31 Bad Day?!

1.1K 165 19
                                    

Bismillah,

Danil melirik tajam ketika pintu ruangan terbuka, Mbak Tuti yang berdiri di sampingnya tersenyum kaku. Alfi mengernyitkan kening melihat ekspresi Danil. Sahabatnya itu biasa menyambutnya dengan celotehan lucu, tapi tidak hari ini. Tatapan mata Danil terasa tidak bersahabat.

"Lagi ngeliatin apa sih? Pada serius banget?" tanya Alfi sambil melangkah mendekati Danil dan Mbak Tuti. Keduanya menatap layar laptop.

Danil menoleh, mendelik pada Alfi lalu melengos. Alfi bertanya-tanya melihat Danil bersikap begitu. Otaknya merunut kejadian kemarin, mencari-cari kesalahan yang mungkin dibuatnya pada Danil.

Alfi memutuskan duduk di kursinya, karena Danil dan Mbak Tuti sama-sama mengacuhkannya. Lelaki berkemeja biru itu menyalakan laptop, lalu mengecek email. Dia sedang menunggu email mengenai artikel ilmiah yang dikirimnya ke sebuah jurnal.

Suara tawa Danil terdengar, Alfi mengangkat wajahnya. Dia heran, kenapa Danil bisa bercanda dengan Mbak Tuti, sementara lelaki itu mengabaikan dirinya. Bukankah Danil biasanya bersemangat menggodanya?

Ponsel Alfi berdering, nama Professor Sugianto muncul di layar. Alfi segera menjawab panggilan itu.

[Selamat siang, bisa ke ruangan saya sekarang?] ucap Prof Sugianto.

Alfi sedikit heran, tidak biasanya dokter senior itu berbicara dengan nada begitu tegas padanya. [Bisa, Prof. 5 menit lagi saya ke sana, Prof]

[Oke, saya tunggu. Ada masalah penting!] sahut Prof Sugianto lagi.

Perasaan Alfi tidak enak, karena Professor yang biasanya ramah itu menekankan kata penting. Ketika sudah mematikan sambungan, Alfi melirik Danil. Sahabatnya itu langsung merengut, padahal beberapa detik sebelumnya suara tawa renyahnya terdengar.

"Nil, ada apa sih ini? Kamu marah sama aku?!"

Danil tidak menjawab. Sedangkan Mbak Tuti langsung pamit. Suasana hening langsung menyelimuti ruangan itu.

"Kamu tau kenapa Prof Sugianto manggil aku? Katanya ada masalah penting?!" Alfi bertanya lagi.

Dia menghela napas, kesal karena Danil bertingkah seperti anak kecil. Seharusnya hari ini dia senang karena Ifa mengundangnya makan-makan nanti malam. Dia tidak tahu ada acara apa, tapi Alfi hanya menduga kalau Ifa mau menjawab perihal lamaran.

Alfi terihat kesal karena Danil malah sibuk dengan laptopnya. Lelaki itu duduk di meja Danil, lalu menutup layar laptop yang sedang menampilkan file yang dikerjakan Danil.

"Jangan cari ribut, ya, Al," protes Danil.

"Jelaskan dulu ada apa?!"

"Gara-gara kamu aku kena marah Nugroho!"

"Lho?! Kok gara-gara aku? Emang aku ngapain, Nil?" Alfi bertanya balik.

"Kamu ngerjakan proposal ngawur! Malah aku yang disalahin Nugroho. Ah sudahlah! Emang aku yang selalu jadi kambing hitam, kamu sih enak jadi kesayangan semua orang. Nggak bakal ada yang nyalahin kamu!"

Alfi terperangah melihat Danil menyemburkan amarahnya. Ini pasti salah satu hari paling sial dalam hidup Alfi. Sebab selama bersahabat dengan Danil, dia tidak pernah melihat lelaki berkulit sawo ini marah seperti hari ini.

"Kamu bahas proposal apa, sih, Nil? Aku kan cuma pegang 1 kegiatan untuk IRNA 4. Mungkin Nugroho salah paham juga," ujar Alfi. Dia benar-benar tidak mengerti dengan perkara yang dibicarakan Danil.

"Ah sudahlah! Kamu nggak akan ngerasa salah, Alfi selalu benar, selalu cemerlang!"

Danil berdiri dan berjalan pergi. Sedangkan Alfi masih termangu. Kepalanya masih berusaha mengingat tentang proposal yang dibicarakan Danil. Tapi tetap saja dia tidak menemukan apa pun yang bisa membuat Danil disalahkan. Setahunya Danil juga tidak pernah sembarangan bekerja.

Bukan UntukmuTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang