19 - Sesuatu yang Disembunyikan

6.7K 1.1K 124
                                    

Hai geng😍 kalo ada typo barkabar yaa

Membohongi diri sendiripun tidak akan mendapatkan apapun. Menyembunyikan sesuatu seperti yang sering Jasmin dan Kaisar lakukan pun tidak akan membuahkan apapun. Toh! Semakin berjalannya waktu rahasia itu akan terungkap sendirinya. Memang cukup mengejutkan, jika seseorang yang bersangkutan mengatakannya, namun bagi Sehun itu lebih baik daripada mencoba untuk menutup-nutupi.

"Rachel, adek kandungnya Mauza, Sar." Wendy mengatakan dengan raut mengiba.

Membicarakan Mauza, merupakan hal yang cukup menyakitkan bagi Kaisar dan dirinya sendiri. Wendy cukup menyukai karakter Mauza, walaupun dirinya baru mengenali Mauza sebentar. Sama halnya pada Jasmin, ia baru mengenal Jasmin sebentar, namun sudah menyayanginya seperti adik sendiri.

"Hah? Nggak mungkin, Kak." Kaisar tidak mempercayai perkataan Wendy. "Terus apa hubungannya dengan keluarga Sanjaya?"

Wendy ingin menjelaskannya, namun Sehun menghentikannya. "Kaisar, nenek kamu punya kemampuan supranatural juga?"

Kaisar menganggukkan kepalanya. "Nenek cuma bisa lihat hantu aja. Setau aku kayak gitu. Kenapa kok ngalihin pembicaraan? Apa hubungannya dengan keluargaku, terus kenapa tiba-tiba Rachel jadi punya hubungan dengan Mauza?"

"Sar, kayaknya kita perlu bahas ini dengan Jasmin. Mending nunggu Jasmin, biar nggak jelasin dua kali." Sehun meminta.

Kaisar mendengus. "Ya udah, deh. Kita tunggu di rumah Jasmin aja."

Mereka pun menuju ke rumah Jasmin.

Di lain sisi, di dalam mobil Alvero. Jasmin menatap Alvero yang sedang mengemudi. "Kenapa natap saya kayak gitu? Nanti malah berubah jadi kamu yang ngefans sama saya."

Jasmin ingin sekali memukul lengan Alvero sekeras mungkin agar pemuda itu tidak membual lagi. Jasmin memang paling tidak menyukai pernyataan frontal menyangkut hal seperti itu.

"Saya nggak akan pernah ngefans sama dokter, maaf aja." Jasmin memperjelas.

"Wah! Kamu sudah mematahkan semangat saya nih. Oh! Iya, jadi kamu suka sama yang mana? Ghibran kah? atau cowok yang namanya Sehun itu?" cecar Alvero.

Jasmin menggelengkan kepalanya. "Nggak penting punya perasaan sama lawan jenis. Saya juga masih terlalu kecil untuk punya hubungan begitu, seenggaknya nunggu lulus sekolah."

Alvero tersenyum. "Bagus, itu bagus untuk hati, tapi perasaan sama lawan jenis itu nggak bisa dihindari lho! Hati-hati lho!"

Saya aja nggak ngerti gimana ciri-ciri punya perasaan sama lawan jenis, batin Jasmin.

"Mending kamu sama saya aja," ujar Alvero.

Jasmin menggelengkan kepalanya enggan menjawab. "Oh iya, dokter kenal banget sama Ghibran?"

Alvero menganggukkan kepalanya. "Ghibran pasien aku dulu, terus baru seminggu diambil alih dengan dokter lain ... ngomong soal Ghibran, lebih baik kamu jauhin anak itu."

"Kenapa?" tanya Jasmin. Ia agak terkejut mendengarkan peringatan dari Alvero.

"Emang kamu nggak pernah kepikiran alasan Alesha nggak bunuh Ghibran? Padahal dia keluar dari organisasi secara sepihak. Coba lihat kasus Zura yang langsung dibunuh, pas tau dia keluar dari organisasi."

"Aku pernah kepikiran sekali, habis itu nggak kepikiran lagi. Lagipula, dia nggak bertindak yang aneh-aneh selama beberapa bulan terakhir." Jasmin sangat yakin dengan apapun yang sudah ia amati soal Ghibran.

Alvero mendengus. "Kamu naif banget, ya. Ada sesuatu yang anteknya Alesha manfaatin dari diri Ghibran. Kalau antek Alesha bisa buat Ghibran yang asli tidur dan takut muncul. Ghibran bisa kehilangan diri dia. Ghibran punya kepribadian lain yang punya niat jahat. Kepribadian dia itu nggak suka sama orang-orang yang punya kekuasaan, walaupun dia nggak suka diperintah, tapi dia jahat."

