15 Kacau!

1.6K 164 10
                                    

Bismillah,

Azwar memindai sekeliling tempat itu, kafe yang terletak di Seminyak itu belum ramai. Azwar memilih sebuah tempat di sudut, dengan dinding yang ditutupi semacam tanaman yang bersulur. Dia melambaikan tangan pada waiter, sebuah buku menu diangsurkan dan waiter itu meninggalkannya. Azwar masih sedikit gelisah, berulang kali dia memandang sekeliling kafe, memastikan kakaknya tidak tiba-tiba datang ke kafe ini.

Lelaki 29 tahun itu sengaja memilih kafe yang cukup jauh dari hotel tempat mereka menginap. Azwar tidak ingin semakin menghancurkan mood Alfi. Kakaknya tidak boleh tahu Azwar bertemu dengan siapa. Dia tidak mau memicu perang dunia lainnya.

"Kak, maaf aku terlambat," kata seorang perempuan. Berikutnya dia duduk di depan Azwar, sibuk mengusap keringat di wajahnya. Gerakan perempuan itu tiba-tiba berhenti, karena merasakan tangannya digenggam

Amanda tersenyum menatap Azwar. "Maaf ya, Kak, lama ya nunggunya," lanjutnya.

Azwar menggeleng. "Nggak, baru juga 10 menit, maaf aku pilih kafe yang jauh. Aku khawatir Mas Alfi ngikutin," cemasnya.

Amanda tersenyum masam. Dia pun gelisah sepanjang perjalanan ke Sisterfields, berkali-kali menoleh, melihat ke belakang, takut seseorang melihat atau mengikutinya. Seharusnya mereka berdua tidak perlu tersiksa seperti ini, kalau semuanya berjalan lancar. Lebih tepatnya kalau Yoga tidak terlalu bodoh untuk berselingkuh dengan Naira.

"Aku ... kangen, Nda," bisik Azwar. Lelaki itu menatap Amanda dalam. Sudah setahun Azwar mendekati Amanda, meyakinkan dirinya kalau Amanda yang 5 tahun lebih muda darinya juga memiliki perasaan yang sama. Gadis itu sudah seperti adiknya, mereka bisa dibilang tumbuh dewasa bersama. Apalagi sejak SMP Amanda tinggal di rumahnya, ayah Azwar yang membiayai sekolahnya sampai gadis itu menyelesaikan SMA. Ketika Amanda berkuliah, Yoga sudah cukup mapan untuk mengambil alih tanggung jawab itu.

Dua bulan yang lalu Azwar menyatakan cinta, setelah yakin Amanda tidak akan menolaknya. Azwar memang berbeda dengan Alfi, dia menyandang predikat playboy kambuhan karena banyaknya perempuan yang pernah dipacarinya. 'Kariernya' itu mendadak berhenti sejak dia merasakan perasaan lain pada Amanda. Gadis remaja itu sudah tumbuh menjadi perempuan dewasa yang menarik. Bukan hanya itu, dalam pikiran Azwar, Amanda berbeda. Gadis pemalu itu tegas dan periang, membuat Azwar menyadari ada perasaan lain yang tumbuh di hatinya. Amanda membuatnya merasa menemukan sesuatu yang selama ini dicarinya.

"Gombal banget," balas Amanda, tapi wajahnya merona.

"Ya udah, nggak kangen, tapi kuangen." Mereka terkekeh.

"Nda, 6 bulan lagi pendidikan spesialisku selesai."

"Terus?" sahut Amanda.

"Aku ... aku mau ngelamar kamu, Nda. Tapi ... situasi jadi rumit gini, aku khawatir Mama nggak ngerestuin kita."

Amanda menggigit bibirnya, menghembuskan napas putus asa. Teringat ketika Azwar menyatakan cinta, dia begitu senang. Perasaan cintanya bersambut dan dia tidak perlu khawatir karena sudah mengenal Azwar sejak lama. Hubungan dekat seperti kakak-adik yang perlahan menjadi cinta, itu bukan kisah baru. Dia juga optimis Mamanya akan merestui, sayang Yoga menghancurkan semuanya. Sudah beberapa bulan ini Mamanya dan Tante Hasti bersitegang, karena perselingkuhan Yoga dan Naira.

"Kita kawin lari aja yuk," goda Azwar, jemarinya menggelitik tangan Amanda.

"Jangan, Kak! Kita nggak bisa ngeremehin restu Mama. Mama Wid dan Mama Hasti, dua-duanya Ibuku, dan Ibunya Kak Azwar. Mas Yoga sudah mengecewakan mereka berdua, aku nggak mau kita ikut-ikutan bikin mereka kecewa."

Azwar mendengkus, dia sebenarnya juga kesal pada Yoga. Bukan hanya kesal, tapi murka. Bisa-bisanya Yoga begitu tolol, tidak memikirkan akibat jangka panjang dari perbuatannya.

Bukan UntukmuTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang