13. Si tengil

257 71 40
                                    

Oops! This image does not follow our content guidelines. To continue publishing, please remove it or upload a different image.


Katanya masa sekolah jika belum merasakan membolos pada saat jam pelajaran bagai sayur tanpa garam, hambar. Tentunya hal itu bukan perkara yang harus Zinara pertimbangkan jika hendak melakukannya, berbeda dengan si jenius pemilik peringkat atas, mungkin harus mempertimbangkannya seperti akan memilih jodoh.

Namun, nyatanya mata pelajaran penjaskes dalam pengecualian. Meski tidak begitu ahli dalam mata pelajaran tersebut, Zinara suka karena ia bisa lebih banyak bergerak dan pastinya tidak membuat otaknya berasap.

Sekarang Zinara duduk kursinya dengan wajah bosan, kedua tangan terlipat di atas meja dengan dagu yang di tempelkan di atasnya. Helaan nafas panjang nan kasar terdengar keras bahkan sampai menggema karena kekosongan yang menjadi penyebabnya.

Sialnya Zinara menjadi manusia satu-satunya yang tinggal, duduk sendirian di dalam kelas bak murid korban perundungan yang tidak memiliki teman dan tentu luka di kaki masih menjadi sebabnya.

Zinara melirik sapu di samping meja yang sengaja Anna tinggalkan bertujuan dijadikan tongkat untuk jaga-jaga jika Zinara ingin keluar.

Memangnya Zinara separah itu?

"Serasa lumpuh beneran kaki gue." Monolognya meraih sapu lantas dengan hati-hati bangkit berdiri.

Satu demi satu titah dilakukan dengan sangat amat pelan. Sapu yang disulap menjadi tongkat sedikit berguna meski sesekali membuat langkah Zinara menjadi oleng.

"Badan lemah banget jatuh segitu aja repotin," gerutunya. Tangan yang bebas Zinara gunakan untuk berpegangan pada knop pintu, tujuan utama adalah lapangan, di mana teman-temannya tengah melakukan praktek.

"Oji sialan emang," tukasnya sengit.

"Pantes kuping gue berdengung mulu dari tadi," ujar satu suara.

Meski masih sangat awam mendengar suara yang baru saja ia dengar, namun Zinara tahu siapa pemiliknya.

Gadis itu melirik, menatap sang pemilik suara dengan tatapan malas. "Bolos lo?" tanya Zinara tak bersahabat.

Oji, pemuda berjaket hijau itu mengulurkan tangan, berniat membantu Zinara namun cepat gadis itu tampis. "Lo jangan salah menilai orang."

"Muka lo muka penuh dosa soalnya," tutur Zinara pedas. Mungkin kelamaan berteman dengan Agnes, ia sampai tertular kalimat pedasnya gadis berwajah datar itu.

Berdecak pelan, Oji geleng-geleng kepala. "Kelas gue lagi jamkos, beruntung banget baru masuk udah disuguhin jamkos," katanya terkikik.

"Serah lo," tandas gadis itu kembali melanjutkan jalannya yang sempat terhenti.

"Nanti dulu." Oji menahan langkah Zinara, mengadangnya sampai membuat gadis itu mendengus sebal.

"Apalagi sih lo ah," decak Zinara sebal. "Lo baru kenal gue jangan sok akrab bisa enggak sih," tukasnya sengit.

Cuma Teman [TERBIT]Where stories live. Discover now