54. ÖBS

774 61 25
                                    

Diantara remang nya lampu koridor rumah sakit, bersamaan dengan pekatnya bau alkohol rumah sakit, Chanyeol terduduk lemas dilantai rumah sakit yang dingin, kini raganya tidak mampu lagi menopang tubuhnya yang lemas menunggu Ara yang tidak kunjung membuka mata.

Begitu tidak adilnya takdir yang mencoba memisahkan Chanyeol dengan Ara, gadis yang baru saja menjadi obat dari masalah lama yang mulai membaik. Ara, kini gadis itu tengah berperang melawan hidup dan mati. Andai bisa, ingin rasanya Chanyeol saja yang menggantikan posisi Ara.

Wajah penuh senyum itu kini berubah menjadi datar mengenaskan, pipi merah jambu nya berubah jadi pucat kebiruan akibat bentrokan paska kecelakaan siang tadi. Yang lebih menyayat hati adalah, Ara kehilangan bayi yang baru saja hadir didalam perutnya.

Janin berusia lebih dari seminggu itu musnah, menghilang akibat perut Ara yang bertubrukan dengan benda tumpul saat mobilnya terguling. Apa daya, janin lemah itu dipanggil Tuhan dengan iming iming akan lebih bahagia jika berada disisinya.

"Chan~" lirih Rose sambil berjongkok mengusap pundak Chanyeol penuh penguatan.

"Rose, aku tidak ingin kehilangan Ara."

Rose terluka melihat Chanyeol yang tiba-tiba lemah, menagis karena sebuah nama; Ara. Ia menarik Chanyeol kedalam pelukan hangat menepuk kepala Chanyeol menenangkannya bahwa semuanya akan baik-baik saja. "Dia akan baik-baik saja Chan, kumohon jangan seperti ini."

Disisi lain Jongin tidak kalah terpukul nya dengan Chanyeol, pria itu hanya diam duduk di kursi tunggu sambil menatap lantai dengan pandangan kosong. Penyesalan terus menerus menghantui nya, Yang ada dikepalanya sekarang hanya andai ia lebih cepat datang, andai Jongin lebih berani mengambil langkah untuk melindungi adik semata wayangnya itu.

Semuanya sudah terlambat, menyesal pun tidak akan ada gunanya.

"Jongin!"

Jongin menatap malas ayahnya yang datang dengan segerombolan anak buahnya. Ia tersenyum miris menatap iris Hae Joo yang masih bisa berdiri angkuh disaat putri nya tengah bertaruh nyawa didalam sana.

"Setelah adikmu sadar nanti, katakan padanya bahwa ini adalah akibat jika membantah perintah appa."

Terang terangan Jongin berdecak lalu  bangkit dari tempat duduknya untuk melayangkan sebuah tinjauan keras tepat di pipi kiri ayahnya sendiri. Hae Joo. demi tuhan Jongin sudah tidak peduli dengan statusnya dengan Hae Joo. Bagaimana bisa disaat keadaan nya semakin rumit seperti ini, ayahnya bisa mengatakan hal seperti itu.

"Kau puas pak tua!? Harusnya aku melakukan ini sejak kemarin!" Jongin berapi-api, ingin melayangkan tinju untuk yang kedua kali jika saja BaekHyun tidak menahannya kuat-kuat.

"Appa, apa kau tidak sedih?" Lewat perkataan nya yang lirih, Jongin berharap hati nurani Hae Joo sedikit terbuka. Sedikit saja melihat bagaimana Ara yang merasa terluka atas sikap kedua orang tuanya selama ini.

"Cih! Bahkan sekarang aku benci harus memanggilmu dengan sebutan appa."

Jongin begitu muak, begitu enggan hanya untuk memandang wajah ayahnya sekali lagi. Hingga ia melepaskan diri dari genggaman BaekHyun lalu maju beberapa langkah hanya untuk menunjuk nunjuk wajah sang ayah yang terlihat belum juga merasa bersalah.

"Kau yang harus disalahkan atas semua kejadian ini, hanya kau Kim Hae Joo." Ucapnya pelan namun penuh penekanan.

-----

Jongin ingat betul, dulu saat adiknya masih tertatih untuk belajar berjalan, Ara akan selalu menggenggam jemari Jongin untuk menjadi penopang, menjadikan dadanya saat terjatuh. Namun hari ini saat adiknya dewasa, Jongin bukan lagi menjadi penopang nya maupun tempatnya terjatuh, bukan karena Jongin tidak ingin namun karena ayahnya yang seolah membelenggu Jongin hingga tidak mampu bergerak sedikitpun.

OBSESSION | CHANYEOL✓Where stories live. Discover now