aja ngeledek si Deden, taunya saya sama saja.

"Teh, cowok yang suka ke rumah kayaknya suka sama Teteh."

Teh Redia mengerutkan dahinya.

"Kalau emang iya, kenapa?"

Saya terenyak, saya gak mengira dia bakal jawab kayak gitu. Sore-sore itu saya ajak dia jalan-jalan keliling dusun.

"Oh, ya udah." balas saya akhirnya.

Beberapa saat diam, cuma kedengaran sayup-sayup suara sekitar yang saling beradu.

"Cemburu?"

Saya mengangkat kepala.

"Kamu cemburu?" tanyanya.

Teh Redia kelihatan ingin ketawa.

"Kenapa?" saya tanya.

"Dia udah gak pernah ke rumah lagi, udah dua minggu."

"Bagus. Semoga selamanya aja." balas saya.

Teh Redia jadi betulan ketawa.

"Kamu cemburu?"

"Iya." jawab saya.

Hari-hari saya berjalan semakin manis semenjak hampir setiap harinya saya bertemu Teh Redia. Sekarang kalau pulang sekolah rasanya gak mau ke rumah, mau ke rumah Teh Redia saja. Sore-sore biasanya dia sudah mandi, sudah cantik, sudah wangi. Lalu kalau saya ajakin jalan-jalan, dia pasti pakai jaketnya.

"Teh."

Dia menoleh. Sore itu saya dan dia jajan gorengan, lalu duduk-duduk di pos kamling.

"Cantik banget. Nikah, yuk?"

Dia ketawa, "Heureuy wae, ah!"
Bercanda terus, ah!

"Eh, serius!"

"Iya! Lulus aja dulu."

"Siap komandan! Tungguin." saya bilang.

Dia makin ketawa, "Kobe."

"Biarin!"

Dia ngunyah gorengan sambil senyum-senyum nahan ketawa.

"Itu kamu beneran?" tanyanya kemudian.

"Beneran atuh!"

"Berdoa aja, ya."

"Iya lah pasti."

"Enggak, berdoa buat aku maksudnya." katanya.

"Iya, pasti. Berdoa supaya Teteh jadi jodoh aku."

Teh Redia gak langsung membalas, dia gigit gorengannya.

"Iya." katanya.

Tapi kemudian entah kenapa, saya merasa jadi aneh waktu itu. Suasananya seperti tiba-tiba berubah.

"Ril, besok pulang sekolah gak usah ke rumah."

"Kenapa?"

"Aku gak bakal ada di rumah."

"Emang mau kemana?"

"Kontrol."

"Kontrol apa?"

"Aku sakit, Aril."




















hai, saya baru sempat update lagi

PANASEA 1996Onde histórias criam vida. Descubra agora