Hari Dimana Tujuan Itu Terlahir - Bag. 2

19 3 1
                                    


Setelah seorang warga desa memergoki mereka, perkelahian pun usai.

"Kau sebaiknya menjelaskan hal ini pada orangtuanya," pinta orang itu pada Darin yang berdiri diam, dengan wajah yang diselmuti kepanikan.

"Ini adalah duel, dia yang mengajakku," jawabnya.

"Ini bukanlah duel! Duel itu dilakukan secara terhormat antara orang dewasa!" bantah orang itu, sembari berusaha mencairkan es yang membekukan tubuh Razin.

Darin terdiam, tubuhnya kini gemetar karna ketakutan, sembari melihat wajah anak itu yang mulai memucat.

"Apakah aku yang salah? Bukankah dia yang memulai semuanya? Tapi dia sempat memintaku untuk berhenti kan? Dan aku tidak mendengarkannya! Berarti ini semua salahku! Akulah yang berbuat berlebihan disini!" pikir Darin dalam paniknya.

"Maafkan aku! Tolong bertahanlah!" pintanya pada Razin, Ia pun segera membantu mencairkan bongkahan es yang membekukan tubuh Razin.

...

"Apa kau sudah menyesali kesalahanmu?!" tanya seorang wanita yang merupakan Ibu dari Razin, ia memukul kepala anak yang telah membunuh putranya itu.

"Tolong.. Jangan hukum dia," pinta Ibu Darin yang berusaha menahan wanita itu untuk menghukum anaknya.

Wanita itu kemudian menampar wajah Ibunya.
"Diam kau, jalang yang tidak bisa mengurus anak bodoh sepertinya!" geramnya.

"Ibu, ini semua salahku.. Jadi kumohon, jangan membelaku," pinta Darin, sembari menahan wanita itu untuk memukuli Ibunya.

"Bagus, kau mengakuinya! Tapi dengan hanya mengakui kesalahanmu, itu tidak akan menghidupkan anakku kembali!" jawab wanita itu, kemudian kembali memukuli Darin.

"Aku tidak percaya anak seperti dia sudah mampu membunuh seseorang dengan sihirnya," bisik orang yang menghentikan perkelahian itu, pada pemimpin desa yang berdiri disampingnya.

"Jadi sebagai orangtua korban, kau ingin hukuman apa yang akan diberikan kepada anak itu?" tanya pemimpin desa.

Wanita itu menunduk...
"Nyawa! Tidak, aku ingin sesuatu yang lebih dari itu!" jawab wanita itu,
"Usirlah keluarga haram ini dari desa!" lanjutnya,

"Jangan hina keluargaku!" sahut Darin yang masih berusaha melindungi kehormatan keluarganya.

Wanita itu kebingungan melihatnya mengatakan hal itu,
"Ah, aku mengerti. Jadi kau tidak mengatakan kebenarannya? Dasar perempuan murahan! Kau mencoba menutupi hal yang sudah diketahui seluruh desa!" ucap wanita itu pada Ibu Darin.

"Tolong, jangan katakan padanya!" pinta Ibunya, yang kini memeluk kedua kaki wanita itu.

"Diam kau! Aku akan memberitahukan hal itu padanya!" jawab wanita itu, kembali mengarahkan tamparannya, namun Ibu Darin kini menahannya, dan membekukan tangan wanita itu.

"Kau..." ucap wanita itu, yang tidak sempat menyelesaikan kata-katanya, karna seluruh tubuhnya kini telah membeku.

"Nenek, tolong bawa Darin pergi dari sini!" pinta Ibunya, sembari kembali berdiri.

"Kenapa Ibu melakukan ini?" tanya Darin.

"Darin, hiduplah tanpa harus menanggung beban ini!" jawab Ibunya.

Orang-orang desa yang menyaksikan perlawanan Ibunya, kini menahan Neneknya.

"Maafkan aku!" ucap Ibu darin, yang kemudian menghentakkan kakinya.
Dengan satu hentakan kaki, wanita itu membekukan seluruh penduduk desa yang menahan mereka.

Dunia BaruTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang