06.2. Penyesalan Noah

3.8K 305 26
                                    

Pukul tiga sore, Noah memutuskan untuk pulang lebih cepat. Perasaan bersalah pada Naira tentu saja masih bersarang di hatinya. Oleh karena itu, sebelum pulang ia memutuskan untuk membeli cokelat dengan berbagai jenis bentuk di toko khusus cokelat. Biasanya, cokelat dapat membuat mood menjadi lebih baik dan tentu saja penggemar cokelat itu banyak. Ia yakin, Naira juga sangat menyukai makanan manis itu.

Noah melajukan mobilnya menuju toko cokelat yang sangat terkenal di kotanya. Setibanya di toko itu, ia langsung Sengaja ia membeli dua kotak cokelat.

Setelah mendapatkan apa yang ia inginkan, Noah kembali melajukan mobilnya dengan cepat menuju rumah.

Sesampainya di rumah, Noah dikagetkan dengan mobil yang terparkir di halaman. Itu mobil Mamanya.

Karena panik, Noah buru-buru turun dan melupakan paper bag berisi cokelat yang telah ia beli tadi.

Tanpa mengetuk pintu, Noah langsung masuk ke dalam. Jantungnya terasa berdetak dengan kencang. Ia takut, Naira akan mengadu dan membuat Mamanya kecewa karena ia telah menyakiti Naira.

"Akhirnya kamu pulang juga!" seru sang Mama dengan wajah masam.

Perasaan Noah semakin terasa tidak enak dengan melihat raut wajah masam sang Mama.

"Ma, kok nggak ngasih tau dulu ke sini?" tanya Noah pelan. Sebisa mungkin ia mengeluarkan nada suara yang tenang agar Liana tidak curiga.

"Ya suka-suka Mama lah mau datang kapan aja tanpa bilang-bilang. Nggak suka Mama di sini?" sewot Liana dengan sinis.

Noah menggaruk kepalanya, ia melirik Naira yang hanya diam di kursi rodanya. Sepertinya dugaannya tadi benar adanya, Naira telah menceritakan semuanya pada sang Mama.

"Mama kenapa emosi gini?" Noah masih mencoba untuk tenang.

Liana melotot menatap Noah. "Gimana Mama nggak emosi lihat bahu Naira kayak gini! Kamu ini nggak becus banget. Masa ia Naira mau ambil novel pun nggak dibantuin, jadi jatuh guci nya ke bahu menantu Mama!" semprot Liana dengan emosi.

"Hah?" Seperti orang bodoh, Noah malah cengo menatap Liana.

"Hah hoh hah hoh! Nggak paham kamu sama bahasa Mama?!" Masih dengan emosi, Liana memarahi anaknya.

Noah menatap Naira tidak percaya. Gadis itu tidak mengatakan hal yang sebenarnya.

"Tap-"

"Udah Ma, jangan marah-marah. Nanti wajah cantik Mama jadi hilang." Naira memotong ucapan Noah.

"Kamu belain aja terus suami nggak guna kamu!" rutuk Liana kesal.

Noah merasa tertohok ketika sang Mama mengatainya tidak berguna. Tapi apa yang diucapkan Mamanya memang benar adanya. Ia tidak berguna sebagai suami Naira.

Noah menghembuskan napasnya. "Noah ke atas dulu, mau mandi."

"Loh, kamar Naira kan di bawah," cetus Liana. Wanita itu kembali menatap anaknya dengan sinis.

"Jangan bilang kalian tidurnya pisah?! Ya ampun Noah, kalau ada apa-apa Naira itu nggak bisa sendiri. Harus kamu temenin dong!" Baru saja beberapa detik Liana tenang, kini emosinya kembali meledak-ledak.

Noah mengumpat pelan, nyaris tidak terdengar. Ia salah bicara lagi.

"Kata siapa tidur pisah? Noah mandi di atas itu karena ada air. Pipa air di kamar Naira rusak, nggak ada air di sana." Noah benar-benar sangat pintar, bahkan memberi alasan yang begitu bagus pada sang Mama. Di tambah ia menampilkan wajah yang sangat terlihat meyakinkan.

Liana tampak luluh. "Udah kamu cari orang buat perbaiki?"

"Udah, katanya datang besok," dusta Noah lagi. Seumur-umur, baru kali ini Noah berbohong secara beruntun pada sang Mama. Di dalam hati, ia meringis. Betapa nakalnya ia sekarang.

With You [Sequel Ex Husband]Where stories live. Discover now