S I X T E E N

2.1K 288 20
                                    

Brakk

Di dahi mulus itu, terlihat jelas keringat yang bercucuran. Wajah mungil itu pucat, bibirnya di gigit kasar untuk melampiaskan kekesalan.

"Damn"

Ya, benar. Aqshel baru saja mengumpat.

Setelah menghempaskan tubuhnya ke sofa yang berada di kamar itu, Aqshel menggigit pergelangan tangan nya.

Menggigit pergelangan tangan dengan kuat hingga berdarah, itu kebiasaannya saat cemas dan takut. Bodoh sekali.

Saat pulang dari rumah sakit, Aqshel tak menemukan Zhaqvee di kamar nya. Gadis itu sudah mencari di seluruh penjuru kamar selama dua jam lebih.

Bahkan kamar itu sekarang lebih cocok di sebut gudang. Sangat amat berantakan. Baju, selimut, buku, lemari, botol skincare dan kamar mandi. Semua nya berserakan.

Bau amis dan rasa besi sudah terasa di lidah Aqshel, Gadis itu memeriksa pergelangan tangannya, kemudian mengusap kasar darah itu ke baju nya.

Di mana Zhaqvee? Aqshel sangat mengingat jelas jika pintu kamar itu ia kunci. Pintu itu tak mungkin bisa di buka oleh orang lain, kecuali Arsen.

Sebuah ide tiba-tiba saja melintas. Aqshel segera berdiri dan pergi ke sudut ruangan. Kotak, kotak yang ia beli dengan harga fantastis.

Segera Aqshel membuka kotak besar tersebut dengan susah payah. Entahlah, ini lebih susah di buka dari pada perkiraan Aqshel.

Srakk

Kotak itu kembali terbuka, Aqshel menghempaskan tubuhnya ke lantai. Aqshel duduk dengan bersimpuh, wajahnya terlihat lelah, lengan yang mengeluarkan darah itu menopang tubuhnya.

"Bahkan di sini pun tidak ada..." lirih Aqshel.

Tanpa sadar sepasang manik indah itu menatap balkon. Apa zhaqvee kabur lewat sana? Tapi itu sangat tidak mungkin mengingat penjangaan di mansion ini tak akan pernah lengah sedikit pun. Sudah pasti Zhaqvee tertangkap.

Kembali, manik itu tak sengaja melihat kertas di dalam kotak tersebut.

Jangan cari aku, Aqshel. Aku pergi sebentar, aku janji akan kembali setelah beberapa waktu.

-z

Aqshel bangkit perlahan, kemudian berjalan menuju kamar mandi. Tatapan nya kosong, terlihat jelas jika wajah itu sedih, karena kehilangan sesuatu yang berharga.

***

"Trending dunia hari ini. Tuan Leviathan Devillio Dicca, kembali memperlihatkan diri di peresmian cabang perusahaan baru Dicca. Yang paling mengejutkan, ia membawa kuasa akan benua Asia yang seharusnya berada di tangan allbarck." Reporter yang terlihat di dalam televisi itu menjeda kalimatnya.

"Hal ini sontak menghebohkan Dunia, apakah albarack menjual surat kuasa itu kepada penjahat sekelas Dicc--"

BRAKK

Televisi besar itu pecah. Pajangan itu melayang dari tangan Arsen.

Baru saja pulang dari rumah sakit, Garva langsung membawa Arsen ke hadapan televisi. Mansion juga terlihat gaduh.

Surat kuasa yang seharusnya berada di ruang kerja Arsen dan hanya bisa di akses oleh Arsen seorang, tiba-tiba saja berada di tangan Leviathan.

Setelah menghantam televisi dengan pajangan patung kecil yang terbuat dari emas itu, Arsen langsung berjalan cepat menuju ruang kerjanya. Aura menyeramkan terlihat jelas dari wajah datar itu. Garva yang melihatnya segera berlari menyusul.

Memasuki ruang kerja, Arsen segera melihat box kaca yang seharusnya berisi surat kuasa itu. Box itu masih utuh namun tak terlihat isi nya.

Brakk

Kepalan tangan Arsen menghantam Box itu hingga menjadi pecahan-pecahan kecil.

"APA SELAMA AKU PERGI MANSION INI KALIAN BIARKAN BEGITU SAJA?" Arsen murka. Menarik pistol dari sabuk nya kemudian

Dorr

Timah panas itu tepat mengenai bahu kiri Garva. Pemuda itu terhuyung ke belakang. Tak terdengar rintihan atau pun jawaban. Garva hanya menunduk dalam. Benar, ini kesalahannya.

"ARSEN, APA YANG KAU PERBUAT."

Gillbert memasuki ruangan, di ikuti Ryver di belakangnya.

Gillbert menarik kasar kerah baju Arsen. "Sialan kau. Surat kuasa itu sama dengan jantung albarack." Nada rendah itu terdengar mengintimidasi.

Arsen dan Gillbert, bernar-benar makhluk kembar yang sempurna. Saat ini, siapapun tak akan ada yang bisa membedakan keduanya. Wajah, aura dan sifat yang sedang di keluarkan sekarang. Semuanya sama.

Ryver seperti biasa, pria itu tenang dengan wajah datar nya. Pria itu hanya bisa emosi kepada Ray saja, jika tentang hal lain pria itu tak berekspresi.

Ryver mendekat ke arah Garva, "kau yang bertanggung jawab atas keamanan?"

Garva meringis, Ryver menekan lengannya yang baru saja tertembak.

"..y..ya"

Buaghh

Ryver menendang  perut Garva kuat, pemuda itu batuk dan mengeluarkan darah. Tersungkur ke belakang, wajah itu sudah sangat pucat.

Ryver menunduk, menarik dasi yang terpasang di leher Garva, membuat pemuda itu terkecik.

Uhukk

Gumpalan darah keluar dari mulut nya.

"Kau tau, nyawa mu bahkan tak bisa bertanggung jawab akan hal ini"

Buagh

Kepala Garva di tendang kasar oleh Ryver. Benar, pria itu lebih kejam dari pada iblis.

Setelah puas, Ryver mendekat ke arah si kembar yang sedang beradu itu.

"Double stupid. Jika kau terus berkelahi, salah satu dari kalian mati. Lebih baik sekarang kau bertanggung jawab, Arsen. Rebut kembali surat kuasa itu"










Don't forget to vote sweetheart~

50 vote yaa (´▽`)/
Anw, jangan lupa follow ya, kalau mau follback bilang aja  (ノ‥)ノ

The Dark webWhere stories live. Discover now