Three Brothers (Part 2)

122 8 23
                                    

Amy : Hai guys! QWQ

N : okey dibagian sini ada adegan kekerasan(?) Ya. Disarankan jgn ditiru!

Amy : Selamat menikmati membaca QWQ








            ~Tahun Ajaran Baru~



"Sekali lagi selamat atas penerimaan kalian sebagai murid baru! Mulai sekarang belajarlah dengan tekun sebagai siswa dari sekolah Mugiwaraini!" hari itu di Sekolah Dasar Mugiwara, di tengah upacara penerimaan siswa baru itu, seorang pria tua dengan kumis putih bak bulan sabit[atau lebih tepatnya seperti sambit] memberikan beberapa wejangan pada siswa-siswi barunya. Memulai tahun ajaran baru mereka dengan penuh semangat.

Edward Newgate, pria tua berkumis putih yang merupakan kepala sekolah di Sekolah Dasar Mugiwara itu kini mendudukan dirinya dengan santai di kursi ruang kepala sekolah setelah lelah memeriksa satu persatu kegiatan belajar mengajar di setiap kelas. "Gurararara... aku harap tahun ini semuanya berjalan lancar..." gumamnya sambil menyeruput secangkir teh hangat di mejanya.

Sementara itu, di setiap kelas para guru mulai melakukan perkenalan pada siswa-siswi baru mereka.

Kelas 1

Diantara semua kelas, kelas yang paling sensitif dan memerlukan kesabaran, ketelatenan dan kasih sayang tingkat tiggi bagi seorang guru untuk membimbingnya adalah kelas 1. Adanya Pendidikan Anak Usia Dini tidak menjamin dapat mengurangi beban berat bagi seseorang yang mengemban tugas 'istimewa' sebagai wali kelas kelas 1 SD. Di ruang kelas 1 itu, 30 anak berusia rata-rata 6 tahun yang notabene masih sulit diatur, cengeng, penuh keingin tahuan dan hiperaktif itu dikumpulkan menjadi satu, menunggu seorang guru memasuki kelas mereka. Hiruk pikuk dari canda dan tawa dari anak-anak itu memenuhi ruang tersebut.

Tok, tok, tok. Kreek. Ditengah hiruk pikuk itu, seorang pria berambut daun nanas dengan tampang sedikit madesu datang sebagai penantian mereka. "Selamat pagi, anak-anak! Bapak adalah wali kelas kalian!" sapa pria bernama Phoenix Marco itu seramah mungkin pada murid-murid barunya.

...

Hening. Tak ada satupun suara dari anak-anak itu, mereka hanya terbelalak menatap sosok di hadapan mereka dengan mulut yang ternganga. Sebulir keringat jatuh dari pelipis Marco, dia berusaha mengintruksi keadaan "A...em.. anak-anak..? halooow?" "

HUAAAA! MAMA AKU MAU PULAAAANG!"

"IBU! AKU TAKUT! ORANG ITU MENGERIKAN!"

"HUAAAA! KEPALANYA SEPERTI NANAS!"

"TOLONG KAMI!"

"A...? uhh.. anak-anak.. bapak tidak..."

"KAMI INGIN IBU KAMI!"

"HUAHAHA! HUAAHAHA!"

Dan pagi itu kelas 1 Sekolah Dasar Mugiwarapun dipenuhi tangis dan jeritan.

Kelas 2

Seorang bocah imut nan manis dengan sebuah codet di mata kirinya sedang berkutat dengan soal matematika yang diberikan oleh guru barunya. Setelah melakukan perkenalan, tanpa basa basi dengan santai namun tegas wanita berparas cantik dengan kulit sedikit gelap yang menjadi gurunya memulai materi di hari pertama mereka itu. Dan materi mereka kali ini adalah matematika.

"Ngeh..." pipi dari bocah bernama Luffy yang bulat itu mengembung dengan merahnya, berusaha memenuhi buku tugasnya yang berisikan soal-soal rumit yang ia salin susah payah dari papan tulis. Sama halnya dengan Luffy, anak-anak lainpun mulai memerah dan berasap, tak dapat dipungkiri kalau soal yang diberikan guru cantik bernama Nico Robin kali ini terlalu sulit. "...Mmmmh..." pipi-pipi manis anak-anak itu benar-benar mengembung sekarang, keringat mulai bercucuran, soal yang sulit itu merangsang saraf mereka untuk ngeden-ngeden ria dan asap hitam benar-benar mengepul dari lubang hidung dan telinga mereka. Sementara sang guru? Dia sedang asyik membaca buku sambil menunggu anak-anaknya menyelesaikan tugas yang ia berikan, tanpa menyadari kalau terjadi 'kebakaran' hebat di dalam kelasnya.

One Piece version GajeWhere stories live. Discover now