Chapter 1 : Your Eyes

529 79 8
                                    

Tokoh dalam cerita ini adalah milik Tuhan, dirinya sendiri, keluarga masing-masing, dan SM Entertaiment. Saya hanya meminjam nama mereka untuk kepentingan cerita ini. Jika merasa cerita anda mirip saya tidak berniat mengcopy cerita anda karena ini murni dari imajinasi saya.

Warning : Typo bertebaran !

Check this out !

.

.

.

Hujan turun perlahan membasahi dunia. Namun seiring berjalannya waktu,  intensitasnya semakin bertambah. Cukup deras sehingga banyak yang memilih untuk berteduh di tempat yang memadai. Lewat sebuah jendela kantor seoang pemuda memandangi rintik hujan yang turun. Intensitasnya semakin bertambah dari hari ke hari, membuatnya malas melakukan sesuatu.

Entah bagaimana suasana hari langit, yang sepertinya didominasi oleh kesedihan. Sehingga hujan turun lebih sering dari biasanya menyebabkan beberapa orang merasa kesulitan dengan hal itu. Pemuda itu menghela nafas antara ia tidak atau menyukai hujan. Suasananya jadi berbeda dari sebelum-sebelumnya, entah kenapa hujan kali ini menghilangkan hampir seluruh semangatnya.

Ia melihat jam di sudut layar komputernya sebentar lalu kembali mengetikkan beberapa kata di halaman pekerjaannya. Satu per satu rekan satu ruangannya berpamitan pulang, entah pekerjaan mereka sudah selesai atau tidak. Namun memang sudah jam pulang kantor, namun pemuda itu masih malas untuk pulang. Bukan karena deadline tapi karena hujan di luar sana yang membawa kesedihan tersendiri.

Nama pemuda itu Johnny Seo, orang yang selalu membawa keceriaan. Karena hujan terasa sangat sendu entah bagaimana semangatnya juga ikut menghilang entah kenapa. Ia mengetikkan satu kata sebelum memberi tanda titik. Setelah selesai ia segera menyimpannya kemudian mematikan komputernya.

Saat ia akan memakai mantelnya, ponselnya bergetar menandakan sebuah pesan masuk. Itu adalah pesan berisi permintaan maaf dari temannya karena tidak bisa mengajak pulang bersama saat hujan seperti ini. Johnny hanya bisa memaklumi karena temannya itu punya jabatan yang lebih tinggi darinya jadi ia tidak akan mengeluh.

Johnny menarik nafas untuk memenuhi paru-parunya dengan oksigen. Kemudian melangkah untuk keluar dari kantor dan meminjam payung di lobby kantor. Johnny sungguh sangat malas untuk pulang ke apartemennya yang sepi. Ia hanya tinggal sendiri dan mungkin Johnny sangat malas untuk memasak. Pemuda tinggi itu akhirnya memutuskan untuk mampir ke sebuah cafe baru di dekat kantor.

Menikmati secangkir espresso dan makanan hangat mungkin bisa menjadi solusi kecil agar Johnny berniat untuk pulang ke apartemennya. Jadi pemuda tinggi itu berpikir akan lebih mudah melakukan hal itu, karena ia bisa langsung mandi dan tidur setelah sampai di rumah. Johnny sedikit tersenyum tentang hal itu karena ia tidak harus bersusah payah untuk berkutat di dapur.

Suasana cafe itu tidak terlalu ramai, ia melihat beberapa orang sepertinya sengaja mampir untuk berteduh dan menikmati secangkir minuman hangat. Johnny pergi ke counter pemesanan sekaligus membayar, kemudian memilih meja di pojok yang berdampingan langsung dengan dinding yang terbuat dari kaca. Johnny ingin menunggu sembari memperhatikan hujan atau orang yang berjalan atau mungkin beberapa kendaraan yang bisa dengan santai menerobos hujan.

Seharusnya Johnny menghindari hujan karena menghilangkan semangatnya tadi namun entah kenapa ia ingin memperhatikannya begitu sampai di cafe ini. Johnny baru sadar dari lamunannya ketika seorang pelayan menghidangkan kopi hangatnya dan mengatakan sebentar lagi makanan pesanannya akan segera tiba. Pelayan itu tersenyum, membuat hati Johnny berdebar. Ketika pelayan itu berlalu hati Johnny terasa hangat dan perlahan semangatnya kembali.

Tentu saja Johnny tidak akan melewatkan kesempatannya untuk memperhatikan detail wajah dari pelayan tersebut. Karena Johnny sudah menyukai wajah pemuda itu maka ia akan memperhatikannya baik-baik. Johnny benar-benar mendapatkan detail lebih ketika pelayan itu menghidangkan makanan pesanannya. Wajahnya punya garis wajah yang unik dan menyegarkan, kulitnya seperti bayi jika dilihat sekilas, postur tubuhnya juga tidak terlalu tinggi, terkesan mungil jika disandingkan dengan Johnny.

