23. "Nanti"

262 57 58
                                    

"Duka, letih dan patah. Manusia ahli dalam menyimpan luka."


"

Oops! This image does not follow our content guidelines. To continue publishing, please remove it or upload a different image.


"Masih subuh, Nar. Sekolah belum buka."

Zinara dengan rambut dicepol tinggi terkekeh geli kala mendengar keluhan lewat suara dari gawainya. "Ya ... maaf, hehe."

Pantas memang Genta mengeluh, pasalnya Zinara menelepon pemuda itu pukul lima pagi. Kurang kerjaan? Ya, memang.

Terdengar Genta yang menguap, mungkin lebar, entahlah. "Gue tutup."

Belum sempat Zinara menjawab, panggilan suara berakhir. Gadis itu merenggut kesal, jadilah ia kembali mendial nomor Genta. Biar tahu rasa.

Tak lama panggilan terjawab, Genta menggeram di seberang sana. "Nar, bener-bener lo, ya. Disuruh Oma apa Agnes bangunin gue pagi-pagi?" omelnya kesal

"Enggak disuruh siapa-siapa. Inisiatif sendiri aja," jawab Zinara, menyibak selimut lantas turun dari ranjang.

"Oke, gue matiin."

"Ya, jangan," selanya cepat, sebelum Genta dengan seenaknya memutuskan sambungan.

Helaan nafas kasar terdengar jelas, Genta menguap lagi. "Kenapa, Nar?"

Begitulah Genta, si softboy. Tipe orang yang tidak mudah marah atau lebih tepatnya manusia yang selalu merasa tidak enakan. Contohnya saat ini, saat tidurnya diganggu yang seharusnya marah, Genta justru berujar lembut sekali. Tak heran jika Zinara tidak bisa lepas dari pria itu.

"Jangan sarapan, ya? Gue mau masakin soalnya."

"Ogah ah, sayang banget masakan Bi Een yang rasanya mirip kayak Oma gue lewatin." Genta sepertinya tengah mencuci muka, karena bising kran terdengar jelas di indera pendengaran Zinara.

"Yah, padahal usaha banget gue bangun subuh, masa lo tega sih." Ia mencuatkan bibir meski mustahil Genta lihat.

"Ya udah, masakin aja. Sarapan dua kali kan bisa," jawab Genta. Zinara menjauhkan ponsel dari telinga, menatapnya seraya geleng-geleng kepala. "Buatnya sekalian banyakan, atau bikin dua porsi aja deh. Gue makan abis latihan."

Zinara terkikik pelan. "Mau hemat uang jajan bilang atuh, Pak."

"Itu gunanya lo belajar masak."

"Dasar." Zinara terkekeh geli. "Gue tutup, mau mandi abis itu masak, eh tapi nanti bau. Kalo gitu masak dulu terus mandi gimana?"

"Barengin aja kalo bisa."

"Genta bego."

Selanjutnya sambungan telepon terputus, Zinara memandangi ponsel dengan senyum tertahan. Membayangkan jika suatu hari nanti ia dan Genta menjadi suami istri. Bangun pagi-pagi untuk menyiapkan pakaian kerja Genta dan masak, membangunkan pemuda itu kala sudah siap. Sungguh indah halusinasi Zinara.


Cuma Teman [TERBIT]Where stories live. Discover now