[ featuring ; 𝐉𝐄𝐍𝐎 ]
Jeno Salvatore memutuskan untuk mengabdikan seluruh hidupnya sebagai Badan Spionase Negara Inggris. Parasnya yang paripurna senantiasa menjalani semua misinya secara serius. Namun dibalik lencananya yang tak dapat mati, dir...
Oops! This image does not follow our content guidelines. To continue publishing, please remove it or upload a different image.
Seorang pria yang kini dibalut jas hitam panjang itu mulai memutar setir mobilnya. Mata picik yang berubah sayu itu terkunci melihat jalanan. Sesekali jemarinya meremat kuat gagang setir sebagai bentuk pelepasan emosinya.
Tangannya mengusap wajahnya kasar, kemudian sesekali menjambak rambut blondenya. Ritual memberantakkan dirinya sendiri itu ia lakukan berulang-ulang. Jeno masih dibayangi ribuan tanya, isi kepalanya masih ribut tak kunjung usai memikirkan pernyataan dari kakak sulungnya yang berhasil memporak-porandakan semua perasaan didalamnya.
“They died because were murdered, you think by accident? STUPIDEST!” Jeno mulai menyumpah serapahi dirinya sendiri. Tangannya meraih sebuah inset kecil. Ia memandang lamat foto kedua orangtuanya, “Ayah, kau bilang mati dibunuh itu tidak keren. Ternyata kau tidak keren.”
Saat ini, pikiran kalutnya mendoktrin untuk sesekali menyalahkan diri sendiri. Ia merasa terlambat dan gagal untuk melindungi anggota keluarganya. Tapi yang terjadi tetaplah terjadi, apapun yang sekarang ia lakukan tidak dapat menghidupkan mereka yang telah mati.
Jeno memasukkan lagi foto kedua orangtuanya, ia banyak merasa patetik tapi tak ingin diungkap. Menangis bukan gayanya, bagaimana jargon peneguk vodka sekali tembak bisa menangis seperti bayi? Kalau Luke atau Harry melihatnya pasti dia akan sangat dipermalukan.
Jeno mengusap airmata yang menggenang diujung korneanya, sesekali telapak tangannya menampar pelan bagian samping wajah, “Hold on, Jeno. Find the bastard that killed your parents, not cry! Disgusting!” Jeno bermonolog.
Sambil menikmati perjalanannya untuk kembali ke Manchester, memorinya terputar kembali perihal pertemuannya dengan Johnny. Ia benar-benar mengingat dengan baik apa-apa yang dikatakan Johnny kepadanya.
“Satu yang pasti, pembunuhnyamemiliki tattoo bertuliskan ‘Alive’ yang diakhirititikdilenganbagiankirinya. Tattonyasederhana, hanya semacamtulisan yang miriphurufdimesintik. Janganlengah, Jeno. Yang saatini kau hadapibukansekedar ritual balasdendam. Tapinyawamu, aku memangbelummengetahuisiapaberandal itu. Tetapi aku juga tidak akan pernahbilangkalau dia jinak. Dia buas, kuharap kau tau perihal cara bermainhalus, jangansampai target tau kau sedangmembuntutinya. Jeno, aku mengerti kau lelah. Tapisepertinya kau mulaimengertimengapa aku memilihmuuntukini. Janganmati, karena aku tidak akan pernahbisamenanggung rasa bersalah.”