Johnny menyimpan senyumnya, sampai pelayan itu pergi dari mejanya. Bibirnya merekah memandangi hujan, kemudian menikmati makannya dengan tenang. Ia tida berusaha mencuri pandang kepada pelayan manis itu meski menarik perhatiannya. Johnny tidak ingin menyebabkan masalah atau dituduh sebagai penguntit.

Setelah semangatnya kembali dan hujan sedikit reda. Ia bangkit untuk meninggalkan cafe kemudian pulang. Tubuhnya sudah memberontak minta diistirahatkan jadi Johnny harus segera pulang. Johnny baru saja akan membuka payung yang ia pinjam dari lobby kantor ketika seorang keluar dari cafe.

Johnny terpaku sesaat karena pemuda yang menarik perhatiannya ini yang sekarang berada di sampingnya. Ia segera mengerjap sadar karena kegugupan menyerangnya. Johnny tidak tahu apa yang harus ia lakukan.

"Oh anda belum pulang?" tanya pemuda mungil itu sopan.

Johnny menggeleng, "Aku ingin pulang dan aku sudah menyiapkan payung."

Pemuda mungil itu melihat ke arah payung yang ditunjukkan oleh Johnny sambil tersenyum. "Mengapa anda tidak segera pulang jika sudah membawa payung?"

"Entahlah, aku merasa langit sedang sangat sedih sekarang," kata Johnny beralasan tidak logis.

Pemuda mungil itu tertawa kecil mendengar alasan konyol Johnny. Pemuda tinggi itu jadi merutuki dirinya karena tidak memilih alasan yang logis. Perkataannya terasa seperti sebuah rayuan yang tidak bermutu.

"Anda tenang saja, sebentar lagi hujan akan berhenti meski hanya sebentar. Jadi anda harus segera pulang," kata pemuda mungil nan manis itu.

Johnny mengernyit tidak paham karena pemuda itu tampak yakin dengan pernyataannya. Hujan masih berintensitas tinggi meski tidak begitu deras serta tidak menujukkan gejala untuk segera reda. Ia memandang pemuda mungil itu bertanya meski yang ditatap melihat ke arah rintikan hujan.

Pemuda itu mengangkat tangannya seperti mendaha beberapa tetes hujan sambil menutup matanya sesaat. Mata Johnny sepertinya salah melihat ketika matahari senja perlahat terlihat menyinari jalanan yang basah akibat hujan beberapa saat lalu. Hujan benar-benar bahkan tidak ada lagi rintik yang menetes. Otomatis Johnny langsung mengalihkan kembali perhatiannya kepada pamuda mungil di sampingnya.

Pemuda itu perlahan membuka mata indahnya, Johnny membeku melihatnya. Ia tidak pernah melihat mata terbuka secantik itu seumur hidupnya. Mata pemuda mungil itu memang cukup berbeda bagi Johnny namun ia baru menyadari keindahan itu sekarang.

"Hujan sudah reda, Anda bisa pulang. Hati-hati!" pemuda mungil itu berkata sambil membungkuk kemudian pergi menyusuri trotoar yang mulai dipenuhi orang-orang karena hujan sudah reda.

"Bagaimana dia bisa tahu kalau hujan akan segera reda?" tanya Johnny dalam gumamannya.

Melamun sebentar namun ia segera menggelengkan kepalanya agar sadar. Johnny harus segera pulang dan beristirahat sebelum pergi bekerja besok.Ia memandangi payungnya yang sepertinya tida berguna kali ini. "Ah, aku tetap harus membawanya pulang dan mengembalikannya besok," kata Johnny lagi. Kemudian pemuda tinggi itu memutuskan untuk ikut menyusuri trotoar yang mulai dipenuhi orang-orang.

Bagaimanapun Johnny mencoba, pikirannya tidak bisa lepas dari pemuda mungil yang bisa memprediksi cuaca itu.

.

.

.

Tbc

Hallo, Reader-nim!

Lama tidak berjumpa dengan ff JohnIl.

Maaf selalu menunda perilisan ff ini sampai ganti tahun, karena satu dan lain hal aku baru bisa publish ini sekarang. Aku mintaa maaf juga karena masih ada kesalahan pengetikan di cover, akan aku ganti jika aku punya waktu nanti. FF ini kuga ga panjang per-chapternya, jadi Bear mintaa maaf juga untuk itu T.T

Semoga JohnIl shipper dan Reader-nim semua menikmatinya ya^^

Review Juseyo!

See You Soon^^

Weather ManWhere stories live. Discover now