Chapter 3 : The Weather

231 46 14
                                    

Tokoh dalam cerita ini adalah milik Tuhan, dirinya sendiri, keluarga masing-masing, dan SM Entertaiment. Saya hanya meminjam nama mereka untuk kepentingan cerita ini. Jika merasa cerita anda mirip saya tidak berniat mengcopy cerita anda karena ini murni dari imajinasi saya.

Warning : Typo bertebaran !

Check this out !

.

.

.

Johnny menghela nafasnya ketika rintik hujan turun dengan intensitas yang semakin rapat dan lebih cepat. Padahal ia baru saja memakai mantelnya dan turun ke lobby untuk pulang. Ia hari ini malas membawa mobil atau naik taksi. Lebih nyaman menggunakan bus dan melihat banyaknya interaksi manusia.

Namun hujan menghalangi niatnya untuk melangkah sekarang, payung yang disediakan untuk dipinjam pun habis. Ia bertanya-tanya apa ada keajaiban yang membuat hujan sederas ini akan reda begitu saja. Johnny menadahkan tangannya untuk menangkap beberapa rintik hujan deras yang turun. 

Melihat tangannya sendiri mengingatkan Johnny kepada Taeil yang sering menadah hujan. Beberapa kali bertemu dengan pemuda itu membuat kebiasaan kecil itu terlihat oleh Johnny.  Pemuda itu kemudian menutup matanya seperti meresapi butiran-butiran hujan tersebut. Kemudian secara ajaib hujan yang turun pun berhenti. Sepertinya Dewa Langit sangat mencintai pemuda itu sampai rela menghentikan hujan yang turun deras sulit untuk ditembus.

"Andaikan aku punya keajaiban seperti itu," gumam Johnny yang bersandar pada dinding gedung menanti intensitas hujan sedikit berkurang dan kemudain ia bisa beralari ke halte bus.

"Johnny-ssi," seru seseorang mengejutkan pemuda itu.

Johnny menoleh, ia tidak menyangka bahwa ia akan bertemu Taeil di depan kantornya seperti ini. Bukankah seharusnya pemuda itu bekerja di Cafe Doyoung saat jam seperti ini? Dan mungkin saja banyak pengunjung yang datang untuk berteduh. "Kenapa kau ada di sini Taeil-ssi?" tanya Johnny penasaran.

"Aku mengantarkan sebuah pesanan. Seseorang di gedung ini meminta pelayanan pesan antar karena ia sedang lembur. Apa kau terjebak hujan Johnny-ssi?" tanya Taeil.

"Begitulah, kau lihat aku kehabisan payung," sahut Johnny.

Taeil mengangguk, "Mau mampir ke cafe? Atau mau berjalan bersamaku ke halte bus? Kita searah."

Tawaran Taeil cukup menggiurkan, sepertinya segelas kopi hangat tidak akan membuang banyak tenaga. Lagipula ini akhir pekan Johnny bisa sedikit bersantai dari pekerjaannya. "Aku mampir ke cafe saja, kopi buatan kalian sangat enak."

"Baiklah, kau pegang payungnya. Kau lebih tinggi dariku," kata Taeil.

Johnny menerima payung dari Taeil kemudian mereka berjalan bersisian di bawah payung yang sama. Pemuda tinggi itu merasakan sesuatu yang aneh. Ia tidak pernah benar-benar memperhatikan penampilan Taeil. Dari jarak sedekat ini, ia bisa merasakan betapa mungilnya Taeil. Taeyong mungkin sedikit lebih tinggi dari pemuda di sampingnya ini, namun ia tidak merasa bahwa Taeyong mungil. 

Postur tubuh Taeil menggemaskan.

Johnny menggeleng untuk membuat otaknya kembali berpikir jernih, bukan memikirkan pemuda di sampingnya ini. Ia bisa melihat Taeil menengadahkan tangannya untuk menikmati rintikan hujan sambil berjalan. Rasanya aneh bisa melihat kebiasaan itu dari jarak sedekat ini. "Taeil-ssi, apa kau sangat menyukai hujan?"

Taeil mengerjap, "Dari mana kau mendapat kesimpulan seperti itu?"

"Kebiasaanmu menadah rintik hujan," kata Johnny.

Weather ManDove le storie prendono vita. Scoprilo ora