Gadis itu tercengang mendengar penyakit kejiwaan yang Ghibran. Ia mengingat kejadian saat Alesha menemui Ghibran hampir terjun bebas dari atas gedung rumah sakit karena rasa putus asa yang pemuda itu derita.

"Waktu sama saya, penyakit Ghibran bisa ditekan, dia rajin minum obat dan perceraian orangtua buat diri dia membaik. Habis itu saya nggak tau lagi." Alvero menjelaskan.

Rasa sakit jika ditahan dan tidak segera diobati dapat membusuk. Penyebab kejiwaan yang Ghibran derita adalah sikap ayahnya yang tidak baik dengan dirinya. Ayahnya memberikan bilur baru setiap harinya ketika Ghibran masih kecil. Merusak psikis anak ketika masih sangat kecil dapat memberikan lebam yang tersembunyi di dalam hati.

"Tapi dok, kalau saya ngejauhin Ghibran bukannya justru memperburuk penyakit yang Ghibran derita. Bukannya dokter sendiri ngerti sama hal itu," tutur Jasmin.

Pemuda yang berumur terpaut jauh dengan dirinya itu menghela napasnya panjang. "Mereka memang harus dirangkul, tapi masalahnya kamu bukan orang yang ahli. Apalagi, sikap kamu impulsif banget. Yah! Dia nggak akan celakain anak perempuan sih, cuma antek Alesha bisa manfaatin kepribadian lain Ghibran itu."

Jasmin bergeming tidak menjawab. Ia enggan berdebat dengan seseorang yang memiliki ilmu kejiwaan lebih dari dirinya. Alvero melirik Jasmin yang diam tidak berkutik, pemuda itu berharap Jasmin mendengarkan peringatannya.

...

Rosa sedang beristirahat di sofa ruang keluarga. Setelah mendengar suara Kaisar dari ruang tamu, Rosa beringsut duduk, menyambut kedatangan sepupunya dan teman-teman barunya.

"Eh! Kak Wendy,gimana ujian akhirnya?" tanya Rosa. Mereka sudah cukup akrab.

"Lumayan buat pusing, aku bukan Jasmin yang bisa dengan mudah ngerjainnya. Kamu gimana?" tanya Wendy.

Rosa memasang raut masam. "Emang aku yang gila nurutin kemauan Jasmin, tapi aku juga nggak mau jauh-jauh dari Jasmin."

Sehun hanya mendengarkan percakapan keduanya tanpa bersuara. Begitupula dengan Kaisar yang sudah membaringkan tubuhnya di depan televisi. Rosa menatap Kaisar yang terlihat cukup kelelahan.

"Bang, kok tumben ke rumah. Rame-rame lagi," tanya Rosa.

"Kayak biasanya, kembaran kamu si Jasmin bikin khawatir orang sekampung." Kaisar mengatakan.

Rosa menghempaskan napasnya. "Padahal hari terakhir ujian. Emang dia kemana lagi?"

Karena ketentuan dari pemerintah digantinya Ujian Nasional. Ujian sekolah pun menjadi patokan penilaian kelulusan bagi siswa kelas 3 SMA. Karena sistem belajar yang cukup berbeda dari sekolah lain. Libur di SMA pribadi dimulai dari pertengahan Mei hingga, bulan minggu kedua bulan Juli.

"Nemuin Dokter Vero," timpal Kaisar.

"Oh! Dokter Vero, dia baik kok. Nggak perlu khawatir," ujar Rosa.

Ketiga orang yang sudah duduk di sofa menyorot Rosa penuh dengan tanda tanya. Padahal, Rosa baru sekali bertemu dengan Alvero, namun gadis itu menyimpulkan seolah sudah berkali-kali bertemu dengannya.

"Dokter Vero itu sepupunya Alesha, anaknya Bu Niandari. Udah sepatutnya kita khawatir, Sa." Pemuda itu menjelaskan.

Wendy menganggukkan kepalanya. "Bener kata Kaisar, toh! Kamu baru pertamakali ketemu dengan Alvero."

Sehun mengamati raut wajah Rosa. Gadis di hadapannya hanya diam tidak bersuara sembari mengamati raut wajah yang Kaisar, Wendy dan dirinya tampakkan.

Dia nyembunyiin sesuatukah? batin Sehun.

Ketika mata Sehun dan Rosa bertemu. Gadis itu tersenyum ke arahnya cukup lama, walaupun ia tidak membalas senyuman gadis itu sedetikpun. Sehun mencurigai senyuman yang Rosa tampakkan padanya.

"Kamu udah lama ya? Kenal dengan Dokter Vero, Rosa?"

Gimana sama ceritanya geng? Semoga kalian suka ya😁

INDIGO 3 ; percaya untuk matiDonde viven las historias. Descúbrelo ahora