05. Jangan Menghilang Lagi

138 22 91
                                    

Denting jam tepat menunjukkan pukul empat pagi. Di mana atmosfer ruangan semakin terasa dingin, bahkan rasanya selimut tebal sudah tidak berguna lagi untuk menghangatkan tubuh.

Natalia refleks memberikan pergerakan-pergerakan kecil pertanda kesadarannya sudah mulai berkumpul. Gadis itu mulai membuka matanya perlahan, yang berarti pandangannya akan langsung terfokus dengan apa yang dilihat tepat di depan mata.

Nafasnya tercekat tatkala menyadari bahwa ternyata semalaman Tanendra tidur di sebelahnya, lalu lengannya melingkar di perut lelaki itu.

Ini sudah gila, jantungnya mulai berdegup kencang.

Mengabaikan pertanyaan-pertanyaan yang bersarang dalam benaknya, Natalia memutuskan untuk bangun dan menyandarkan tubuhnya pada bantal.

Sial, seluruh tubuhnya benar-benar terasa sakit akibat ulah Tama.

Dalam keheningan yang menyelimuti, diam-diam Natalia memandangi kekasihnya yang masih tertidur pulas. Tangannya tergerak perlahan untuk menyibak surai si Adam yang menutupi sebagian matanya.

Jika diingat-ingat, sudah terhitung delapan hari semenjak mereka kembali bertemu di rumah sakit, tepatnya setelah kondisi Tanendra kembali drop. Pertemuan yang dilakukan oleh kedua raga yang masih berusaha untuk tetap berdiri tegak, meskipun masalah kian berdatangan membangun sebuah puncak.

Natalia merasa bersyukur karena ia datang setelah Tanendra berhasil ditangani dan telah sadarkan diri. Setidaknya gadis itu tidak harus menyaksikan bagaimana mengerikannya suasana di dalam ruang rawat ketika tim medis sibuk memperjuangkan segala upaya untuk mengembalikan kesadaran Tanendra.

Pokoknya mengerikan, hanya dengan membayangkannya saja. Natalia berharap tidak akan pernah melihat pemandangan seperti itu.

Lantas, apakah gadis itu merasa kecewa karena Tanendra menyembunyikan rasa sakitnya sendirian selama berbulan-bulan? Jawabannya, tidak. Natalia justru lebih kecewa dengan dirinya sendiri, mengapa ia bisa terlambat menyadari perilaku sang kekasih yang sedikit berbeda. Mulai dari hilangnya lelaki itu secara tiba-tiba, sulit dihubungi atau diajak bertemu, serta kamar apartemennya yang selalu terlihat kosong.

Memang benar, keadaan Tanendra sekarang sudah jauh lebih baik daripada sebelumnya. Tetapi, walaupun lelaki itu sempat mengatakan bahwa semua ini bukan kesalahan gadisnya, tetap saja. Jauh di dalam lubuk hati Natalia, ia masih menyimpan perasaan bersalah.

Natalia jadi teringat, biasanya ia selalu suka melihat Tanendra tertidur pulas. Deru nafas teratur serta wajahnya yang damai membuat sang gadis beribu-ribu kali jatuh ke dalam pesonanya. Karena saat tidur, lelaki itu terlihat seakan-akan lupa dengan masalah yang dihadapinya. Hanya mengenal ketenangan dalam hidupnya.

Namun, perasaan suka itu kini mulai berubah menjadi rasa takut. Seakan-akan tidak ingin melihat si Adam memejamkan matanya walau hanya sedetik.

Terdengar berlebihan, tetapi ia benar-benar setakut itu.

Natalia takut bila Tanendra akan meninggalkannya.

"Kenapa nangis lagi?"

Lamunan Natalia harus terdistraksi oleh suara Tanendra yang ternyata sudah bangun entah sejak kapan.

"Aku gak nangis, kok?"

"Mata lo berair tau," sahutnya seraya tersenyum. "Kenapa tiba-tiba kebangun?"

Natalia hanya terdiam cukup lama, lalu menggeleng. Sebenarnya, ia sering tiba-tiba terbangun tanpa alasan yang jelas pada waktu-waktu menjelang pagi seperti sekarang. Biasanya, gadis itu akan terbangun dan menatap langit-langit kamar, terkadang menangis sebagai reaksi alami akibat memori buruk yang selalu terbayang-bayang.

ReaksiTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang